Jakarta (ANTARA News) - Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan memperkirakan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) bisa bertambah Rp4 triliun hingga Rp6 triliun jika pengaturan BBM bersubsidi tidak diberlakukan dan harga minyak dunia semakin melambung.

"Asumsi tersebut juga telah mempertimbangkan apabila harga minyak Indonesia (ICP) ditetapkan rata-rata sebesar 90 dolar AS per barel," kata Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Bambang Brodjonegoro di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, jika lebih dari 80 dolar AS per barel berarti subsidi akan lebih dari besar yang sudah ditetapkan dalam APBN. Jika harga mencapai 90 dolar AS per barel maka subsidi akan bertambah sekitar Rp4 triliun sampai Rp6 triliun.

Ia juga menjelaskan akan ada potensi kehilangan penghematan sebesar Rp3,8 triliun apabila pengaturan BBM bersubsidi tidak jadi diberlakukan dengan memakai asumsi ICP sesuai APBN 2011 sebesar 80 dolar AS per barel.

"Kalau pembatasan tidak dilakukan sama sekali tahun ini, ada potensi kehilangan penghematan Rp3,8 triliun itu pakai harga 80 dolar AS per barel," ujarnya.

Bambang menjelaskan sebagai langkah antisipasi adanya potensi kenaikan anggaran subsidi, pemerintah akan terlebih dulu mengandalkan sumber daya yang ada seperti memanfaatkan cadangan resiko fiskal dan penghematan anggaran.

"Tidak hanya cadangan resiko fiskal tapi juga penghematan belanja, berapa pun yang didapat akan digunakan untuk menambal subsidi tersebut," ujarnya.

Saat ini, anggaran subsidi BBM dalam APBN 2011 ditetapkan sebesar Rp95,9 triliun, sedangkan cadangan resiko fiskal sebesar Rp4,2 triliun. Sementara dari target penghematan anggaran sebesar Rp20 triliun, pemerintah saat ini baru memenuhi sebesar Rp16,9 triliun.

Sebelumnya, pemerintah telah memutuskan penundaan pelaksanaan program pengaturan yang sebelumnya dijadwalkan dimulai April 2011.

Pemerintah menunda pelaksanaan program pengaturan BBM bersubsidi hingga membaiknya perkembangan eksternal yakni harga minyak dan inflasi.

"Kami dan Komisi VII DPR berhati-hati menentukan sampai kapan ditunda pengaturannya, karena menunggu perkembangan eksternal yang di luar perkiraan," kata Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM), Darwin Zahedy Saleh.


(S034/A039/S026)