APBI dukung skema pajak karbon di sektor energi
23 November 2021 17:24 WIB
Ilustrasi - Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) yang disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hari ini (7/10/2021) mengatur berbagai kebijakan perpajakan, salah satunya mengenai pengenaan pajak baru berupa pajak karbon. ANTARA/HO-Kemenkeu/pri. (ANTARA/HO-Kemenkeu)
Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) menyatakan dukungannya terhadap skema pajak karbon yang digulirkan pemerintah di sektor energi.
"Ini satu hal yang sangat didukung oleh APBI karena kami sadar bahwa kami adalah bagian dari satu ekosistem tertentu dan kami akan bergerak di dalam naungan yang lebih besar, yaitu pencapaian net zero emissions target," kata Wakil Ketua APBI Aziz Armand dalam acara bertajuk Indonesia EBTKE ConEx yang dipantau di Jakarta, Selasa.
Indonesia bersama seluruh negara di dunia telah berkomitmen bersama untuk menghadapi dampak perubahan iklim.
Pemerintah memperkenalkan pajak karbon dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) untuk mendukung komitmen internasional tersebut.
Pajak karbon akan dilakukan secara bertahap sesuai dengan peta jalan dengan memperhatikan perkembangan pasar karbon, pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC), serta kesiapan sektor dan kondisi ekonomi.
Dalam pemberitaan sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengungkapkan penerapan pajak karbon punya pengaruh pada tambahan biaya dan harga baik di sektor hulu dan hilir bagi pemasar energi yang menghasilkan karbon.
Tarif pajak karbon ditetapkan paling rendah sebesar Rp30,00 per kilogram setara karbon dioksida yang diberlakukan pada 1 April 2022. Kebijakan ini diterapkan kepada subsektor PLTU batu bara dengan skema cap and tax.
Subjek pajak karbon merupakan orang pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon dan atau aktivitas yang menghasilkan karbon.
Baca juga: Sri Mulyani: Pajak karbon mulai diterapkan pada April 2022
Baca juga: Pajak karbon bikin harga mobil hybrid Toyota turun hingga Rp60 juta
Baca juga: APBI prediksi harga batu bara acuan melemah bulan depan
"Ini satu hal yang sangat didukung oleh APBI karena kami sadar bahwa kami adalah bagian dari satu ekosistem tertentu dan kami akan bergerak di dalam naungan yang lebih besar, yaitu pencapaian net zero emissions target," kata Wakil Ketua APBI Aziz Armand dalam acara bertajuk Indonesia EBTKE ConEx yang dipantau di Jakarta, Selasa.
Indonesia bersama seluruh negara di dunia telah berkomitmen bersama untuk menghadapi dampak perubahan iklim.
Pemerintah memperkenalkan pajak karbon dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) untuk mendukung komitmen internasional tersebut.
Pajak karbon akan dilakukan secara bertahap sesuai dengan peta jalan dengan memperhatikan perkembangan pasar karbon, pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC), serta kesiapan sektor dan kondisi ekonomi.
Dalam pemberitaan sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengungkapkan penerapan pajak karbon punya pengaruh pada tambahan biaya dan harga baik di sektor hulu dan hilir bagi pemasar energi yang menghasilkan karbon.
Tarif pajak karbon ditetapkan paling rendah sebesar Rp30,00 per kilogram setara karbon dioksida yang diberlakukan pada 1 April 2022. Kebijakan ini diterapkan kepada subsektor PLTU batu bara dengan skema cap and tax.
Subjek pajak karbon merupakan orang pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon dan atau aktivitas yang menghasilkan karbon.
Baca juga: Sri Mulyani: Pajak karbon mulai diterapkan pada April 2022
Baca juga: Pajak karbon bikin harga mobil hybrid Toyota turun hingga Rp60 juta
Baca juga: APBI prediksi harga batu bara acuan melemah bulan depan
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021
Tags: