Kuala Lumpur (ANTARA) - Malaysia, Indonesia, Singapura, dan Brunei Darussalam dilaporkan menolak keikutsertaan pemimpin junta Myanmar Min Aung Hlaing dalam KTT Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan China yang dijadwalkan pada 22 November mendatang.
Sebelumnya, Min Aung Hlaing juga dikecualikan dalam KTT ASEAN akhir Oktober lalu, karena kegagalan junta menjalankan konsensus yang telah disepakati para pemimpin ASEAN untuk membantu penyelesaian krisis politik di Myanmar.
"Malaysia, Indonesia, Singapura, dan Brunei telah sepakat untuk mempertahankan posisi yang sama dengan KTT ASEAN," kata sumber pemerintah di negara ASEAN pada Kamis, yang menolak disebutkan namanya, merujuk pada permintaan agar Myanmar diwakili oleh tokoh non-politik.
Senada dengan pernyataan itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Teuku Faizasyah menegaskan pendirian yang teguh untuk kehadiran tokoh non-politik dari Myanmar dengan mengacu pada "kebijaksanaan" yang ditunjukkan oleh para pemimpin sebelum KTT Oktober.
“Indonesia konsisten pada posisinya tentang siapa yang harus mewakili Myanmar dalam KTT pemimpin mendatang,” kata Faizasyah.
Indonesia telah menjadi salah satu kritikus ASEAN yang paling blak-blakan. Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi menyatakan bahwa Myanmar tidak boleh diwakili di tingkat politik sampai bisa memulihkan demokrasi mereka.
Kemlu Malaysia menolak mengomentari isu ini, demikian pula dengan Singapura, Brunei, dan Vietnam yang tidak segera menanggapi permintaan komentar dari Reuters.
Sementara itu, Juru Bicara Kemlu China Zhao Lijian mengatakan China mendukung semua pihak di Myanmar dalam mencari penyelesaian politik melalui dialog dan akan bekerja dengan masyarakat internasional dalam upaya untuk memulihkan stabilitas dan melanjutkan transformasi demokrasi.
Sebelumnya, utusan khusus China untuk urusan Asia, Sun Guoxiang, disebut mengunjungi Singapura dan Brunei pekan lalu untuk melobi anggota ASEAN tersebut agar mengizinkan pemimpin militer Myanmar berpartisipasi dalam KTT ASEAN-China.
Namun, Sun yang menghadapi penolakan keras dari ASEAN, kemudian mengatakan kepada Min Aung Hlaing pada pertemuan di Ibu Kota Naypyidaw bahwa China harus menerima pendirian ASEAN.
China "akan mempertahankan prinsip perwakilan non-politik yang diterapkan oleh ASEAN", kata seorang diplomat regional, mengutip Sun.
Diplomat yang tidak disebut identitasnya itu telah diberi penjelasan tentang upaya lobi China kepada ASEAN.
ASEAN selama beberapa dekade dikenal karena kebijakan non-intervensinya, tetapi kudeta yang dilancarkan militer Myanmar pada Februari lalu, telah mengubah prinsip tersebut.
Pada April, para pemimpin ASEAN telah menyepakati Konsensus Lima Poin dalam pertemuan puncak yang berlangsung di Jakarta dan dihadiri oleh Min Aung Hlaing.
Konsensus itu mencakup komitmen Myanmar untuk mengakhiri kekerasan dan memungkinkan utusan khusus ASEAN untuk memulai dialog dengan semua pihak, termasuk anggota parlemen yang digulingkan dan mantan pemimpin yang kini dipenjara, Aung San Suu Kyi.
Namun, Myanmar belum menindaklanjuti konsensus tersebut dengan dalih bahwa mereka memiliki "peta jalan" sendiri untuk pemilu baru.
Myanmar adalah negara koordinator China untuk ASEAN tahun ini, yang berperan membantu memfasilitasi interaksi Beijing dengan perhimpunan tersebut.
"Biasanya, anggota koordinator akan mengatur semuanya, seperti tautan virtual dan sebagainya," kata seorang sumber.
Myanmar, kata sumber itu, dapat menggunakan perannya untuk "menghadirkan" Min Aung Hlaing, bahkan jika negara-negara ASEAN lainnya keberatan.
Sumber: Reuters
Baca juga: Menlu Brunei pastikan implementasi konsensus ASEAN untuk Myanmar
Baca juga: ASEAN minta Myanmar tulus laksanakan Konsensus Lima Poin
Baca juga: Militer Myanmar tetap tak izinkan utsus ASEAN bertemu Suu Kyi
ASEAN tolak keikutsertaan junta Myanmar dalam KTT dengan China
18 November 2021 21:03 WIB
Arsip Foto - Panglima Junta Militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten (24/4/2021). (ANTARA FOTO/Biro Pers-Rusan/hma/foc.)
Penerjemah: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2021
Tags: