Jakarta (ANTARA) - Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI bersama Universitas Pertamina menandatangani nota kesepahaman (MoU) untuk asosiasi mitigasi risiko atau perjanjian kerja sama pentahelix ‘Pendirian Asosiasi Certified Mitigation in Procurement’.

Dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat, perjanjian kerja sama tersebut, ditandatangani oleh Setjen DPR RI mewakili unsur Pemerintah, Universitas Pertamina, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, dan Universitas Bhayangkara Jakarta Raya mewakili unsur pendidikan.

Selanjutnya PT Jakarta Industrial Estate Pulogadung mewakili unsur industri, Lembaga Certified Mitigation In Procurement mewakili unsur komunitas serta Harian Ekonomi Neraca mewakili unsur media.

Sekjen DPR RI Indra Iskandar mengatakan pendirian asosiasi dan lembaga pelatihan itu bertujuan memitigasi risiko perusahaan khususnya dalam proses pengadaan barang dan jasa.

“Karena mahasiswa merupakan calon angkatan kerja, pendirian asosiasi ini diharapkan dapat membekali mereka dengan kemampuan mitigasi risiko atas penyimpangan pengadaan barang dan jasa di masa depan,” kata Indra.

Rektor Universitas Pertamina I Gusti Nyoman Wiratmaja Puja menyampaikan bahwa kerja sama pentahelix ini juga akan berpotensi menghasilkan penelitian, pengkajian, dan pengembangan keilmuan di bidang barang dan jasa yang sesuai dengan perkembangan dunia usaha dan dunia industri (DUDI).

Asosiasi juga akan secara rutin melakukan pendidikan dan pelatihan, serta penyelenggaraan sertifikasi di bidang pengadaan barang dan jasa.

“Sertifikasi tersebut bisa dijadikan sebagai pelengkap ijazah yang tentunya akan memberikan nilai tambah bagi mahasiswa. Selain itu, bagi Universitas Pertamina, kerja sama ini juga memberi peluang untuk kerja sama dengan para pihak di bidang lainnya,” ujar Wiratmaja.

Dewi Hanggraeni selaku ahli manajemen risiko sekaligus Dekan Fakultas Ekonomi & Bisnis dan Fakultas Komunikasi dan Diplomasi Universitas Pertamina menekankan nilai strategis pembentukan asosiasi dan lembaga pelatihan mitigasi risiko.

Dewi menjelaskan risiko akibat pengadaan barang dan jasa sangat penting, karena dapat menjadi risiko reputasi, risiko hukum, dan risiko litigasi. Oleh karena itu, risiko akibat penyimpangan atas pengadaan barang dan jasa ini sangat krusial, tak hanya bagi entitas profit maupun non profit organization, tapi juga bagi pejabat pembuat komitmen, masyarakat, termasuk mahasiswa sebagai penerus pemimpin masa depan agar dapat mengidentifikasi dan memitigasi risikonya.

Menurut Dewi, dalam melakukan aktivitas bisnis, perlu dimitigasi berbagai potensi risiko, termasuk future business risks, seperti risiko iklim, pandemi, political change, social change, technological change, dan risiko-risiko lainnya.

"Risiko akibat pandemi ini sebetulnya sudah diprediksi para pakar risiko belasan tahun yang lalu. Hanya pada saat itu belum terjadi, sehingga belum menjadi prioritas," ujar Dewi.

Hasil survei yang dilakukan Center for Risk Management and Sustainability sejak tahun 2017 hingga 2019, menunjukkan bahwa perusahaan di Indonesia masih belum menganggap risiko penyakit menular sebagai fokus perusahaan. Padahal dari survei yang dilakukan Kemenaker dan INDEF menunjukkan 88 persen perusahaan merugi akibat pandemi. UMKM bahkan mengalami penurunan permintaan, produksi, dan keuntungan, hingga 90 persen.
Baca juga: Universitas Pertamina kembangkan purwarupa pengolahan limbah tekstil
Baca juga: Universitas Pertamina luncurkan platform penelitian dan pengembangan