“Diversifikasi pembuatan vaksin ke negara-negara berkembang akan berkontribusi pada upaya peningkatan produksi vaksin global,” ujar Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam kegiatan Global Town Hall 2021 yang diselenggarakan secara virtual di Jakarta, Sabtu.
Upaya itu, lanjut dia, membutuhkan penguatan infrastruktur yang diperlukan, pusat penelitian, fasilitas penyimpanan, dan sumber daya manusia.
“Pembatasan ekspor bahan mentah harus diakhiri. Transfer teknologi harus difasilitasi,” kata Menlu.
Kemudian, negara-negara berkembang harus memperkuat daya serap vaksin.
“Banyak yang membutuhkan bantuan untuk mempercepat laju vaksinasi. Lembaga keuangan internasional dapat menyediakan pembiayaan yang sangat dibutuhkan,” kata Menlu.
Pada saat yang sama, ujar Retno, keterlibatan dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) harus diintensifkan untuk merancang strategi vaksinasi yang efektif.
Selain itu semua negara harus dapat memenuhi target vaksinasi WHO. Langkah itu, kata Menlu, membutuhkan komitmen bagi prinsip ekuitas, yakni kesempatan vaksinasi COVID-19 pada kalangan petugas kesehatan dan kaum rentan.
Baca juga: Menlu RI ingatkan dunia soal pemerataan distribusi vaksin
Menlu mengatakan semua janji pembagian dosis harus segera dipenuhi. Negara-negara yang lebih kaya dengan pasokan dosis yang berlebihan atau dengan cakupan vaksinasi yang tinggi harus mempertimbangkan untuk berbagi dosis mereka.
“Produsen vaksin juga perlu mulai mengalokasikan lebih banyak dosis untuk COVAX,” kata dia.
Dalam jangka panjang, lanjut dia, semua negara harus membangun pengalamannya dalam menangani COVID-19.
“Ada dua prioritas besar bagi kami sekarang. Pertama, membangun infrastruktur kesehatan nasional yang lebih kuat. Ini berarti berinvestasi dalam sistem perawatan kesehatan yang tangguh dan membuatnya lebih terjangkau bagi semua orang. Ini juga berarti memperkuat industri kesehatan kita untuk meningkatkan kapasitas produksi dan distribusi,” kata dia.
Ia mengatakan kerja sama internasional dalam penelitian dan pengembangan vaksin harus diintensifkan, termasuk dengan aliansi vaksin GAVI, Coalition for Epidemic Preparedness (CEPI).
Kemudian, tata kelola kesehatan global harus diperkuat. Ia mengingatkan bahwa peran dan legitimasi WHO tetap tak tergantikan dalam mengoordinasikan tindakan kesehatan global.
“Diskusi tentang perjanjian pandemi baru akan segera dimulai dan saya berharap semua negara dapat mendukung inisiatif ini,” kata Retno.
Ia mengatakan mekanisme pembiayaan kesehatan baru juga dibutuhkan oleh negara berkembang dan negara kurang berkembang.
Baca juga: Menlu: Indonesia siap jadi pusat produksi vaksin Asia-Pasifik
Baca juga: Menlu RI dorong diversifikasi produk vaksin ke negara berkembang