Adapun rencana aksi tersebut mengacu pada kerangka CORDEX-SEA (Coordinated Regional Climate Downscaling Experiment South East Asia) di bawah Program Penelitian Iklim Dunia (WCRP) dari Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), yang juga telah menjadi acuan bagi rencana aksi nasional.
"BMKG telah bekerja sama dengan CORDEX Southeast Asia (CORDEX-SEA) untuk melakukan penelitian, pelatihan dan workshop terkait data proyeksi iklim," ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat.
Dwikorita mengatakan rencana aksi tersebut didasari bahwa Indonesia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim.
Merujuk data Intergovernmental Panel on Climate Change atau IPCC menunjukkan bahwa suhu bumi saat ini telah mencapai level yang belum pernah terjadi sebelumnya setidaknya dalam 2.000 tahun terakhir.
Baca juga: Wamenkeu: Biaya mitigasi perubahan iklim capai Rp3.779 triliun
Ia memperkirakan, suhu bumi akan mencapai atau melampaui batas 1,5 derajat Celsius di atas level pra-industri, antara tahun 2021 dan 2040. Di bawah skenario emisi tinggi, ambang batas 1,5 derajat Celsius ini akan dicapai dalam waktu yang lebih singkat lagi.
Adapun dampak tersebut telah terjadi, terutama peningkatan cuaca ekstrem dan kejadian iklim ekstrem, kenaikan suhu udara, berkurangnya tutupan salju di puncak Jayawijaya dan naiknya permukaan air laut.
Menurut dia, perubahan iklim tersebut sangat berdampak pada Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau-pulau kecil, dan memiliki curah hujan tahunan yang tinggi.
"Kondisi ini membutuhkan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim untuk mengurangi dampak bencana hidrometeorologi dan menurunkan emisi gas rumah kaca. Indonesia berkomitmen dan bekerja keras untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen menjadi 41 persen dari skenario business-as-usual pada tahun 2030," kata Dwikorita.
Sehingga Dwikorita mengatakan dalam ketidakpastian kondisi iklim ke depan, yang perlu disediakan adalah data proyeksi iklim dan diturunkan dari resolusi global menjadi resolusi tinggi dengan beberapa skenario proyeksi iklim, sehingga dapat menentukan strategi dan perencanaan yang tepat di masa mendatang.
Baca juga: Peneliti sebut aktivitas petir meningkat akibat perubahan iklim
Untuk mendapatkan data proyeksi iklim, BMKG menggelar lokakarya yang diselenggarakan secara daring dari tanggal 15-17 November 2021. BMKG bekerja sama dengan Ramkhamhaeng University Center of Regional Climate Change and Renewable Energy (RU-CORE), Bangkok, Thailand dan Department of Earth Sciences and Environment The National University of Malaysia dan CORDEX-SEA.
Lokakarya tersebut memiliki beberapa tujuan, di antaranya adalah mensosialisasikan kegiatan CORDEX dalam memajukan ilmu pengetahuan dan penerapan downscaling iklim regional khususnya di Asia Tenggara.
Kemudian, mempererat kegiatan dan kemajuan CORDEX-SEA dalam memajukan ilmu pengetahuan dan penerapan downscaling iklim regional di Asia Tenggara melalui kemitraan regional.
Selain itu juga untuk berbagi informasi tentang beberapa hasil publikasi yang telah dilakukan di beberapa negara di Asia Tenggara yang menggunakan data CORDEX-SEA untuk menghasilkan informasi iklim dalam menangani isu-isu terkait perubahan iklim di kawasan dan berbagi informasi tentang aplikasi potensial data CORDEX-SEA resolusi tinggi.
Baca juga: Kemitraan : Peran kelompok sipil penting demi capai target iklim
Baca juga: Hilmar Farid: Belajar dari sejarah tangani dampak perubahan iklim