Semarang (ANTARA News) - Pakar nuklir Universitas Diponegoro Semarang, Dr Muhammad Nur, menyatakan bahwa krisis nuklir di Jepang akibat gempa bumi dan tsunami menjadi "pekerjaan rumah" kalangan ilmuwan dalam mengembangkan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).
"Pembangunan PLTN ke depan harus pula disiapkan untuk tahan terhadap gempa bumi dan tsunami. Setidaknya menjadi lebih kuat jika terjadi bencana tersebut," katanya di Semarang, Kamis.
Ia mengatakan, PLTN di Jepang sebenarnya sudah disiapkan untuk menghadapi gempa bumi mengingat intensitas gempa di negara tersebut.
Namun, katanya, kesiapan itu belum secara optimal untuk menghadapi tsunami.
Ia mengatakan, terjangan tsunami yang sebenarnya menyebabkan kerusakan PLTN di Jepang dan bukan gempa bumi mengingat Jepang telah mempersiapkan PLTN menghadapi guncangan gempa bumi.
"Kalau untuk PLTN di Jepang sebenarnya sudah disiapkan tahan menghadapi gempa bumi, bahkan gempa dengan kekuatan 10 Skala Richter sekalipun. Namun, gelombang tsunami ini yang merusak sistem," katanya.
Ia menjelaskan, tsunami menyebabkan sistem PLTN di Fukushima, Jepang, rusak terutama pompa untuk mendinginkan reaktor nuklir sehingga akhirnya meledak.
"Reaktor nuklir sangat panas sehingga butuh pendingin. Namun tsunami yang terjadi di Jepang ikut mematikan pompa pendingin tersebut," kata Nur yang pernah mengambil spesifikasi ilmu nuklir di Joseph Fourier University, Perancis itu.
Terkait efek radiasi akibat kerusakan PLTN di Fukushima, Jepang itu, ia mengatakan, sementara ini masih bersifat lokal, tidak akan menyebar ke negara lain termasuk Indonesia, sebab "vessel reaktor" di PLTN itu tidak ikut rusak.
"Saya mengikuti perkembangan yang dilaporkan International Atomic Energy Agency (IAEA) yang berpusat di Wina, Austria. Jepang selama ini selalu melaporkan kondisi PLTN itu kepada IAEA setiap 30 menit," katanya.
Ia mengemukakan, kerusakan PLTN hingga saat ini baru mencapai level 4 dari 7 tingkat kerusakan, sebab "vessel reaktor" PLTN hingga saat ini belum rusak.
"Namun kalau tidak segera diatasi kemungkinan kerusakan bisa merembet ke level 7 dan akan berdampak seperti bencana nuklir yang terjadi di Chernobyl. Tentunya tidak ada yang berharap kerusakan sampai level tertinggi," katanya.
Ia memperkirakan dampak radiasi jika kerusakan PLTN mencapai level 7 akan sangat besar dan sampai ke negara-negara lain seperti Korea, China, hingga Filipina dengan batas kontaminasi yang bervariasi.
"Mudah-mudahan itu tidak terjadi. Masyarakat Indonesia juga tidak perlu khawatir berlebihan, termasuk pemeriksaan paparan radiasi barang-barang maupun orang-orang yang datang dari Jepang," kata Nur.
(KR-ZLS/M029/S026)
Pakar: Krisis Nuklir Jepang PR bagi Ilmuwan
17 Maret 2011 19:45 WIB
Seorang wanita yang baru kembali dari Jepang mendapat pemeriksaan radiasi di sebuah lab penelitian di Shanghai, Kamis (17/3). (FOTO ANTARA/REUTERS/Nicky Loh)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011
Tags: