Alissa Wahid: Permendikbud PPKS jawab penyelesaian kasus dari kampus
12 November 2021 23:38 WIB
Tangkapan layar - Sekretaris Umum Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (NU) Allisa Wahid bersama Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim dalam diskusi panel di peluncuran Merdeka Belajar episode 14: Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual secara daring di Jakarta, Jumat (12/11/2021). ANTARA/Devi Nindy.
Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Umum Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama Allisa Wahid mengatakan Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nomor 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi, menjawab penyelesaian kasus dari kampus.
Alissa meyakini ada banyak keluarga yang menyimpan luka dan duka karena anaknya tidak mendapat keadilan dan penyelesaian dari kampus terkait kekerasan seksual.
“Permendikbudristek ini bisa menjadi jalan ke arah penyelesaian. Permendikbudristek ini bisa memberikan kesempatan bagi keluarga yang anggotanya mengalami kekerasan seksual untuk menyelesaikan kasus. Permendikbudristek ini juga bisa mencegah kejadian kekerasan seksual selanjutnya,” ujar Alissa dalam peluncuran Merdeka Belajar episode 14: Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual secara daring di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Nadiem sebut pihaknya tidak pernah mendukung seks bebas
Alissa menyatakan menyambut baik Permendikbudristek PPKS, karena menjawab kondisi yang menurutnya sudah penting dan genting. Menurut Alissa, kekerasan seksual yang dialami seseorang, dampaknya akan diterima juga oleh keluarga orang tersebut.
Memberikan konteks keluarga dalam Nahdlatul Ulama, Alissa menyampaikan bila anggota keluarga yang mengalami ketidakadilan seperti kekerasan seksual akan sulit meyakini bahwa dunia ini adil.
Baca juga: Permendikbudristek rinci bentuk dan sanksi kekerasan seksual
“Korban tidak mungkin mendapat keadilan dan haknya untuk mendapatkan penyelesaian persoalan. Bagaimana kemudian keluarga itu menciptakan kehidupan yang membawa maslahat?” ujar dia.
Menutup dengan kutipan dari Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) bahwa ‘perdamaian tanpa keadilan hanyalah ilusi’, Alissa menggarisbawahi pernyataannya.
Baca juga: Peneliti: Aturan PPKS tidak sebut pelegalan hubungan suka sama suka
“Ketika seorang korban ketidakadilan, dalam hal ini korban kekerasan seksual yang dilakukan di bawah relasi kuasa tidak bisa mendapatkan keadilannya, perdamaian di universitas hanyalah ilusi,” ujar dia.
Sebelumnya, Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim mengatakan Peraturan Mendikbudristek Nomor 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan Perguruan Tinggi (Permendikbudristek PPKS) merupakan solusi berbagai kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkup perguruan tinggi.
Baca juga: Alissa Wahid: Indonesia ada karena keberagaman
"Permendikbudristek PPKS ini adalah jawaban dari kegelisahan banyak pihak, mulai dari orang tua, pendidik dan tenaga kependidikan, serta mahasiswa dan mahasiswi di seluruh Indonesia,” ujar Nadiem.
Terbitnya peraturan menteri itu bertujuan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran warga kampus melalui edukasi tentang kekerasan seksual sebagai upaya pencegahan, mewujudkan dan menguatkan sistem penanganan kekerasan seksual yang berpihak pada korban, dan membentuk lingkungan perguruan tinggi yang aman bagi seluruh sivitas akademika dan tenaga kependidikan untuk belajar dan mengaktualisasikan diri.
Baca juga: Alissa Wahid: Tujuan ke-16 SDGs masih jadi pekerjaan global
Alissa meyakini ada banyak keluarga yang menyimpan luka dan duka karena anaknya tidak mendapat keadilan dan penyelesaian dari kampus terkait kekerasan seksual.
“Permendikbudristek ini bisa menjadi jalan ke arah penyelesaian. Permendikbudristek ini bisa memberikan kesempatan bagi keluarga yang anggotanya mengalami kekerasan seksual untuk menyelesaikan kasus. Permendikbudristek ini juga bisa mencegah kejadian kekerasan seksual selanjutnya,” ujar Alissa dalam peluncuran Merdeka Belajar episode 14: Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual secara daring di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Nadiem sebut pihaknya tidak pernah mendukung seks bebas
Alissa menyatakan menyambut baik Permendikbudristek PPKS, karena menjawab kondisi yang menurutnya sudah penting dan genting. Menurut Alissa, kekerasan seksual yang dialami seseorang, dampaknya akan diterima juga oleh keluarga orang tersebut.
Memberikan konteks keluarga dalam Nahdlatul Ulama, Alissa menyampaikan bila anggota keluarga yang mengalami ketidakadilan seperti kekerasan seksual akan sulit meyakini bahwa dunia ini adil.
Baca juga: Permendikbudristek rinci bentuk dan sanksi kekerasan seksual
“Korban tidak mungkin mendapat keadilan dan haknya untuk mendapatkan penyelesaian persoalan. Bagaimana kemudian keluarga itu menciptakan kehidupan yang membawa maslahat?” ujar dia.
Menutup dengan kutipan dari Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) bahwa ‘perdamaian tanpa keadilan hanyalah ilusi’, Alissa menggarisbawahi pernyataannya.
Baca juga: Peneliti: Aturan PPKS tidak sebut pelegalan hubungan suka sama suka
“Ketika seorang korban ketidakadilan, dalam hal ini korban kekerasan seksual yang dilakukan di bawah relasi kuasa tidak bisa mendapatkan keadilannya, perdamaian di universitas hanyalah ilusi,” ujar dia.
Sebelumnya, Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim mengatakan Peraturan Mendikbudristek Nomor 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan Perguruan Tinggi (Permendikbudristek PPKS) merupakan solusi berbagai kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkup perguruan tinggi.
Baca juga: Alissa Wahid: Indonesia ada karena keberagaman
"Permendikbudristek PPKS ini adalah jawaban dari kegelisahan banyak pihak, mulai dari orang tua, pendidik dan tenaga kependidikan, serta mahasiswa dan mahasiswi di seluruh Indonesia,” ujar Nadiem.
Terbitnya peraturan menteri itu bertujuan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran warga kampus melalui edukasi tentang kekerasan seksual sebagai upaya pencegahan, mewujudkan dan menguatkan sistem penanganan kekerasan seksual yang berpihak pada korban, dan membentuk lingkungan perguruan tinggi yang aman bagi seluruh sivitas akademika dan tenaga kependidikan untuk belajar dan mengaktualisasikan diri.
Baca juga: Alissa Wahid: Tujuan ke-16 SDGs masih jadi pekerjaan global
Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2021
Tags: