Pelaku fintech urun dana sebut minat UKM manfaatkan SCF meningkat
12 November 2021 15:41 WIB
Tangkapan layar pendiri sekaligus Chief Financial Officer Bizhare Gatot Adhi Wibowo memberikan paparan dalam gelaran Sharia Investment Week secara daring yang dipantau di Jakarta, Jumat. (ANTARA/Citro Atmoko)
Jakarta (ANTARA) - Pelaku fintech urun dana atau securities crowdfunding (SCF) PT Investasi Digital Nusantara atau dikenal dengan nama platform Bizhare menyebutkan jumlah usaha kecil dan menengah (UKM) yang berminat memanfaatkan SCF sebagai modal kegiatan usaha mereka kini semakin meningkat.
"UKM yang masuk ke kami itu sekarang banyak, ada 5.000-an. Dan total kebutuhan dananya itu Rp10 triliun," kata pendiri sekaligus Chief Financial Officer Bizhare Gatot Adhi Wibowo dalam Sharia Investment Week secara daring yang dipantau di Jakarta, Jumat.
Gatot menyampaikan, dari ribuan UKM tersebut nantinya akan diklasifikasikan berdasarkan kategorinya seperti kuliner, ritel, agrobisnis, dan lainnya. Kemudian, Bizhare selaku penyelenggara SCF akan membantu mempersiapkan prospektus UKM tersebut.
Kemudian, pelaku UKM selaku penerbit efek nantinya akan dipertemukan dan berkenalan langsung dengan calon investor.
"Saat kita undang itu juga kami punya database, ini investor-investor yang biasa invest di minimarket, ini biasa di agrobisnis. Jadi investor bisa berinteraksi langsung, tanya jawab dengan ownernya sehingga investor bisa menilai langsung kapabilitas dari owner dan manajemen. Kalau memang rasanya tidak sesuai atau tidak cocok, ya tidak invest di situ. Jadi tidak hanya publish di website atau di aplikasi saja," ujar Gatot yang juga menjabat sebagai Ketua Komite Syariah Asosiasi Layanan Urun Dana Indonesia (ALUDI) itu.
Begitu pula nanti apabila sudah tercapai kesepakatan dan perusahaan sudah berjalan, pelaku UKM dan investor juga akan tetap bertemu dan berinteraksi untuk membahas bisnis perusahaan.
Sementara terkait bagi hasil, lanjut Gatot, Bizhare yang telah memiliki profil investor akan menjembatani imbal hasil yang diinginkan oleh investor dengan pemilik UKM.
"Memang pada saat menentukan bagi hasil, kita negosiasi ke owner-nya. Kita kan sudah punya profil investor maunya satu tahun dapat berapa. Itu kita komunikasikan dengan si owner-nya. Pak, rata-rata investor kami maunya segini, bapak ridho gak kalau bagi hasilnya misalnya 80:20. Itu kita bahasa dulu di awal sebelum di-publish di website atau aplikasi kami," kata Gatot.
Kendati demikian, Gatot juga mengingatkan bagi para investor bahwa berinvestasi di SCF juga memiliki risiko sebagaimana produk investasi lainnya. Bizhare pun mengingatkan kepada calon investor terkait hal tersebut sejak awal.
"Jadi pada saat kita beli ada disclaimer bahwa setiap bisnis itu ada risiko, bahkan kebangkrutan. Itu tetap kami infokan. Itu untuk saham. Kalau sukuk itu telat bayar atau bahkan tidak terbayar, itu juga ada terjadi seperti itu. Kami preventif benar-benar supaya itu tidak tejadi," ujar Gatot.
Kepala Divisi Pasar Modal Syariah Bursa Efek Indonesia (BEI) Irwan Abdalloh menambahkan, aturan yang dibuat oleh regulator pasar modal juga menegaskan bahwa untuk menjadi investor SCF juga tidak bisa sembarangan. Regulasi mengharuskan investor sudah memiliki Single Investor Identification atau SID.
"Kalau dari sisi penerbit 'kan yang menanggung itu memang penyelenggara SCF, karena ia yang melakukan analisis, melakukan due dilligence, dia juga bantu jual. Jadi banyak faktor yang berdampak ke penyelenggara SCF dari sisi penebit, makanya dijaga sekali. Tetapi regulasi POJK 57 juga menyorot risiko dari sisi investor," ujar Irwan.
Pasca diterbitkannya POJK Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Umum Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi atau Securities Crowdfunding (SCF), dana yang terhimpun oleh SCF sampai 3 Agustus 2021 meningkat 64 persen year to date (ytd) menjadi Rp313,55 miliar.
Total penyelenggara SCF yang mendapat izin OJK juga telah bertambah menjadi lima pihak. Di samping itu, jumlah penerbit atau pelaku UMKM yang memanfaatkan SCF untuk juga naik 27,1 persen ytd menjadi 164 penerbit. Sementara itu, total pemodal SCF kini telah mencapai 34.525 orang atau meningkat 54,53 persen ytd dari 22.341 pada 30 Desember 2020.
Pelaku UKM bisa memanfaatkan SCF sebagai modal kegiatan usaha mereka. SCF menjadi wadah bagi perusahaan kecil yang sulit mengakses pasar modal karena tidak bisa memenuhi persyaratan di pasar modal. SCF pun bisa menjadi alternatif pembiayaan UMKM.
Saat ini OJK telah memberi izin pada lima platform SCF untuk beroperasi, yakni PT Santana Daya Inspiratama (Santana), PT Investasi Digital Nusantara (Bizhare), PT Crowddana Teknologi Indonusa (Crowddana), PT Namex Teknologi Indonesia (LandX), dan PT Dana Saham Bersama (Dana Saham).
Adapun Sentana memiliki sebanyak 89 pelaku UMKM yang memanfaatkan SCF, Bizhare memiliki 51 UMKM, Crowddana 9 UMKM, dan LandX memiliki 15 UMKM. Sementara itu, Dana Saham masih belum memiliki UMKM yang memanfaat SCF, tetapi sudah ada 37 pemodal yang siap mengumpulkan dana.
Baca juga: OJK rilis aturan perubahan penyelenggaran layanan urun dana
Baca juga: OJK: Pasca diterbitkannya POJK 57, dana himpunan SCF naik 52,1 persen
Baca juga: OJK sosialisasikan "securities crowdfunding" kepada pelaku UMKM
"UKM yang masuk ke kami itu sekarang banyak, ada 5.000-an. Dan total kebutuhan dananya itu Rp10 triliun," kata pendiri sekaligus Chief Financial Officer Bizhare Gatot Adhi Wibowo dalam Sharia Investment Week secara daring yang dipantau di Jakarta, Jumat.
Gatot menyampaikan, dari ribuan UKM tersebut nantinya akan diklasifikasikan berdasarkan kategorinya seperti kuliner, ritel, agrobisnis, dan lainnya. Kemudian, Bizhare selaku penyelenggara SCF akan membantu mempersiapkan prospektus UKM tersebut.
Kemudian, pelaku UKM selaku penerbit efek nantinya akan dipertemukan dan berkenalan langsung dengan calon investor.
"Saat kita undang itu juga kami punya database, ini investor-investor yang biasa invest di minimarket, ini biasa di agrobisnis. Jadi investor bisa berinteraksi langsung, tanya jawab dengan ownernya sehingga investor bisa menilai langsung kapabilitas dari owner dan manajemen. Kalau memang rasanya tidak sesuai atau tidak cocok, ya tidak invest di situ. Jadi tidak hanya publish di website atau di aplikasi saja," ujar Gatot yang juga menjabat sebagai Ketua Komite Syariah Asosiasi Layanan Urun Dana Indonesia (ALUDI) itu.
Begitu pula nanti apabila sudah tercapai kesepakatan dan perusahaan sudah berjalan, pelaku UKM dan investor juga akan tetap bertemu dan berinteraksi untuk membahas bisnis perusahaan.
Sementara terkait bagi hasil, lanjut Gatot, Bizhare yang telah memiliki profil investor akan menjembatani imbal hasil yang diinginkan oleh investor dengan pemilik UKM.
"Memang pada saat menentukan bagi hasil, kita negosiasi ke owner-nya. Kita kan sudah punya profil investor maunya satu tahun dapat berapa. Itu kita komunikasikan dengan si owner-nya. Pak, rata-rata investor kami maunya segini, bapak ridho gak kalau bagi hasilnya misalnya 80:20. Itu kita bahasa dulu di awal sebelum di-publish di website atau aplikasi kami," kata Gatot.
Kendati demikian, Gatot juga mengingatkan bagi para investor bahwa berinvestasi di SCF juga memiliki risiko sebagaimana produk investasi lainnya. Bizhare pun mengingatkan kepada calon investor terkait hal tersebut sejak awal.
"Jadi pada saat kita beli ada disclaimer bahwa setiap bisnis itu ada risiko, bahkan kebangkrutan. Itu tetap kami infokan. Itu untuk saham. Kalau sukuk itu telat bayar atau bahkan tidak terbayar, itu juga ada terjadi seperti itu. Kami preventif benar-benar supaya itu tidak tejadi," ujar Gatot.
Kepala Divisi Pasar Modal Syariah Bursa Efek Indonesia (BEI) Irwan Abdalloh menambahkan, aturan yang dibuat oleh regulator pasar modal juga menegaskan bahwa untuk menjadi investor SCF juga tidak bisa sembarangan. Regulasi mengharuskan investor sudah memiliki Single Investor Identification atau SID.
"Kalau dari sisi penerbit 'kan yang menanggung itu memang penyelenggara SCF, karena ia yang melakukan analisis, melakukan due dilligence, dia juga bantu jual. Jadi banyak faktor yang berdampak ke penyelenggara SCF dari sisi penebit, makanya dijaga sekali. Tetapi regulasi POJK 57 juga menyorot risiko dari sisi investor," ujar Irwan.
Pasca diterbitkannya POJK Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Umum Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi atau Securities Crowdfunding (SCF), dana yang terhimpun oleh SCF sampai 3 Agustus 2021 meningkat 64 persen year to date (ytd) menjadi Rp313,55 miliar.
Total penyelenggara SCF yang mendapat izin OJK juga telah bertambah menjadi lima pihak. Di samping itu, jumlah penerbit atau pelaku UMKM yang memanfaatkan SCF untuk juga naik 27,1 persen ytd menjadi 164 penerbit. Sementara itu, total pemodal SCF kini telah mencapai 34.525 orang atau meningkat 54,53 persen ytd dari 22.341 pada 30 Desember 2020.
Pelaku UKM bisa memanfaatkan SCF sebagai modal kegiatan usaha mereka. SCF menjadi wadah bagi perusahaan kecil yang sulit mengakses pasar modal karena tidak bisa memenuhi persyaratan di pasar modal. SCF pun bisa menjadi alternatif pembiayaan UMKM.
Saat ini OJK telah memberi izin pada lima platform SCF untuk beroperasi, yakni PT Santana Daya Inspiratama (Santana), PT Investasi Digital Nusantara (Bizhare), PT Crowddana Teknologi Indonusa (Crowddana), PT Namex Teknologi Indonesia (LandX), dan PT Dana Saham Bersama (Dana Saham).
Adapun Sentana memiliki sebanyak 89 pelaku UMKM yang memanfaatkan SCF, Bizhare memiliki 51 UMKM, Crowddana 9 UMKM, dan LandX memiliki 15 UMKM. Sementara itu, Dana Saham masih belum memiliki UMKM yang memanfaat SCF, tetapi sudah ada 37 pemodal yang siap mengumpulkan dana.
Baca juga: OJK rilis aturan perubahan penyelenggaran layanan urun dana
Baca juga: OJK: Pasca diterbitkannya POJK 57, dana himpunan SCF naik 52,1 persen
Baca juga: OJK sosialisasikan "securities crowdfunding" kepada pelaku UMKM
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021
Tags: