Bengaluru (ANTARA) - Valuasi ekuitas Asia turun ke level terendah 17 bulan pada akhir Oktober di tengah kekhawatiran atas melemahnya ekonomi China dan perkiraan laba perusahaan-perusahaan yang gagal meningkatkan ekuitas tahun ini.

Price Earning Ratio (PER) atau perbandingan antara harga saham dengan laba bersih perusahaan12 bulan ke depan untuk indeks MSCI Asia-Pasifik turun menjadi 14,59 pada akhir Oktober, terendah sejak Mei 2020, data Refinitiv Eikon menunjukkan.

Indeks MSCI Asia Pasifik telah turun 0,6 persen sejauh tahun ini, dibandingkan dengan kenaikan indeks MSCI Amerika Serikat sebesar 24,5 persen dan indeks MSCI Global sebesar 17,4 persen.

“Asia berkinerja lebih buruk daripada ekuitas AS karena tertekan faktor-faktor lokal meskipun bank-bank sentral utama memperkuat pesan bahwa normalisasi kebijakan akan lambat dan bertahap,” kata Nomura dalam sebuah laporan minggu ini.

Tahun lalu, saham Asia didukung oleh peningkatan laba berkelanjutan oleh para analis, karena mereka memperkirakan perubahan arah yang kuat setelah keuntungan perusahaan-perusahaan terpukul penguncian.

Namun, tahun ini peningkatan para analis gagal mendongkrak saham regional.

“Perolehan laba yang kuat selama dua kuartal terakhir telah gagal menggairahkan pasar karena perkiraan EPS (laba per saham) ke depan telah mengalami stagnasi setelah pemulihan berbentuk V selama setahun terakhir,” kata SocGen dalam sebuah laporan bulan lalu.”

Laporan keuangan untuk perusahaan-perusahaan Asia yang telah disampaikan sejauh ini menunjukkan 51 persen perusahaan telah meleset dari perkiraan analis untuk kuartal ketiga, dibandingkan dengan rata-rata global 40 persen.

Saham Hong Kong, China dan Korea Selatan adalah yang termurah di antara saham-saham Asia, dengan PER masing-masing 10,3, 10,5 dan 10,6, data menunjukkan. Namun, PER ke depan MSCI Asia-Pasifik masih lebih tinggi dari median 10 tahun 13,03, data menunjukkan.

"Kami tidak berpikir valuasi rendah indeks ekuitas pasar negara berkembang (EM) relatif terhadap pasar negara maju (DM) adalah alasan untuk memperkrakan ekuitas EM berkinerja lebih baik selama beberapa tahun ke depan," kata Capital Economics dalam sebuah laporan.

“Sementara pertumbuhan ekonomi di pasar negara maju tetap cukup kuat karena mereka terus membuka pembatasan pandemi, kami pikir perlambatan ekonomi China masih memiliki jalan panjang yang harus dilalui.”

Baca juga: Saham Asia stabil, dolar melemah saat investor tunggu laporan keuangan
Baca juga: Saham Asia naik tipis didukung Wall Street, China batasi kenaikan
Baca juga: Pasar saham Asia menguat, didorong optimisme laba kuartalan perusahaan