KPK serahkan memori banding terdakwa korupsi proyek jalan di Bengkalis
15 November 2021 12:56 WIB
Terdakwa kasus dugaan korupsi proyek peningkatan jalan di Kabupaten Bengkalis, Riau tahun anggaran 2013-2015 Melia Boentaran usai menjalani sidang lanjutan secara virtual di gedung KPK, Jakarta, Senin (11/10/2021). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc.
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyerahkan memori banding atas vonis dua terdakwa perkara korupsi pada proyek "multiyears" peningkatan Jalan Lingkar Bukit Batu-Siak Kecil, Kabupaten Bengkalis, Riau Tahun Anggaran 2013-2015.
Dua terdakwa, yaitu Komisaris PT Arta Niaga Nusantara (ANN) Handoko Setiono dan Direktur PT ANN Melia Boentaran.
"Tim jaksa telah menyerahkan memori banding atas nama terdakwa Melia Boentaran dan kawan-kawan pada Jumat (13/11) melalui Panitera Pengadilan Tipikor Pekanbaru," kata Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Ipi mengatakan alasan pengajuan upaya hukum banding tersebut dikarenakan ada beberapa pertimbangan Majelis Hakim yang belum mengakomodir tuntutan dari tim jaksa.
Baca juga: Firli Bahuri: Brimob garda terdepan lindungi keselamatan punggawa KPK
"Antara lain terkait dengan masa pidana badan, nilai kerugian keuangan negara, dan juga uang pengganti yang dibebankan kepada para terdakwa. Uraian lengkapnya telah termuat dalam memori banding," ungkap Ipi.
KPK mengharapkan Majelis Hakim pada Pengadilan Tinggi Tipikor Pekanbaru mengabulkan seluruh isi dalam memori banding tim jaksa.
Adapun kerugian negara akibat korupsi proyek tersebut sebesar Rp114.594.000.180 sebagaimana hasil audit yang dilakukan tim Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Dikutip dari laman https://sipp.pn-pekanbaru.go.id, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Selasa (19/10) telah menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Melia Boentaran selama 4 tahun dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Selain itu, terhadap Melia Boentaran juga dihukum untuk membayar uang pengganti sebesar Rp10.504.483.239.
Sedangkan Handoko Setiono dijatuhi pidana penjara selama 2 tahun dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Putusan itu lebih rendah dari tuntutan JPU KPK yang meminta Majelis Hakim agar menghukum Melia Boentaran dan Handoko Setiono masing-masing pidana penjara selama 8 tahun dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Sebelumnya, KPK telah menahan keduanya pada 5 Februari 2021 pasca ditetapkan dan diumumkan sebagai tersangka pada Januari 2020.
Handoko Setiono diduga berperan aktif selama proses lelang untuk memenangkan PT ANN, padahal sejak awal lelang dibuka PT ANN telah dinyatakan gugur ditahap prakualifikasi.
Namun, dengan dilakukannya rekayasa bersama dengan beberapa pihak di Dinas PUPR Kabupaten Bengkalis berbagai dokumen lelang fiktif sehingga PT ANN dinyatakan sebagai pemenang tender pekerjaan.
Melia Boentaran juga diduga aktif melakukan berbagai pertemuan dan memberikan sejumlah uang kepada beberapa pejabat di Dinas PUPR Kabupaten Bengkalis agar bisa dimenangkan dalam proyek tersebut.
Baca juga: KPK panggil Rita Widyasari terkait kasus Azis Syamsuddin
Baca juga: KPK tegaskan tak perlu takut OTT selama jaga integritas
Dua terdakwa, yaitu Komisaris PT Arta Niaga Nusantara (ANN) Handoko Setiono dan Direktur PT ANN Melia Boentaran.
"Tim jaksa telah menyerahkan memori banding atas nama terdakwa Melia Boentaran dan kawan-kawan pada Jumat (13/11) melalui Panitera Pengadilan Tipikor Pekanbaru," kata Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Ipi mengatakan alasan pengajuan upaya hukum banding tersebut dikarenakan ada beberapa pertimbangan Majelis Hakim yang belum mengakomodir tuntutan dari tim jaksa.
Baca juga: Firli Bahuri: Brimob garda terdepan lindungi keselamatan punggawa KPK
"Antara lain terkait dengan masa pidana badan, nilai kerugian keuangan negara, dan juga uang pengganti yang dibebankan kepada para terdakwa. Uraian lengkapnya telah termuat dalam memori banding," ungkap Ipi.
KPK mengharapkan Majelis Hakim pada Pengadilan Tinggi Tipikor Pekanbaru mengabulkan seluruh isi dalam memori banding tim jaksa.
Adapun kerugian negara akibat korupsi proyek tersebut sebesar Rp114.594.000.180 sebagaimana hasil audit yang dilakukan tim Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Dikutip dari laman https://sipp.pn-pekanbaru.go.id, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Selasa (19/10) telah menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Melia Boentaran selama 4 tahun dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Selain itu, terhadap Melia Boentaran juga dihukum untuk membayar uang pengganti sebesar Rp10.504.483.239.
Sedangkan Handoko Setiono dijatuhi pidana penjara selama 2 tahun dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Putusan itu lebih rendah dari tuntutan JPU KPK yang meminta Majelis Hakim agar menghukum Melia Boentaran dan Handoko Setiono masing-masing pidana penjara selama 8 tahun dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Sebelumnya, KPK telah menahan keduanya pada 5 Februari 2021 pasca ditetapkan dan diumumkan sebagai tersangka pada Januari 2020.
Handoko Setiono diduga berperan aktif selama proses lelang untuk memenangkan PT ANN, padahal sejak awal lelang dibuka PT ANN telah dinyatakan gugur ditahap prakualifikasi.
Namun, dengan dilakukannya rekayasa bersama dengan beberapa pihak di Dinas PUPR Kabupaten Bengkalis berbagai dokumen lelang fiktif sehingga PT ANN dinyatakan sebagai pemenang tender pekerjaan.
Melia Boentaran juga diduga aktif melakukan berbagai pertemuan dan memberikan sejumlah uang kepada beberapa pejabat di Dinas PUPR Kabupaten Bengkalis agar bisa dimenangkan dalam proyek tersebut.
Baca juga: KPK panggil Rita Widyasari terkait kasus Azis Syamsuddin
Baca juga: KPK tegaskan tak perlu takut OTT selama jaga integritas
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2021
Tags: