Google Doodle angkat tema pelopor jurnalis perempuan Indonesia
8 November 2021 17:35 WIB
Tangkapan layar - Google Doodle yang menampilkan sosok pelopor jurnalis perempuan di Indonesia, Roehana Koeddoes pada Senin (8/11/2021). ANTARA/Ardika/am.
Jakarta (ANTARA) - Sosok pelopor jurnalis perempuan di Indonesia, Roehana Koeddoes diangkat menjadi tema Google Doodle pada Senin.
Terlahir dari pasangan Muhammad Rasyad Maharaja dan Kiam pada 20 Desember 1884, Roehana merupakan perempuan Minang yang berjuang mengangkat harkat kaumnya yang ketika itu masih terpinggirkan.
Dia merupakan tokoh yang menjadi pelopor pergerakan perempuan pada masanya serta fokus berjuang melawan ketidakadilan pada kaumnya pada masa itu.
Roehana mendirikan perkumpulan Kerajinan Amai Setia sebagai tempat pendidikan kaum perempuan di Koto Gadang pada 11 Februari 1911.
Lewat perkumpulan tersebut, derajat kaum perempuan mulai terangkat karena menjadi tempat belajar menulis dan membaca, berhitung, keterampilan rumah tangga, agama dan akhlak, kepandaian tangan, menjahit dan menggunting, hingga menyulam, sebagaimana dikutip dalam Buku Rohana Kudus yang ditulis Fitriyanti Dahlia.
Sejak kecil Roehana sudah akrab dengan surat kabar karena ayahnya saat bertugas di Talu, Pasaman membelikannya surat kabar terbitan Medan, yaitu Berita Kecil.
Ketika itu sebagaimana dikutip dari Tamar Djaja dalam "Rohana Kudus Riwayat Hidup dan Perjuangannya", setiap sore, Roehana kecil pergi ke tempat orang ramai berkumpul lalu membaca surat kabar.
Kedekatan Roehana dengan surat kabar menjadikan ia sebagai jurnalis perempuan pertama di Nusantara sekaligus pelopor media massa perempuan dengan mendirikan surat kabar Sunting Melayu pada 10 Juli 1912.
Penulis Sunting Melayu juga adalah kaum perempuan yang saat itu pendiriannya bekerja sama dengan Pimpinan Redaksi Surat Kabar Utusan Melayu.
Kiprah Roehana membuka cakrawala baru dalam dunia jurnalistik sehingga ia tidak hanya dikenal sebagai sosok yang cakap mengajar, namun juga tajam dalam menulis.
Selain itu, dia berhasil mengubah pandangan bahwa dunia jurnalistik hanya bisa dimasuki oleh kaum lelaki.
Melalui surat kabar, Roehana berjuang menyebar ide dan gagasan untuk mengeluarkan kaum perempuan dari keterbelakangan dan ketidakadilan, termasuk di bidang pendidikan.
Baca juga: PWI Sumbar: Roehana Koeddoes jadi pahlawan nasional sudah tepat
Baca juga: LaNyalla apresiasi keragaman budaya yang ditampilkan Google Doodle
Baca juga: Google Doodle kesenian daerah ramaikan 17 Agustus
Terlahir dari pasangan Muhammad Rasyad Maharaja dan Kiam pada 20 Desember 1884, Roehana merupakan perempuan Minang yang berjuang mengangkat harkat kaumnya yang ketika itu masih terpinggirkan.
Dia merupakan tokoh yang menjadi pelopor pergerakan perempuan pada masanya serta fokus berjuang melawan ketidakadilan pada kaumnya pada masa itu.
Roehana mendirikan perkumpulan Kerajinan Amai Setia sebagai tempat pendidikan kaum perempuan di Koto Gadang pada 11 Februari 1911.
Lewat perkumpulan tersebut, derajat kaum perempuan mulai terangkat karena menjadi tempat belajar menulis dan membaca, berhitung, keterampilan rumah tangga, agama dan akhlak, kepandaian tangan, menjahit dan menggunting, hingga menyulam, sebagaimana dikutip dalam Buku Rohana Kudus yang ditulis Fitriyanti Dahlia.
Sejak kecil Roehana sudah akrab dengan surat kabar karena ayahnya saat bertugas di Talu, Pasaman membelikannya surat kabar terbitan Medan, yaitu Berita Kecil.
Ketika itu sebagaimana dikutip dari Tamar Djaja dalam "Rohana Kudus Riwayat Hidup dan Perjuangannya", setiap sore, Roehana kecil pergi ke tempat orang ramai berkumpul lalu membaca surat kabar.
Kedekatan Roehana dengan surat kabar menjadikan ia sebagai jurnalis perempuan pertama di Nusantara sekaligus pelopor media massa perempuan dengan mendirikan surat kabar Sunting Melayu pada 10 Juli 1912.
Penulis Sunting Melayu juga adalah kaum perempuan yang saat itu pendiriannya bekerja sama dengan Pimpinan Redaksi Surat Kabar Utusan Melayu.
Kiprah Roehana membuka cakrawala baru dalam dunia jurnalistik sehingga ia tidak hanya dikenal sebagai sosok yang cakap mengajar, namun juga tajam dalam menulis.
Selain itu, dia berhasil mengubah pandangan bahwa dunia jurnalistik hanya bisa dimasuki oleh kaum lelaki.
Melalui surat kabar, Roehana berjuang menyebar ide dan gagasan untuk mengeluarkan kaum perempuan dari keterbelakangan dan ketidakadilan, termasuk di bidang pendidikan.
Baca juga: PWI Sumbar: Roehana Koeddoes jadi pahlawan nasional sudah tepat
Baca juga: LaNyalla apresiasi keragaman budaya yang ditampilkan Google Doodle
Baca juga: Google Doodle kesenian daerah ramaikan 17 Agustus
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2021
Tags: