Yogyakarta (ANTARA News) - Erupsi Gunung Merapi mengakibatkan perubahan pola mata air, karena terkuburnya sumber utama mata air pada sabuk mata air paling atas, kata peneliti dari Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Langgeng Wahyu Santosa.

"Perubahan pola sabuk mata air itu akibat endapan material lahar khususnya di sekitar aliran Sungai Kuning, Gendol, dan Woro," kata Langgeng yang juga anggota Klinik Lingkungan dan Mitigasi Bencana (KLMB) Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta, Kamis.

Menurut dia, salah satu sumber mata air potensial yang selama ini telah dimanfaatkan sebagai sumber utama air bersih Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), adalah mata air hulu Sungai Kuning, yakni Umbul Wadon dan Umbul Lanang. Kedua sumber ini telah terkubur endapan lahar Merapi.

"Untuk dapat merumuskan tindakan yang lebih baik dan tepat dalam upaya pengelolaan sumber daya mata air pascaerupsi Merapi, harus dipahami pendekatan geomorfologi kegunungapian. Selain itu, juga perlu dilakukan kajian potensi kerentanan air tanah bebas terhadap pencemaran," katanya.

Ia mengatakan, beberapa kajian lain yang perlu dilakukan di antaranya pola perubahan sabuk mata air dan karakteristiknya, hidrogeokimia air tanah dan mata air, kerusakan sistem jaringan air bersih, perencanaan pola ruang, dan kajian lingkungan hidup strategis ekoregion gunung api.

Peneliti dari Fakultas Teknik UGM Heru Hendrayana mengatakan, saat ini kondisi mata air hanya tertutup material letusan Merapi, sehingga hanya mengubah bentang alam lokal dan tutupan lahan. Jika nanti ada mata air yang akan keluar itu disebabkan adanya tekanan tinggi dari dalam tanah.

"Mata air yang keluar cenderung mencari tempat yang bertekanan rendah, bisa menyebar atau terkonsentrasi. Kita masih menunggu sumber air itu akan muncul di mana," katanya. (ANT/K004)