Empat negara Eropa alami lonjakan kasus akibat pelonggaran prokes
23 November 2021 18:49 WIB
Tangkapan layar slide pemaparan Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito dalam konferensi pers Perkembangan Penanganan COVID-19 yang diikuti dari Jakarta melalui YouTube BNPB, Selasa (23/11/2021). (ANTARA/Andi Firdaus).
Jakarta (ANTARA) - Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito mengatakan empat negara di Eropa mengalami kenaikan kasus signifikan yang dipicu sikap tidak patuh pada protokol kesehatan (prokes).
"Terdapat empat negara yang sedang mengalami lonjakan kasus tertingginya, yakni Austria, Belanda, Belgia, dan Jerman," kata Wiku Adisasmito dalam konferensi pers Perkembangan Penanganan COVID-19 yang diikuti dari Jakarta melalui YouTube BNPB, Selasa sore.
Wiku mengatakan terdapat sejumlah pembelajaran yang bisa dipetik Indonesia dari keempat negara di Eropa yang sedang mengalami kenaikan kasus.
Baca juga: Lestari Moerdijat: Kesiapan Pemda penting untuk sukseskan PPKM level 3
Menurut Wiku, pada awal 2020 masing-masing negara melakukan pembatasan aktivitas masyarakat dan wajib menggunakan masker serta mengimplementasikan wajib karantina wilayah (lockdown).
Namun, begitu kasus menurun di bulan Mei, kata Wiku, keempat negara tersebut melanggar pembatasan aktivitas, sehingga masyarakat kembali pada kebiasaan hidup normal dan masker tidak menjadi kewajiban.
"Sebagai akibatnya, tidak lama terjadi kenaikan kasus di bulan September yang terus meningkat hingga mencapai puncak kasus di akhir tahun 2020," katanya.
Wiku mengatakan Belgia mengalami kenaikan kasus paling signifikan, karena tidak menerapkan pembatasan aktivitas dan wajib masker saat awal kasus mulai naik.
Ia mengatakan lonjakan kasus tersebut menyebabkan keempat negara kembali memberlakukan karantina wilayah dan masyarakat wajib bermasker. Setelah kasus mulai menurun pada 2021, perlahan empat negara ini kembali melonggarkan pembatasan aktivitas dan kewajiban masker.
Pelonggaran kebijakan itu bertahan selama kurang lebih delapan bulan dan berdampak pada kasus yang melonjak tajam, bahkan lebih dari 180 kali lipat, kata Wiku menambahkan.
"Saat Austria, Belanda dan Jerman kembali memberlakukan karantina wilayah dan penggunaan masker secara wajib, hanya Belgia yang tetap tidak melakukannya, namun menerapkan penggunaan masker ketat," katanya.
Situasi di Belgia dipengaruhi sikap masyarakat setempat yang menentang karantina wilayah hingga melakukan aksi massa, sebab dalam setahun terakhir masyarakat Belgia terbiasa beraktivitas normal dengan penggunaan masker yang tidak ketat.
Baca juga: Kemenko Marves: Hasil penelitian kunci kebijakan PPKM berjalan efektif
Baca juga: Efektivitas PPKM dimonitor menggunakan big data dan analisis statistik
Karena cakupan vaksinasi dosis lengkap di empat negara tersebut sudah cukup tinggi, kata Wiku, kondisi kasus yang melonjak tajam saat ini tidak menyebabkan lonjakan pasien di rumah sakit.
"Penting untuk diingat bahwa vaksin tetap tidak bisa mencegah naiknya kasus jika tidak dibarengi dengan penerapan disiplin protokol kesehatan," katanya.
Dari kenaikan kasus di empat negara tersebut, kata Wiku, Indonesia diharapkan dapat mengambil beberapa pelajaran bahwa pembukaan aktivitas masyarakat yang terlalu tergesa-gesa dan tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dapat mengakibatkan lonjakan kasus yang sangat panjang.
"Terdapat empat negara yang sedang mengalami lonjakan kasus tertingginya, yakni Austria, Belanda, Belgia, dan Jerman," kata Wiku Adisasmito dalam konferensi pers Perkembangan Penanganan COVID-19 yang diikuti dari Jakarta melalui YouTube BNPB, Selasa sore.
Wiku mengatakan terdapat sejumlah pembelajaran yang bisa dipetik Indonesia dari keempat negara di Eropa yang sedang mengalami kenaikan kasus.
Baca juga: Lestari Moerdijat: Kesiapan Pemda penting untuk sukseskan PPKM level 3
Menurut Wiku, pada awal 2020 masing-masing negara melakukan pembatasan aktivitas masyarakat dan wajib menggunakan masker serta mengimplementasikan wajib karantina wilayah (lockdown).
Namun, begitu kasus menurun di bulan Mei, kata Wiku, keempat negara tersebut melanggar pembatasan aktivitas, sehingga masyarakat kembali pada kebiasaan hidup normal dan masker tidak menjadi kewajiban.
"Sebagai akibatnya, tidak lama terjadi kenaikan kasus di bulan September yang terus meningkat hingga mencapai puncak kasus di akhir tahun 2020," katanya.
Wiku mengatakan Belgia mengalami kenaikan kasus paling signifikan, karena tidak menerapkan pembatasan aktivitas dan wajib masker saat awal kasus mulai naik.
Ia mengatakan lonjakan kasus tersebut menyebabkan keempat negara kembali memberlakukan karantina wilayah dan masyarakat wajib bermasker. Setelah kasus mulai menurun pada 2021, perlahan empat negara ini kembali melonggarkan pembatasan aktivitas dan kewajiban masker.
Pelonggaran kebijakan itu bertahan selama kurang lebih delapan bulan dan berdampak pada kasus yang melonjak tajam, bahkan lebih dari 180 kali lipat, kata Wiku menambahkan.
"Saat Austria, Belanda dan Jerman kembali memberlakukan karantina wilayah dan penggunaan masker secara wajib, hanya Belgia yang tetap tidak melakukannya, namun menerapkan penggunaan masker ketat," katanya.
Situasi di Belgia dipengaruhi sikap masyarakat setempat yang menentang karantina wilayah hingga melakukan aksi massa, sebab dalam setahun terakhir masyarakat Belgia terbiasa beraktivitas normal dengan penggunaan masker yang tidak ketat.
Baca juga: Kemenko Marves: Hasil penelitian kunci kebijakan PPKM berjalan efektif
Baca juga: Efektivitas PPKM dimonitor menggunakan big data dan analisis statistik
Karena cakupan vaksinasi dosis lengkap di empat negara tersebut sudah cukup tinggi, kata Wiku, kondisi kasus yang melonjak tajam saat ini tidak menyebabkan lonjakan pasien di rumah sakit.
"Penting untuk diingat bahwa vaksin tetap tidak bisa mencegah naiknya kasus jika tidak dibarengi dengan penerapan disiplin protokol kesehatan," katanya.
Dari kenaikan kasus di empat negara tersebut, kata Wiku, Indonesia diharapkan dapat mengambil beberapa pelajaran bahwa pembukaan aktivitas masyarakat yang terlalu tergesa-gesa dan tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dapat mengakibatkan lonjakan kasus yang sangat panjang.
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021
Tags: