Jakarta (ANTARA) - Ketua Dewan Pengawas Asosasi Fintech Indonesia (Aftech) sekaligus mantan Menteri Kominfo Rudiantara mengatakan kehadiran teknologi finansial (tekfin/fintech) dapat mendorong untuk mempercepat inklusi keuangan di Indonesia.

“Inklusi keuangan artinya memastikan bahwa masyarakat atau orang dewasa Indonesia memiliki akses kepada layanan keuangan, apakah itu saving, lending atau pinjaman, ataupun investasi,” ujar Rudiantara saat pembukaan Workshop Aftech “Fintech for Faster Economic Recovery” pada Jumat.

Menurut statistik Bank Indonesia (BI) pada Agustus 2021 saja, jumlah instrumen e-Money di Indonesia telah mencapai 513.968.693.

Masih pada periode yang sama, akumulasi penyaluran pinjaman oleh fintech lending mencapai Rp249 triliun kepada 68,41 juta penerima pinjaman, menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Dalam beberapa tahun terakhir industri tekfin terus berkembang. Hal tersebut, kata Rudiantara, dapat dilihat dari jumlah perusahaan tekfin rintisan yang terdaftar sebagai anggota Aftech meningkat dari 24 menjadi 275 pada akhir 2019 serta telah menyentuh angka 335 pada akhir kuartal II 2021.

Rudiantara mengatakan pertumbuhan industri tekfin yang pesat tersebut dipengaruhi oleh sejumlah faktor, antara lain investasi di industri tekfin yang kian meningkat, jumlah penduduk usia kerja yang tinggi, kelompok masyarakat yang belum tersentuh layanan perbankan--baik yang unbanked maupun underbanked--masih tinggi, serta regulasi yang kondusif.

“Penetrasi internet juga memberi pengaruh percepatan perkembangan tekfin di Indonesia. Kita tahu ada 200 juta lebih orang Indonesia punya akses internet sekarang,” tuturnya.

Namun demikian, lanjut Rudiantara, industri tekfin juga menghadapi sejumlah tantangan antara lain rendahnya literasi keuangan, infrastruktur dasar, dan modal/sumber daya yang terbatas, terutama di daerah-daerah non-metropolitan.

Ia juga menegaskan bahwa literasi keuangan harus ditingkatkan sehingga masyarakat sebagai pengguna menjadi lebih melek dan tidak terjerat dalam pinjaman online ilegal.

“Kejadian yang paling ramai yang menjadi topik bahkan Bapak Presiden pun memberi perhatian adalah yang kaitannya dengan pinjol. Dan persepsinya juga menjadi kurang pas karena orang jadi melihat bahwa yang namanya tekfin cuma pinjol saja,” ujarnya.

Padahal, tekfin yang tersedia di pasar cukup bervariasi, tak hanya pembayaran dan pinjaman online tetapi juga model bisnis lain seperti Aggregator, Innovative Credit Scoring, Perencana Keuangan, Layanan Urun Dana (Equity Crowdfunding), dan Wealth Management.

Sebagai wadah bagi perusahaan tekfin, Rudiantara mengatakan pihaknya memandang serius persoalan pinjol ilegal dan tidak tinggal diam.

“Aftech telah melakukan berbagai langkah dan berkomitmen untuk terus berupaya mengatasi pinjol ilegal, ter masuk melalui langkah kolaboratif bersama regulator dan para pemangku kepentingan,” katanya.


Baca juga: Bantu cek pinjol ilegal, asosiasi luncurkan situs cekfintech.id

Baca juga: Kenali CAMILAN sebelum ikut pinjaman online

Baca juga: Asosiasi berencana bentuk satgas atasi pinjol ilegal