Jakarta (ANTARA News) - Satu layar drama politik Senayan belum tertutup. Pelakonnya, dua anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Lily Chadidjah Wahid dan Effendy Choirie yang berseteru dengan Partai Kebangkitan Bangsa. "Mbalelo"?

Kini, dua pihak saling berhadapan. Jalan ceritanya, DPP PKB telah melayangkan surat pengajuan pergantian antarwaktu terhadap Lily dan Effendy pada pimpinan DPR. Di mata Lily dan Effendy, keputusan DPP itu dinilai tidak beralasan dan dibobot sebagai sepihak.

"Kalau saya melanggar aturan perundangan, saya menghormati sikap partai yang akan memberhentikan saya. Tapi kalau tidak ada kesalahan kemudian dicari-cari kesalahan, hal itu tidak boleh dilakukan," kata Lily dalam suatu kesempatan.

Lily mengangkat argumentasi. Ia merasa tidak melakukan kesalahan apapun, sehingga layak diberikan sanksi oleh partai dengan melakukan pergantian antarwaktu (PAW) atas dirinya.

Pernyataan serupa juga disampaikan Effendy. Ia mempertanyakan alasan partainya menarik dirinya dari DPR, "kalau DPP PKB ingin memberhentikan, saya siap diberhentikan. Namun, DPP PKB harus menjelaskan, kalau saya tidak melanggar aturan perundangan," ujarnya.

DPP PKB memiliki pandangan berbeda. Lily dan Effendy dianggap `bersalah` karena berbeda sikap dengan fraksinya pada usulan hak angket pajak. Selain itu, keduanya juga dinilai melanggar garis kebijakan partai.

Fraksi PKB telah memberikan peringatan pada kedua politisi tersebut untuk patuh pada garis kebijakan partai dan tidak lagi mengulangi kesalahannya.

Tidak tinggal diam, Lily dan Effendy melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas keputusan partainya yang dianggap tidak adil dan tidak sesuai prosedur. Keduanya mendaftarkan gugatan pada Rabu (16/3).

Gugatan terhadap DPP PKB ini mendapat tanggapan dari Sekjen DPP Imam Nahrawi. Ia menyarankan agar Lily dan Effendy tidak menggugat keputusan penarikan mereka dari DPR karena pasti akan kalah di pengadilan.

"Sebaiknya mereka tidak menggugat karena pasti kalah," katanya.

Menurut dia, DPP PKB memiliki bukti yang cukup kuat untuk mematahkan gugatan Lily dan Effendy, termasuk dokumen tentang persyaratan kesediaan anggota legislatif untuk dikenakan PAW.

Selain itu, kata Imam, pihaknya juga memiliki catatan mengenai berbagai pelanggaran yang dilakukan keduanya. Keputusan PAW bagi keduanya, lanjutnya, merupakan akumulasi dari sejumlah pelanggaran yang mereka lakukan

Lily Wahid, misalnya, tercatat telah sepuluh kali melakukan tindakan yang merugikan PKB, antara lain pernah menggugat keabsahan Muktamar Luar Biasa PKB di Ancol dan menggugat legalitas DPP PKB padahal saat itu ia berstatus Wakil Ketua Dewan Syura DPP PKB.

Lily, kata Imam, juga pernah mengeluarkan pernyataan agar PKB bergabung dengan PDIP, padahal saat itu PKB sedang berupaya keras melakukan konsolidasi.

Aturan PAW

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD RI (MD3), pasal 213 mengatur anggota DPR berhenti antarwaktu karena meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan.

Anggota DPR yang berhenti antarwaktu karena diberhentikan, apabila dalam kondisi tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai anggota DPR selama tiga bulan berturut-turt tanpa keterangan apapun, melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPR, atau dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.

Selain itu, tidak menghadiri rapat paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan DPR yang menjadi tugas dan kewajibannya sebanyak enam kali berturut-turut tanpa alasan yang sah, diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD, melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam UU, diberhentikan sebagai anggota partai politik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, atau menjadi anggota partai politik lain.

Pemberhentian anggota DPR atas usulan partai politik diusulkan oleh partai politik kepada pimpinan DPR dengan tembusan kepada Presiden.

Sesuai UU, anggota DPR yang berhenti antarwaktu digantikan oleh calon anggota DPR yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dalam daftar peringkat perolehan suara dari partai politik yang sama pada daerah pemilihan yang sama.

KPU wajib menyampaikan nama calon pengganti antarwaktu kepada pimpinan DPR paling lambat lima hari sejak diterimanya surat pimpinan DPR.

Anggota KPU Endang Sulastri mengatakan pada prinsipnya KPU hanya memiliki kewenangan untuk melakukan verifikasi terhadap calon pengganti dari Lily dan Effendy.

"Tugas kami melakukan verifikasi calon pengganti. Soal penggantian dan pemberhentian itu menjadi kewenangan DPR, KPU tidak punya kewenangan untuk ikut campur," katanya.

Endang mengatakan, KPU telah mengirimkan surat ke DPR tentang hasil verifikasi tersebut. Namun dalam surat tersebut, KPU juga menerangkan bahwa Lily Wahid dan Effendy Choirie sedang mengajukan gugatan terkait dengan keputusan pemberhentian keduanya.

"Dalam surat itu kami sampaikan kalau yang bersangkutan (Lily dan Effendy -red) melakukan gugatan," katanya.

Sementara itu, pimpinan DPR RI belum menindaklanjuti surat yang diajukan DPP PKB mengenai PAW terhadap Lily Wahid dan Effendy Choirie.

Ketua DPR RI Marzuki Alie kepada pers di Gedung DPR/MPR mengemukakan pihaknya masih menunda proses PAW terhadap Lily dan Gus Choi karena masih adanya perbedaan pengertian antara UU tentang Partai Politik dengan UU tentang MD3.

"Kedua UU itu tidak `nyambung`. Ini harus direvisi terlebih dahulu agar terjadi sinkron," katanya.

UU MD3 menggariskan bahwa wewenang melakukan PAW anggota parlemen sepenuhnya kewenangan DPP parpol bersangkutan dan pimpinan DPR sebatas memberikan pengesahan serta menindaklanjutinya ke KPU.

Selanjutnya DPP parpol tinggal menyampaikan pemberitahuan kepada Presiden selaku kepala negara.

UU Parpol membuka peluang penyelesaian perkara partai politik melalui Pengadilan Negeri. Lily Wahid dan Gus Choi mengajukan gugatan hukum ke Pengadilan Negeri atas keputusan DPP PKB mencopot keduanya dari DPR.

Karena itu, kata Marzuki, pimpinan DPR masih akan menunggu keputusan hukum terlebih dahulu. Pimpinan DPR mengambil jalan tengah dengan menunda proses terhadap usulan DPP PKB. "Kita menunda karena menunggu keputusan hukum," kata Marzuki.

Ini drama dua politisi Senayan yang tidak lagi beroleh nama. Karena lakon politik bagaikan buku tanpa nama pengarang.
(*)