Duka itu tidak saja dirasakan kalangan pers dan media, mengingat tokoh yang lahir di Kubang Nan Dua, Solok, Sumatera Barat, 10 Mei 1922 itu, juga dikenal sebagai budayawan.
Sebagai wujud apresiasi ketokohannya sebagai budayawan, cendekiawan Sumatra Barat Dr Ir Ricky Avenzora, M.Sc membuat puisi khusus atas meninggalnya Rosihan Anwar itu.
Puisi itu, diberinya judul "Sebuah Puisi Untung Sang Pujangga Rosihan Anwar", yang berisi kekaguman, sekaligus doa Ricky Avenzora, yang juga ahli kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) itu kepada Rosihan.
Akademisi bergelar Sutan Linduang Kayo Nan Kayo Panungkek Datuak Tunaro Bagindo dari Desa Sumaniak, Batusangkar itu, menulis bait-bait kata dalam puisi itu selengkapnya:
- - Telah engkau perlakukan aku sebagai anak, tapi aku tak engkau beri kesempatan untuk menangis dan dan mencium-mu sebelum engkau pulang.
- - Telah engkau berikan banyak pengetahuan untuk semua orang, tapi aku telah bodoh karena tidak sempat menghirup semua telaga ilmu-mu sebelum mata-mu terpejam panjang.
- - Aku yakin engkau pulang dalam bahagia, tapi aku merugi karena tidak hadir untuk melihat senyum-mu yang terakhir.
- - Yang bisa aku katakan saat ini hanyalah SALAM, yaitu salam atas telah selesainya segala tugasmu yang engkau lakukan dalam salam.
- - Salam atas segala keluhuran budi-mu yang akan terus hidup sepanjang zaman.
- - Salam atas segala khilaf-mu yang aku yakini pasti akan dimaafkan orang. Dan, salam atas kebahagiaan-mu berjumpa dengan DIA YANG ESA.
Jakarta, 14 April 2011
Dr Ir Ricky Avenzora, MSc
Sebelumnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun, saat takziyah di rumah duka, juga memperkuat sosok budayawan dari Rosihan Anwar itu.
"Hari ini kita kehilangan salah satu tokoh besar tokoh segala zaman, Bung Rosihan Anwar. Kita kenal beliau bukan hanya sekedar wartawan, tapi juga sastrawan, budayawan, dan tokoh film," kata Kepala Negara kepada wartawan di rumah duka, Jalan Surabaya, Jakarta Pusat.
Dari berbagai literatur budaya yang dirujuk, Rosihan Anwar yang dikenal sebagai tokoh pers itu, bersama (Alm) Usmar Ismail, pada 1950 mendirikan Perusahaan Film Nasional (Perfini).
Dalam film pertamanya, "Darah dan Doa", Rosihan yang menikah dengan Siti Zuraida Binti Moh. Sanawi pada tahun 1947 itu, sekaligus menjadi figuran. Dilanjutkan sebagai produser film "Terimalah Laguku".
Sejak akhir 1981, aktivitasnya di film adalah mempromosikan film Indonesia di luar negeri dan tetap menjadi kritikus film hingga Tuhan memanggilnya.
Dalam menyikapi maraknya korupsi di era reformasi, Rosihan juga sempat membacakan "Puisi Melawan Korupsi" di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, 31 Desember 2004.
Puisi itu menggambarkan bahwa praktik korupsi telah ada sejak jaman kerajaan berkuasa di Nusantara, zaman penjajahan sampai masa masa Pemerintahan Republik Indonesia yang silih berganti kepemimpinannya.
Pada pengagalan terakhir puisi itu, ia berkata "Sorry ya, inilah puisiku melawan korupsi, Siapa takut ?
Dalam laman www.tamanismailmarzuki.com, saat mengulas wafatnya sineas Usmar Ismail, sejawat Rosihan Anwar yang dikenal sebagai "Bapak Perfilman" Indonesia pada 2 Januari 1971 disebutkan bahwa Usmar yang pandai menggambar bersama dengan sahabatnya Rosihan Anwar merantau ke Jawa.
Pada tahun 1943, Usmar bersama Rosihan Anwar dan Abu Hanifah mendirikan perkumpulan sandiwara "Amatir Maya".
Menurut Nano Riantiarno, sutradara Teater Koma, apa yang diproduksi Maya boleh dibilang sebagai cikal-bakal teater modern Indonesia.
Selamat tinggal pujangga bangsa yang telah memberikan karya-karya luhur mencerahkan, dengan teriring doa kepada Yang Kuasa akan muncul Rosihan-Rosihan muda yang semakin matang diasah zaman.(*)
(A035/B003)