Abijan (ANTARA News) - Orang kuat Pantai Gading Laurent Gbagbo yang dipojokkan kekuatan pesaingnya, Selasa, berusaha keras merundingkan sebuah jalan keluar namun Prancis menyangkal dia sudah menyerah.

Ketika perundingan berlanjut untuk mengakhiri kebuntuan selama empat bulan pascapemilu yang menjerumuskan negara itu ke dalam perang, Gbagbo menolak tuntutan bekas penjajah agar dia mengakui rivalnya Alassane Ouattara sebagai presiden.

"Saya tidak mengakui kemenangan Ouattara...." kata Gbagbo dalam sebuah wawancara dengan saluran berita LCI Prancis, seperti dilaporkan Fran Blandy dari AFP.

Perundingan sedang berlangsung namun Gbagbo tidak menyerah, kata kantor kepresidenan Prancis.

Pertempuran berhenti Selasa siang selagi lima juta penduduk bertahan di rumah, hanya terdengar tembakan sporadis dari pemuda-pemuda bersenjata yang berkeliaran.

"Pertempuran telah berhenti namun masih terjadi tembakan sporadis oleh kelompok-kelompok pemuda yang bukan anggota FDS (angkatan darat pro-Gbagbo) ataupun kekuatan-kekuatan Republik (anggota Alassane Ouattara)," kata juru bicara misi PBB Hamadoun Toure kepada AFP.

Ketika laporan tentang kekejaman muncul dari pertempuran di sebuah kota Pantai Gading bagian barat minggu lalu, PBB mengatakan yakin "ratusan" orang telah tewas dalam pembantaian dan satu kuburan massal menyimpan hampir 200 mayat.

Pembunuhan massal terjadi di kota Duekoue, yang dikuasai angkatan darat Ouattara minggu lalu dalam sebuah serangan kilat di seluruh negeri.

"Nampaknya beberapa ratus warga sipil tewas paling tidak dalam dua insiden terpisah dan juga banyak yang lainnya mungkin tewas dalam pertempuran langsung antar milisi bersenjata," kata juru bicara PBB Martin Nesirky.

Di Abijan, penduduk dengan cemas menunggu berita tentang kemungkinan berakhirnya era Gbagbo, ketika stasiun televisi pro-Ouattara TCI menayangkan cukilan dari "Downfall", sebuah film tentang hari-hari terakhir Hitler.

Misi Perserikatan Bangsa Bangsa UNOCI mengatakan para penasehat terdekat Gbagbo telah meninggalkannya.

"Beserta segelintir orang, dia diketahui mundur ke dalam bunker bawah tanah kediaman presiden," kata UNOCI dalam sebuah pernyataan.

Dari persembunyiaannya, Gbagbo, yang telah menolak lengser untuk digantikan Ouattara menyusul pemilu November 2010, diberitakan sedang merundingkan kepergiaannya, namun belum menyerah.

"Saya berharap hari ini kami hampir meyakinkan Gbagbo agar menyerahkan kekuasaan dan membiarkan Alassane Ouattara menjalankan" kekuasaan, kata Menteri Luar Negeri Prancis Alain Juppe.


Obama Tuntut Lengser

Presiden AS Barack Obama mendesak Gbagbo yang diperangi supaya segera lengser dan menyatakan dukungan kuat kepada Prancis dan upaya-upaya militer PBB dalam menghadapi kekerasan tersebut.

"Untuk mengakhiri kekerasan serta mencegah pertumpahan darah lebih banyak lagi, mantan presiden Gbagbo harus segera turun, dan menginstruksikan mereka yang berperang atas namanya untuk meletakkan senjata," kata Obama dalam sebuah pernyataan.

Perserikatan Bangsa Bangsa mengatakan lusinan orang diberitakan tewas dalam beberapa hari lalu di Abidjan dan bahwa situasi kemanusiaan di kota tersebut "dramatis".

Pertempuran di Abidjan meningkat sejak Kamis ketika para pejuang Ouattara melancarkan "serangan terakhir" untuk menyingkirkan Gbagbo.

Mereka dibantu helikopter Prancis dan PBB yang menyerang kediaman, barak dan istananya untuk menghancurkan senjata berat, Senin.

Resolusi 1975 Dewan Keamanan PBB yang diadopsi pada 30 Maret memerintahkan sanksi terhadap Gbagbo yang mendesaknya agar pergi dan juga mengatakan pasukan PBB harus melindungi warga sipil dan mencegah penggunaan senjata berat.

Komandan angkatan darat Gbagbo Jenderal Philippe Mangou mengatakan kepada AFP dia telah meminta gencatan senjata.

"Menyusul bombardir pasukan Prancis atas sejumlah posisi kami dan titik-titik strategis tertentu di kota Abidjan, kami sendiri telah menghentikan pertempuran dan telah meminta gencatan senjata kepada jenderal komandan ONUCI (pasukan PBB)," kata Mangou.

Ini akan menjadi alasan bagi "perlindungan terhadap penduduk, pasukan, Garda Republik dalam memastikan keamanan presiden, presiden sendiri dan keluarganya, serta para personil pemerintahan," tambahnya.

Misi PBB tersebut mengatakan pasukannya telah diperintahkan untuk memberi perlindungan bagi pasukan angkatan darat Gbagbo yang telah meletakkan senjata.

Menteri Luar Negeri Gbagbo Alcide Djedje berlindung di kedubes Prancis dan mengatakan bahwa Gbagbo dan keluarganya "diserang" di kediaman kepresidenannya.

Juru bicara Gbagbo mengatakan serangan pasukan PBB dan Prancis di dua kamp militer menewaskan banyak orang, karena tentara tinggal bersama keluarga mereka di pangkalan-pangkalan tersebut.

Gbagbo terpilih pada 2000 dan menunda pemilu yang seharusnya pada 2005 sebelum mengijinkan penyelenggaraannya tahun lalu, hanya untuk menolak keputusan otoritas pemilu bahwa dia kalah dari rival lamanya Ouattara.

Pertempuran berbulan-bulan juga telah mengakibatkan satu juta orang melarikan diri dari rumah mereka di Abidjan dan lainnya, banyak dari mereka menuju negara-negara tentangga, kata badan-badan PBB, yang memperingatkan malapetaka kemanusiaan. (ANT/K004)