Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia melihat bahwa keberatan perbankan atas kebijakan Giro Wajib Minimum-Loan to Deposit Ratio (GWM-LDR) karena bank-bank lebih memikirkan profit, padahal tambahan LDR yang diminta hanya merupakan penyesuaian sedikit dari kondisi yang ada sekarang ini.

"Jadi extra effort-nya tidak banyak. Keberatan mereka karena mereka tidak mau kehilangan opportunity cost yang hilang karena GWM dinaikkan. Padahal kenaikan GWM yang terkait dengan itu adalah untuk prudential measure penyerapan likuiditas. Jadi GWM LDR adalah upaya BI untuk ekspansi kredit sekaligus melakukan prudential measure untuk likuiditas," kata Kepala Biro Humas Bank Indonesia Difi A Johansyah di Jakarta, Senin.

Difi mengakan hal itu menanggapi hasil Survei terbaru yang dilakukan PricewaterhouseCoopers (PwC) Indonesia menunjukkan regulasi sebagai kendala utama industri perbankan, sehingga perbankan nasional tidak menerima sinyal yang jelas dari Bank Indonesia.

Menurutnya, sejumlah kebijakannya di bidang perbankan justru positif bagi perkembangan perbankan dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, sehingga seharusnya perbankan mendukung dan melaksanakan dengan baik kebijakan itu.

"Kebijakan perbankan yang dikeluarkan BI positif bagi ekonomi nasional. Jadi apa ruginya bank," kata

Menurutnya, regulasi yang dikeluarkan BI bertujuan untuk mendorong perbankan meningkatkan kreditnya karena selama ini perbankan lebih suka mencari untung di pasar uang dan melalaikan tugas intermediasi mengucurkan kredit.

"Tanpa kebijakan BI ini, bank bank tidak akan jalan ekspansinya karena lebih suka main di pasar uang. Bank-bank kita sudah terlalu nyaman di comfort zone sehingga terganggu dengan adanya regulasi BI ini," katanya.

Difi mengatakan, regulasi perbankan yang dikeluarkan BI adalah untuk meningkatkan daya saing perbankan ke depan sebagai aset nasional yang dulu diselamatkan dengan biaya triliunan melalui obligasi rekap.

"Kalau keberatan soal disuruh soal menyalurkan kredit sebaiknya bank bertanya untuk apa lisensi sebagai bank yang diberikan BI berdasarkan undang-undang," katanya.

Sementara, mengenai keberatan bank soal transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK), Difi mengatakan itu disebabkan bank tidak mau transparan soal struktur biaya mereka.

"Dalam beberapa kali pertemuan dengan bankir, mereka sudah paham tujuan dan teknis kebijakan ini," katanya.

Sebelumnya, Penasihat Teknis PwC Ashley Wood mengatakan bahwa salah satu aturan yang membingungkan bankir adalah pemberlakuan GWM-LDR yang memberi sinyal ganda.

Di satu sisi, perbankan diminta menggenjot kredit guna mengurangi ekses likuiditas, tapi Bank Indonesia juga menghukum perbankan dengan menaikkan GWM.

Begitu juga kewajiban perbankan mengumumkan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK). Bankir menilai hal itu sebagai campur tangan yang terlalu jauh oleh Bank Indonesia. Perbankan juga mengaku tidak mendapat informasi yang jelas mengenai kebijakan ini, misalnya tentang kapan SBDK harus diumumkan.

Dari survei melalui kuesioner terhadap bankir di 40 bank nasional tahun lalu itu, sebanyak 26 persen bankir menganggap regulasi perbankan sebagai hambatan bisnis bank tahun 2011. Adapun 21 persen bankir lainnya mengeluhkan keterbatasan sumber daya manusia.

(D012/B012/S026)