Jakarta (ANTARA) - Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno mengatakan bahwa pembengkakan biaya pada proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) merupakan hal yang biasa terjadi sebagai dampak pandemi COVID-19.

"Proyek (ini) masalahnya hanya di keuangan dan pembangkakan biaya pada proyek infrastruktur bisa terjadi. Untuk itu proyek KCJB tinggal menunggu Penyertaan Modal Negara (PMN)," kata Djoko kepada Antara di Jakarta, Rabu.

Djoko mengatakan, pembengkakan biaya pembangunan proyek infrastruktur kereta api merupakan hal yang biasa terjadi.

Menurut dia, pandemi COVID-19 menjadi faktor penting terganggunya arus kas alias cash flow para perusahaan yang menjadi anggota konsorsium proyek tersebut.
Baca juga: Proyek kereta cepat kantongi komitmen PMN dan pendanaan CBD

Oleh sebab itu, Djoko menyarankan agar para pemangku kepentingan untuk lebih teliti dalam kajian, khususnya dalam hal keuangan.

"Dimulai dari SDM yang digunakan harus lebih efisien. Kalau dulu manajemennya baru semua, sekarang SDM oleh PT Kereta Api berarti penghematan di sisi SDM jadi bisa mengurangi pembengkakan," ujarnya.

Seperti diketahui, proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) mengalami pembengkakan biaya atau cost overrun mencapai kurang lebih Rp 27,09 triliun.

Meskipun demikian, pemerintah melalui Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani bakal menyuntikan dana sebesar Rp 4,3 triliun kepada PT Kereta Api Indonesia (KAI) untuk proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) sebagai kebutuhan pemenuhan ekuitas dasar.
Baca juga: Menkeu: Pemerintah bakal suntik Rp4,3 triliun proyek kereta cepat