Akademikus: Warganet harus mendapat perlindungan dari negara
14 November 2021 10:31 WIB
Hasil tangkapan layar - Dosen Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara Ade Adhari menyampaikan paparannya dalam seminar bertajuk “The Power of Warganet: Pengaruhnya Terhadap Penanganan Perkara oleh Aparat Penegak Hukum” yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube KSHI FH UNDIP, dan dipantau dari Jakarta, Minggu (14/11/2021). ANTARA/Putu Indah Savitri.
Jakarta (ANTARA) - Dosen Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara Ade Adhari mengatakan bahwa para warganet yang menyampaikan aspirasi dan pandangan di dunia internet harus memperoleh perlindungan dari negara sebagai bentuk pelaksanaan prinsip demokrasi.
"Negara kita adalah negara demokrasi, dan menyampaikan argumentasi atau menyampaikan pendapat di dunia maya merupakan bagian dari pelaksanaan prinsip demokrasi," kata Ade Adhari dalam seminar bertajuk "The Power of Warganet: Pengaruhnya Terhadap Penanganan Perkara oleh Aparat Penegak Hukum" yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube KSHI FH UNDIP, dan dipantau dari Jakarta, Minggu.
Direktur Eksekutif Diponegoro Center for Criminal Law ini juga menekankan bahwa demonstrasi yang dilakukan oleh warganet di dunia internet harus dipandang sebagai social movement atau pergerakan sosial oleh pemerintah dan aparat penegak hukum, dan bukan dipandang sebagai kegiatan yang mengancam kekuasaan.
“(Protes di media sosial, red.) menandakan bahwa masyarakat itu bergerak, menandakan bahwa masyarakat itu tidak tinggal diam dan masyarakat mulai cerdas dalam konteks melihat situasi dan menilai situasi," papar dia.
Oleh karena itu, menurut Ade, pemerintah tidak seharusnya menetapkan peraturan yang menjerat para warganet ketika ketika menyuarakan petisi atau tagar terkait dengan isu-isu tertentu. Kebebasan para warganet dalam menyampaikan pandangan merupakan salah satu indikator dari baik maupun buruknya penerapan prinsip demokrasi di Indonesia.
Baca juga: Komentar warganet tak buat Ayu Ting Ting sakit kepala
Baca juga: MPR ajak warganet jaga semangat Bhinneka Tunggal Ika
Ade mengutip pernyataan dari Pakar Penelitian Sosial William Lawrence Neuman yang mengatakan bahwa ketika suatu warga negara bertindak atau bergerak, maka gerakan yang dilakukan oleh warga negara tersebut memiliki suatu alasan di belakangnya. Tugas negara, tutur Ade, merupakan menggali lebih dalam apa yang menjadi permasalahan dan penyebab warganet menyampaikan protes.
"(Daripada membatasi, red.), tagar dan petisi itu harus ditelusuri oleh negara untuk mencari tahu apa yang mau dikatakan oleh warga negara, bukan membelenggu petisi atau tagar dengan cara menjerat berbagai warganet. Itu (mencari tahu, red.) yang penting,” ucap dia.
Dengan demikian, untuk memfasilitasi penegakan prinsip demokrasi di Indonesia, negara seharusnya dapat memberikan perlindungan kepada warganet yang menyampaikan argumentasi di dunia maya sebagai bentuk dari pergerakan sosial.
"Saat ini, aspirasi bukan hanya disampaikan oleh warga di depan gedung DPR, tetapi juga disampaikan di dunia internet," ujar Ade.
Baca juga: Kominfo ajak kolaborasi multipihak lindungi warganet
"Negara kita adalah negara demokrasi, dan menyampaikan argumentasi atau menyampaikan pendapat di dunia maya merupakan bagian dari pelaksanaan prinsip demokrasi," kata Ade Adhari dalam seminar bertajuk "The Power of Warganet: Pengaruhnya Terhadap Penanganan Perkara oleh Aparat Penegak Hukum" yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube KSHI FH UNDIP, dan dipantau dari Jakarta, Minggu.
Direktur Eksekutif Diponegoro Center for Criminal Law ini juga menekankan bahwa demonstrasi yang dilakukan oleh warganet di dunia internet harus dipandang sebagai social movement atau pergerakan sosial oleh pemerintah dan aparat penegak hukum, dan bukan dipandang sebagai kegiatan yang mengancam kekuasaan.
“(Protes di media sosial, red.) menandakan bahwa masyarakat itu bergerak, menandakan bahwa masyarakat itu tidak tinggal diam dan masyarakat mulai cerdas dalam konteks melihat situasi dan menilai situasi," papar dia.
Oleh karena itu, menurut Ade, pemerintah tidak seharusnya menetapkan peraturan yang menjerat para warganet ketika ketika menyuarakan petisi atau tagar terkait dengan isu-isu tertentu. Kebebasan para warganet dalam menyampaikan pandangan merupakan salah satu indikator dari baik maupun buruknya penerapan prinsip demokrasi di Indonesia.
Baca juga: Komentar warganet tak buat Ayu Ting Ting sakit kepala
Baca juga: MPR ajak warganet jaga semangat Bhinneka Tunggal Ika
Ade mengutip pernyataan dari Pakar Penelitian Sosial William Lawrence Neuman yang mengatakan bahwa ketika suatu warga negara bertindak atau bergerak, maka gerakan yang dilakukan oleh warga negara tersebut memiliki suatu alasan di belakangnya. Tugas negara, tutur Ade, merupakan menggali lebih dalam apa yang menjadi permasalahan dan penyebab warganet menyampaikan protes.
"(Daripada membatasi, red.), tagar dan petisi itu harus ditelusuri oleh negara untuk mencari tahu apa yang mau dikatakan oleh warga negara, bukan membelenggu petisi atau tagar dengan cara menjerat berbagai warganet. Itu (mencari tahu, red.) yang penting,” ucap dia.
Dengan demikian, untuk memfasilitasi penegakan prinsip demokrasi di Indonesia, negara seharusnya dapat memberikan perlindungan kepada warganet yang menyampaikan argumentasi di dunia maya sebagai bentuk dari pergerakan sosial.
"Saat ini, aspirasi bukan hanya disampaikan oleh warga di depan gedung DPR, tetapi juga disampaikan di dunia internet," ujar Ade.
Baca juga: Kominfo ajak kolaborasi multipihak lindungi warganet
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021
Tags: