Muktamar NU bahas soal kemandirian ekonomi hingga teknologi digital
12 November 2021 16:33 WIB
Ketua Panitia Muktamar Ke-34 NU Imam Aziz (kiri) dan Ketua Steering Committee (SC) Muktamar Ke-34 NU M. Nuh (tengah) saat konferensi pers persiapan Muktamar ke-34 NU. ANTARA/HO-PBNU.
Jakarta (ANTARA) - Muktamar Ke-34 Nahdlatul Ulama (NU) yang berlangsung di Lampung pada 22-25 Desember membahas sejumlah agenda mulai dari kemandirian ekonomi, bonus demografi, hingga teknologi digital.
"Mandiri itu kan berdaulat. Misalnya dari sisi ekonomi dan pengelolaan sumber daya yang ada. Kita sangat kaya tetapi belum berdaulat. Inilah yang harus refleksikan untuk ke depan," ujar Ketua Panitia Muktamar Ke-34 NU, Imam Aziz, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.
Ia menjelaskan kemandirian warga NU di bidang ekonomi secara umum belum sampai pada cita-cita.
Dengan merujuk pada teori makro-ekonomi, kata dia, kemandirian itu akan berbasis pada beberapa hal, seperti pengetahuan dan intelektual, serta pengembangan sumber daya manusia.
"Saya kira, kita harus rendah hati mengakui bahwa kita belum sampai pada taraf pengetahuan yang cukup untuk dijadikan sebagai landasan," kata dia.
Ia mengatakan basis yang harus dikembangkan NU untuk mencapai kemandirian adalah soal teknologi, khususnya teknologi informasi.
Baca juga: Agenda utama Muktamar NU dipusatkan di Pesantren Darussa'adah Lampung
Ia juga mengakui bahwa NU masih tertinggal terkait dengan hal itu.
"Kita juga masih ketinggalan di situ. Harus direfleksikan, meskipun sekarang sudah mulai banyak, tetapi kan kalau dibandingkan tetangga (tertinggal, red.)," ujarnya.
Ketua Steering Committee (SC) Muktamar Ke-34 NU M. Nuh menjelaskan pembahasan Muktamar Ke-34 NU didasarkan pada beberapa pertimbangan, antara lain bonus demografi yang akan mencapai puncaknya pada 2035.
Kondisi tersebut harus disiapkan mengingat mayoritas di antara 70 persen penduduk Indonesia berusia produktif itu warga NU.
Selain itu, perkembangan teknologi digital yang demikian pesat harus dimanfaatkan NU di dalam pengelolaannya ke depan sebab semua bidang membutuhkan teknologi digital.
Munculnya aliran keagamaan transnasional yang sering mengganggu terhadap prinsip keindonesiaan, kata dia, juga menjadi pertimbangan penting dalam pembahasan muktamar kali ini.
"Kita harus kelola dan sikapi dengan baik," katanya.
Baca juga: Pendaftaran Muktamar NU dilakukan secara daring berbasis NIK
Baca juga: Kubu Said Aqil klaim kantongi dukungan dari mayoritas PCNU
Baca juga: Gus Yahya katakan NU perlu melakukan pembaruan memasuki abad kedua
"Mandiri itu kan berdaulat. Misalnya dari sisi ekonomi dan pengelolaan sumber daya yang ada. Kita sangat kaya tetapi belum berdaulat. Inilah yang harus refleksikan untuk ke depan," ujar Ketua Panitia Muktamar Ke-34 NU, Imam Aziz, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.
Ia menjelaskan kemandirian warga NU di bidang ekonomi secara umum belum sampai pada cita-cita.
Dengan merujuk pada teori makro-ekonomi, kata dia, kemandirian itu akan berbasis pada beberapa hal, seperti pengetahuan dan intelektual, serta pengembangan sumber daya manusia.
"Saya kira, kita harus rendah hati mengakui bahwa kita belum sampai pada taraf pengetahuan yang cukup untuk dijadikan sebagai landasan," kata dia.
Ia mengatakan basis yang harus dikembangkan NU untuk mencapai kemandirian adalah soal teknologi, khususnya teknologi informasi.
Baca juga: Agenda utama Muktamar NU dipusatkan di Pesantren Darussa'adah Lampung
Ia juga mengakui bahwa NU masih tertinggal terkait dengan hal itu.
"Kita juga masih ketinggalan di situ. Harus direfleksikan, meskipun sekarang sudah mulai banyak, tetapi kan kalau dibandingkan tetangga (tertinggal, red.)," ujarnya.
Ketua Steering Committee (SC) Muktamar Ke-34 NU M. Nuh menjelaskan pembahasan Muktamar Ke-34 NU didasarkan pada beberapa pertimbangan, antara lain bonus demografi yang akan mencapai puncaknya pada 2035.
Kondisi tersebut harus disiapkan mengingat mayoritas di antara 70 persen penduduk Indonesia berusia produktif itu warga NU.
Selain itu, perkembangan teknologi digital yang demikian pesat harus dimanfaatkan NU di dalam pengelolaannya ke depan sebab semua bidang membutuhkan teknologi digital.
Munculnya aliran keagamaan transnasional yang sering mengganggu terhadap prinsip keindonesiaan, kata dia, juga menjadi pertimbangan penting dalam pembahasan muktamar kali ini.
"Kita harus kelola dan sikapi dengan baik," katanya.
Baca juga: Pendaftaran Muktamar NU dilakukan secara daring berbasis NIK
Baca juga: Kubu Said Aqil klaim kantongi dukungan dari mayoritas PCNU
Baca juga: Gus Yahya katakan NU perlu melakukan pembaruan memasuki abad kedua
Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2021
Tags: