Jakarta (ANTARA) - Sebagai negara kepulauan yang berada di area tropis, keberadaan kelapa telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat terutama mereka yang berada di daerah pesisir.

Tidak terkecuali di Nias, Sumatera Utara yang memiliki kelapa sebagai salah satu komoditas utamanya dengan kebanyakan diolah menjadi berbagai produk turunan seperti kopra.

Mempertimbangkan hal itu, Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (ASPPUK) lewat anggotanya Perkumpulan Sada Ahmo (PESADA) di Nias kemudian menjadikan kelapa terutama produk turunannya virgin coconut oil (VCO) menjadi produk fokus dalam kampanye Pangan Bijak Nusantara.

Menurut Koordinator Regional Tapanuli Tengah dan Kepulauan Nias PESADA Berliana Purba, pemanfaatan kelapa yang banyak terdapat di Nias belum dilakukan secara maksimal padahal komoditas itu berlimpah di pulau tersebut dengan kualitas yang tidak kalah dari daerah lain.

Selama ini, kelapa di Nias hanya dijual secara utuh tanpa pengolahan atau dijadikan kopra.

Padahal dengan produk turunan kelapa itu menjadi salah satu potensi yang baik untuk mengembangkan industri rumahan, terutama untuk kaum perempuan yang berada di desa-desa.

“Sebenarnya ada sumber daya yang cukup baik tetapi belum dimanfaatkan dengan maksimal oleh masyarakat, khususnya perempuan,” ujar Berliana.

Baca juga: Perempuan desa terluar Hinako mulai bangkit berdaya dengan VCO
Baca juga: Bakers Go Pink X Blibli dukung pemberdayaan perempuan & anak Indonesia

VCO salah satu produk

Untuk itu PESADA dengan dukungan ASPPUK yang masuk di Konsorsium Local Harvest bersama empat organisasi nirlaba lain memutuskan VCO untuk menjadi salah satu produk yang menjadi fokus Kampanye Pangan Bijak Nusantara.

Kampanye Pangan Bijak Nusantara sendiri adalah bagian dari strategi proyek Local Harvest yang diinisiasi untuk meningkatkan pemahaman dan permintaan terhadap produk pangan lokal, adil, sehat dan lestari.

Pemilihan VCO untuk penguatan kapasitas perempuan di Nias bukanlah tanpa alasan. Kelapa sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan perempuan-perempuan di sana.

Seperti di Pulau Hinako, Kecamatan Sirombu di Kabupaten Nias Barat. Para perempuan di wilayah itu, yang dapat dijangkau dari Pulau Nias menggunakan speedboat dalam waktu satu jam, memiliki kebiasaan untuk membuat minyak kelapa dalam keseharian mereka.

Minyak kelapa yang mereka buat itu diperuntukkan untuk keperluan rumah tangga seperti memasak. Cara membuat minyak kelapa itu diturunkan dari ibu ke putrinya dari generasi ke generasi.

Namun, pemanfaatan itu semakin terkikis dengan peralihan ke penggunaan minyak instan yang terbuat dari sawit. Hal itu mulai terjadi setelah gempa yang mengguncang Nias pada 2005 dengan masuknya minyak instan ke pulau tersebut

Kepraktisan menjadi alasan utama peralihan kepada minyak sawit, dengan minyak kelapa membutuhkan proses pembuatan yang terbilang lama dan membutuhkan usaha karena pembuatannya dilakukan dengan cara dimasak.

Ikatan antara perempuan dan minyak kelapa juga ditemukan di Desa Ononazara di Kecamatan Tugala Oyo, Kabupaten Nias Utara. Di desa tersebut terdapat tradisi di mana keluarga calon mempelai laki-laki memberikan minyak kelapa kepada calon mertuanya yang seringnya digunakan untuk rambut.

Minyak kelapa itu sendiri dibuat oleh ibu dari calon mempelai pria dan kebiasaan itu masih dilakukan sampai saat ini.

Melihat potensi kelapa di Nias ditambah dengan adanya ikatannya dengan perempuan, membuat PESADA kemudian melakukan pendampingan dalam bentuk diskusi dan pelatihan untuk perempuan di beberapa desa di Nias.

Langkah pertama adalah meningkatkan kesadaran dan pengetahuan akan manfaat dari VCO atau yang dikenal juga sebagai sebagai minyak kelapa murni. Tidak hanya sebagai produk yang memiliki nilai tambah untuk membantu perekonomian tapi juga manfaat kesehatan bagi tubuh.

VCO memiliki kandungan asam laurat di dalamnya yang membantu tubuh membentuk monolaurin untuk membantu membunuh kuman seperti bakteri, virus dan jamur. Selain itu, terdapat tradisi di beberapa desa penggunaan minyak kelapa murni untuk mengobati luka.

Pembuatan produk turunan kelapa itu juga memiliki potensi ekonomi yang besar. Hal itu dialami oleh Hormianmin Saragih, Ketua Kelompok Perempuan Usaha Mikro (Kelpum) Mekar di Desa Ononazara.

Baca juga: MenPPPA sebut peran kelompok intelektual agama berdayakan perempuan
Baca juga: Perempuan Indonesia didorong terlibat dalam bidang sains

Rp3 juta tiap bulan

Hormianmin telah membuat VCO sejak 2018 dan dari hasil penjualannya, yang masih dilakukan di wilayah sekitar desa, dia berhasil mendapatkan untung sekitar Rp3 juta setiap bulannya atau bahkan Rp5 juta ketika banyak yang memesan.

Pendapatan dari VCO menjadi tambahan bagi ibu tunggal itu, yang bekerja sebagai guru dan menyadap karet. Berkat usahanya dia berhasil menyekolahkan ketiga anaknya sampai ke tingkat universitas.

Motif membantu keuangan keluarga itu yang membuat delapan perempuan lain di Desa Ononazara bergabung untuk membuat VCO secara lebih profesional yang kini didorong untuk mendapatkan Participatory Guarantee Systems (PGS).

Langkah serupa juga mulai oleh para perempuan di Desa Hinako dengan terdapat sepuluh orang yang mulai serius menggeluti pembuatan VCO untuk dijual di luar desa mereka.
​​​​
PSG sendiri adalah pemberian jaminan dari kelompok tani organik dalam mengelola, produksi dan pemasaran produk pertaniannya secara standar nasional Indonesia (SNI).

Selain itu juga pihak PESADA terus melakukan advokasi agar produk-produk VCO kelompok perempuan yang didampingi mendapatkan izin produk industri rumah tangga (PIRT).
Pelaku pembuat VCO industri rumah tangga Hormianmin Saragih ketika ditemui di Desa Ononazara, Kabupaten Nias Utara, Sumatera Utara pada Senin (22/11/2021). ANTARA/Prisca Triferna


Baca juga: KPPPA: Pemberdayaan ekonomi perempuan perlu sinergi banyak pihak
Baca juga: Perempuan Kota Kediri dapat program pemberdayaan USAID JAPRI WEE


Tantangan pemasaran

Meski demikian masih terdapat tantangan dalam proses penguatan perempuan lewat VCO tersebut. Pemasaran masih diperlukan agar produk-produk tersebut dapat menjangkau pasar yang lebih luas, tidak hanya beredar di masyarakat yang berada di sekitar desa para perempuan pembuat VCO itu.

Berliana menjelaskan bahwa selama beberapa bulan terakhir, pihaknya membantu penjualan VCO yang dibuat oleh kelompok perempuan di Desa Hinako dan Ononazara.

"Namun, tetap dibutuhkan pemasaran yang lebih gencar agar produk mereka dapat mencapai pasar regional yang lebih luas," katanyakatanya.

Pelatihan pemasaran sendiri telah dilakukan oleh ASPPUK untuk mendorong penjualan produk VCO oleh para kelompok perempuan itu lewat jejaring media sosial dan platform pasar online. Tapi implementasinya secara penuh masih memerlukan waktu.

Untuk itu Berliana mengharapkan adanya keterlibatan pemerintah untuk mendorong dan mengembangkan industri VCO tingkat industri rumah terutama yang berasal dari kelompok perempuan untuk membantu kesejahteraan mereka.

Keberadaan industri rumahan juga merupakan bagian dari peningkatan perekonomian masyarakat terutama perempuan, dan bisa menjadi pendapatan bagi Pulau Nias terutama karena hampir semua pulau banyak pohon kelapa.

Hal serupa juga diutarakan oleh Hormianmin, yang mengatakan permasalahan pemasaran dan jangkauan pasar menjadi beberapa alasan VCO buatan kelompoknya belum bisa menjangkau pasar yang lebih luas.

Hormianmin mengharapkan pemerintah dapat memberikan dorongan agar hasil usaha para perempuan Nias itu bisa menjangkau ke luar daerah tidak hanya di Nias, tapi bahkan juga sampai menyeberang pulau.

Selain itu perlu dukungan perusahaan swasta yang jaringannya sudah mendunia sebagai bapak angkat yang ikut membantu menata kemasan dan jaringan pemasarannya.

Baca juga: AP I perkuat pemberdayaan perempuan melalui Komunitas Srikandi
Baca juga: Dukung pemberdayaan perempuan, PNM beri bantuan sosial ke Desa Sade