Indonesia menduduki peringkat ketiga negara dengan AKI tertinggi
16 November 2021 20:16 WIB
Tangkapan layar Tenaga Ahli Utama Kedeputian II Kantor Staf Kepresidenan Brian Sriprahastuti dalam webinar Perencanaan Kehamilan dan Keluarga Berkualitas untuk Pemenuhan Hak Ibu dan Anak yang diikuti di Jakarta, Selasa (16/11/2021). (ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti)
Jakarta (ANTARA) - Tenaga Ahli Utama Kedeputian II Kantor Staf Kepresidenan Brian Sriprahastuti mengatakan Indonesia saat ini menduduki peringkat ketiga sebagai negara dengan angka kematian ibu (AKI) tertinggi di kawasan negara ASEAN.
“Dibanding negara lain, kita berada di urutan ketiga negara dengan AKI tertinggi dibandingkan negara ASEAN lainnya setelah Myanmar dan Laos,” kata Brian dalam webinar Perencanaan Kehamilan dan Keluarga Berkualitas untuk Pemenuhan Hak Ibu dan Anak yang diikuti di Jakarta, Selasa.
Brian menuturkan, tiga penyebab utama yang terus menaikkan jumlah kasus kematian pada ibu di Indonesia adalah adanya gangguan hipertensi selama masa kehamilan dan persalinan, ibu mengalami pendarahan saat melahirkan dan banyak kematian ibu terjadi dalam 24 jam setelah persalinan.
Baca juga: 50 persen angka kematian ibu disumbang oleh enam provinsi
Penambahan kasus kematian pada ibu semakin diperparah dengan adanya pandemi COVID-19 yang menyebabkan jumlah kematian ibu di tahun 2020 bertambah 418 kasus dibandingkan tahun 2019. Sehingga kematian ibu naik 50 persen di enam provinsi.
Keenam provinsi itu, kata dia, ialah Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten, Sumatera Utara dan Aceh.
“Secara jumlah, memang terlihat ada penambahan sekitar 418 kematian ibu dibandingkan 2019. Padahal dari tahun 2018 ke 2019, itu sudah terjadi penurunan yang cukup banyak,” kata dia.
Menurut Brian tingginya jumlah angka kematian pada ibu, bukanlah permasalahan yang mudah untuk diselesaikan, namun negara sudah mengetahui apa yang harus dilakukan bila ingin mencapai target SDG’s jumlah kematian ibu turun menjadi 70 dari 100.000 kelahiran pertama di tahun 2030.
Dalam hal itu, negara perlu belajar dari negara-negara lain seperti Kamboja, Laos, Vietnam dan Mesir yang bisa menekan angka kematian ibu sebanyak 60 hingga 70 persen melalui penggunaan program Keluarga Berencana (KB), akses layanan pemeriksaan kehamilan yang adil serta adanya perbaikan sistem kesehatan seperti perbaikan gizi pada remaja putri.
Oleh sebab itu, untuk mengatasi permasalahan dalam mensosialisasikan program KB dan memberikan layanan kesehatan reproduksi, dia menjelaskan negara perlu memanfaatkan peran bidan sebagai aktor terdepan yang bisa membantu memberikan penyuluhan pada masyarakat khususnya pada setiap persoalan mengenai ibu dan perempuan.
“Jadi poin yang ingin saya sampaikan adalah bahwa peningkatan penggunaan KB sebetulnya ini sangat jelas dia akan berkontribusi besar pada upaya penurunan kematian ibu,” tegas dia.
Baca juga: RSUD Banyumas luncurkan "Junek" untuk menurunkan AKI/AKB
“Dibanding negara lain, kita berada di urutan ketiga negara dengan AKI tertinggi dibandingkan negara ASEAN lainnya setelah Myanmar dan Laos,” kata Brian dalam webinar Perencanaan Kehamilan dan Keluarga Berkualitas untuk Pemenuhan Hak Ibu dan Anak yang diikuti di Jakarta, Selasa.
Brian menuturkan, tiga penyebab utama yang terus menaikkan jumlah kasus kematian pada ibu di Indonesia adalah adanya gangguan hipertensi selama masa kehamilan dan persalinan, ibu mengalami pendarahan saat melahirkan dan banyak kematian ibu terjadi dalam 24 jam setelah persalinan.
Baca juga: 50 persen angka kematian ibu disumbang oleh enam provinsi
Penambahan kasus kematian pada ibu semakin diperparah dengan adanya pandemi COVID-19 yang menyebabkan jumlah kematian ibu di tahun 2020 bertambah 418 kasus dibandingkan tahun 2019. Sehingga kematian ibu naik 50 persen di enam provinsi.
Keenam provinsi itu, kata dia, ialah Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten, Sumatera Utara dan Aceh.
“Secara jumlah, memang terlihat ada penambahan sekitar 418 kematian ibu dibandingkan 2019. Padahal dari tahun 2018 ke 2019, itu sudah terjadi penurunan yang cukup banyak,” kata dia.
Menurut Brian tingginya jumlah angka kematian pada ibu, bukanlah permasalahan yang mudah untuk diselesaikan, namun negara sudah mengetahui apa yang harus dilakukan bila ingin mencapai target SDG’s jumlah kematian ibu turun menjadi 70 dari 100.000 kelahiran pertama di tahun 2030.
Dalam hal itu, negara perlu belajar dari negara-negara lain seperti Kamboja, Laos, Vietnam dan Mesir yang bisa menekan angka kematian ibu sebanyak 60 hingga 70 persen melalui penggunaan program Keluarga Berencana (KB), akses layanan pemeriksaan kehamilan yang adil serta adanya perbaikan sistem kesehatan seperti perbaikan gizi pada remaja putri.
Oleh sebab itu, untuk mengatasi permasalahan dalam mensosialisasikan program KB dan memberikan layanan kesehatan reproduksi, dia menjelaskan negara perlu memanfaatkan peran bidan sebagai aktor terdepan yang bisa membantu memberikan penyuluhan pada masyarakat khususnya pada setiap persoalan mengenai ibu dan perempuan.
“Jadi poin yang ingin saya sampaikan adalah bahwa peningkatan penggunaan KB sebetulnya ini sangat jelas dia akan berkontribusi besar pada upaya penurunan kematian ibu,” tegas dia.
Baca juga: RSUD Banyumas luncurkan "Junek" untuk menurunkan AKI/AKB
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021
Tags: