Kasus COVID-19 di Amerika-Eropa jadikan pembelajaran gelombang ketiga
19 November 2021 22:20 WIB
Tangkapan layar - Juru Bicara Pemerintah dan Duta Adaptasi Kebiasaan Baru dr Reisa Broto Asmoro saat memberikan keterangan pers yang diikuti secara daring di Kantor Presiden di Jakarta, Jumat (19/11/2021). ANTARA/Devi Nindy/pri.
Jakarta (ANTARA) - Juru Bicara Pemerintah dan Duta Adaptasi Kebiasaan Baru dr Reisa Broto Asmoro mengatakan Amerika Serikat dan sejumlah negara di Eropa hendaknya dijadikan bahan pembelajaran untuk melihat kasus gelombang ketiga COVID-19 yang dapat terjadi di Indonesia.
Mengutip pernyataan dr Maria Van Kekrhove dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Reisa menyebut pola kenaikan angka kasus tersebut sepenuhnya dapat diprediksi saat masyarakat menghilangkan langkah pencegahan COVID-19.
"Pola yang kita lihat di seluruh dunia sepenuhnya dapat diprediksi karena ketika kita menghilangkan langkah-langkah pencegahan dan tidak lagi mengikuti panduan PPKM atau panduan kesehatan masyarakat dan aktivitas sosial WHO," kata dia saat memberikan keterangan pers di Kantor Presiden yang diikuti secara daring dari Jakarta, Jumat.
Baca juga: Pengetatan mobilitas Natal-Tahun Baru cegah lonjakan COVID-19
Ia menyebut lonjakan kasus COVID-19 terjadi saat warga lengah seputar penggunaan masker dan menjaga jarak, dan tidak lagi memperhatikan ventilasi, serta tidak lagi menghindari keramaian.
Ia juga mengatakan varian baru terus ada selama masyarakat masih meningkatkan mobilitas sosial, namun cakupan vaksinasi belum 100 persen.
"Maka kita akan melihat virus berkembang dan itulah yang terjadi saat ini di Amerika dan Eropa," ujar Reisa.
Ia mengatakan negara-negara tersebut tengah mengalami lonjakan kasus, meski angka cakupan vaksinasi COVID-19 telah tinggi.
Kasus COVID-19 melonjak di sejumlah negara bagian di Amerika Serikat serta sejumlah negara di Eropa, seperti Jerman, Prancis, dan Belanda.
Baca juga: Reisa: Penting saling menyadarkan protokol kesehatan COVID-19
Baca juga: Pentingnya kekebalan bersama ketimbang mencari vaksin booster
Mengutip pernyataan dr Maria Van Kekrhove dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Reisa menyebut pola kenaikan angka kasus tersebut sepenuhnya dapat diprediksi saat masyarakat menghilangkan langkah pencegahan COVID-19.
"Pola yang kita lihat di seluruh dunia sepenuhnya dapat diprediksi karena ketika kita menghilangkan langkah-langkah pencegahan dan tidak lagi mengikuti panduan PPKM atau panduan kesehatan masyarakat dan aktivitas sosial WHO," kata dia saat memberikan keterangan pers di Kantor Presiden yang diikuti secara daring dari Jakarta, Jumat.
Baca juga: Pengetatan mobilitas Natal-Tahun Baru cegah lonjakan COVID-19
Ia menyebut lonjakan kasus COVID-19 terjadi saat warga lengah seputar penggunaan masker dan menjaga jarak, dan tidak lagi memperhatikan ventilasi, serta tidak lagi menghindari keramaian.
Ia juga mengatakan varian baru terus ada selama masyarakat masih meningkatkan mobilitas sosial, namun cakupan vaksinasi belum 100 persen.
"Maka kita akan melihat virus berkembang dan itulah yang terjadi saat ini di Amerika dan Eropa," ujar Reisa.
Ia mengatakan negara-negara tersebut tengah mengalami lonjakan kasus, meski angka cakupan vaksinasi COVID-19 telah tinggi.
Kasus COVID-19 melonjak di sejumlah negara bagian di Amerika Serikat serta sejumlah negara di Eropa, seperti Jerman, Prancis, dan Belanda.
Baca juga: Reisa: Penting saling menyadarkan protokol kesehatan COVID-19
Baca juga: Pentingnya kekebalan bersama ketimbang mencari vaksin booster
Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2021
Tags: