Mamuju (ANTARA News) - Pembangunan PLTA Karama di Kecamatan Bonehau Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat, diminta untuk segera dihentikan, karena akan berdampak pada kerusakan lingkungan akibat diduga tidak memiliki dokumen analisis mengenai dampak lingkungan.

Direktur Eksekutif Lembaga Investigasi Konflik Agraria dan Hak Azasi Manusia (Likaham) Sulbar, Syarifuddin AS, di Mamuju, Minggu, mengatakan, PLTA Karama Kecamatan Bonehau yang akan dibangun dengan daya sekitar 600 megawatt oleh Investor China diduga tidak memiliki analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal).

Karena kata dia, investor China yang akan membangun PLTA Karama dengan anggaran sekitar Rp12 triliun melalui persetujuan Pemerintah Provinsi Sulbar, belum pernah melakukan sosialisasi Amdal proyek PLTA mega raksasa yang akan dibangunnya itu, kepada masyarakat dan pemerintah di Kecamatan Bonehau.

"Sejumlah stakeholder di Kecamatan Bonehau mengakui belum pernah mengikuti sosialisasi Amdal yang dilaksanakan pemerintah di Sulbar maupun investor China, mengenai dampak kerusakan lingkungan yang akan ditimbulkan dari proyek PLTA tersebut," katanya.

Oleh karena itu ia meminta pembangunan tersebut harus dihentikan pembangunannya sebelum dokumen Amdal proyek tersebut disosialisasikan kepada masyarakat, jangan sampai proyek tersebut dilaksanakan tanpa adanya dokumen Amdal.

"Kalau proyek itu dilaksanakan tanpa Amdal maka masyarakat akan menjadi korban karena akan menjadi korban dampak lingkungan dari proyek tersebut,"katanya.

Ia meminta pemerintah di Sulbar jangan hanya menuruti keinginan investor China tersebut untuk menanamkan investasi dengan mengesampingkan masyarakat yang ada di Sulbar, pembangunan itu penting tapi jangan sampai merugikan masyarakat.

Menurut dia, salah satu bentuk dampak lingkungan yang akan ditimbulkan dari proyek PLTA Karama adalah sekitar 9000 jiwa masyarakat di Kecamatan Bonehau yang bermukim disekitar sungai Karama, akan direlokasi, hal itu sudah disampaikan Gubernur Sulbar, Anwar Adnan Saleh.

"Akan direlokasinya masyarakat Kecamatan Bonehau, dari tempat mereka hidup selama bertahun tahun, menyimpulkan Amdal dari proyek PLTA Karama benar benar tidak ada, kalau memang investor China dan pemprov Sulbar mengklaim Amdal PLTA Karama telah memiliki Amdal maka mestinya niat untuk menggusur masyarakat dari pemukimannya tidak serta merta disampaikan kepada masyarakat untuk membangun PLTA tersebut," katanya.

Karena kata dia, untuk merelokasi masyarakat butuh mengkaji dampak ekonomi sosial budaya masyarakat lebih mendalam, karena masyarakat Kecamatan Bonehau adalah masyarakat adat yang memiliki budaya kehidupan sosial ekonomi yang sudah ada.

"Memindahkan masyarakat di Kecamatan Bonehau bukan solusi terbaik bagi masyarakat karena akan membuat masyarakat kehilangan kearifan lokalnya, kalau itu dipaksakan pemerintah di Sulbar karena adanya keinginan investor China maka pemerintah di Sulbar akan melanggar hak azasi manusia," katanya. (MFH/K004)