Mahfud MD: Sinergisitas penting dalam penerapan keadilan restoratif
4 November 2021 11:45 WIB
Tangkapan layar - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD saat menjadi pembicara kunci dalam focus group discussion (FGD) bertajuk “Penyamaan Persepsi Aparat Penegak Hukum Terkait Penegakan Hukum Pidana dalam Perspektif Keadilan Restoratif” , dipantau dari Jakarta, Kamis (4/11/2021). ANTARA/Tri Meilani Ameliya/am.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan sinergisitas antara aparat dari tiga lembaga penegak hukum, yaitu kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan berperan penting untuk menerapkan keadilan restoratif di Indonesia.
“Ini (aparat kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan) harus bersinergi kapan sebuah restorative justice (keadilan restoratif) diterapkan. Persepsinya harus sama sejak awal,” kata Mahfud MD saat menjadi pembicara kunci dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Penyamaan Persepsi Aparat Penegak Hukum Terkait Penegakan Hukum Pidana dalam Perspektif Keadilan Restoratif” yang disiarkan secara langsung dalam kanal YouTube Kemenko Polhukam RI, dipantau dari Jakarta, Kamis.
Menurutnya, sinergi dari seluruh aparat penegak hukum sebagai subsistem dalam integrated criminal justice system, yaitu sistem peradilan yang mengatur proses penegakan hukum pidana mulai dari penyelidikan perkara sampai pemasyarakatan itu akan meningkatkan efektivitas peradilan, khususnya terkait penerapan keadilan restoratif di Indonesia.
Baca juga: Direktur Poltekip: Keadilan restoratif perlu dukungan masyarakat
Sejauh ini, lanjut Mahfud, masing-masing aparat penegak hukum di Tanah Air tampak berjalan sendiri-sendiri. Terkadang, penerapan keadilan restoratif tidak sama di antara masing-masing proses, yaitu dalam penyelidikan yang dilakukan polisi, penuntutan yang dilakukan jaksa, dan pemutusan perkara oleh pengadilan.
“Ini harus bersinergi kapan sebuah restorative justice itu diterapkan. Kadang kala, kita di bawah (kepolisian) tidak pakai restorative justice, di atas (pengadilan) pakai restorative justice, atau di bawah pakai, di atas tidak,” jelas Mahfud MD.
Untuk itu, tambahnya, forum diskusi yang diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan terkait penyamaan persepsi aparat dalam penegakan hukum pidana melalui perspektif keadilan restoratif berperan penting dilakukan untuk meningkatkan sinergisitas mereka.
Baca juga: Akademisi: Penerapan keadilan restoratif mendesak untuk dilakukan
Mahfud mengamati keadilan restoratif semakin mendesak untuk diterapkan karena terjadi kepadatan penghuni lembaga pemasyarakatan (lapas) di Indonesia akibat penerapan tindak pidana berupa hukuman penjara.
“Di lapas sampai 8 September 2021, jumlah penghuni lapas di seluruh Indonesia mencapai 266.319 orang, sementara kapasitas lapas hanya 132.107 orang. Ada "over" kapasitas lebih dari dua kali lipat, yaitu 134.212 orang yang berarti 101,5 persen,” katanya.
Ia mengimbau agar seluruh aparat penegak hukum kembali menyadari pembentukan sistem pemasyarakatan untuk memanusiakan kembali manusia yang melakukan tindak pidana sehingga perlu rehabilitasi, bukan hukum dipenjara.
Baca juga: Jaksa Agung: Keadilan restoratif rawan disalahgunakan
Dengan demikian, menurut Mahfud MD, setelah penyamaan persepsi dan sinergisitas antara kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan diperlukan segera langkah konkret penerapan keadilan restoratif.
“Tidak hanya menyamakan persepsi, tapi juga melangkah ke arah yang lebih konkret,” tegasnya.
“Ini (aparat kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan) harus bersinergi kapan sebuah restorative justice (keadilan restoratif) diterapkan. Persepsinya harus sama sejak awal,” kata Mahfud MD saat menjadi pembicara kunci dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Penyamaan Persepsi Aparat Penegak Hukum Terkait Penegakan Hukum Pidana dalam Perspektif Keadilan Restoratif” yang disiarkan secara langsung dalam kanal YouTube Kemenko Polhukam RI, dipantau dari Jakarta, Kamis.
Menurutnya, sinergi dari seluruh aparat penegak hukum sebagai subsistem dalam integrated criminal justice system, yaitu sistem peradilan yang mengatur proses penegakan hukum pidana mulai dari penyelidikan perkara sampai pemasyarakatan itu akan meningkatkan efektivitas peradilan, khususnya terkait penerapan keadilan restoratif di Indonesia.
Baca juga: Direktur Poltekip: Keadilan restoratif perlu dukungan masyarakat
Sejauh ini, lanjut Mahfud, masing-masing aparat penegak hukum di Tanah Air tampak berjalan sendiri-sendiri. Terkadang, penerapan keadilan restoratif tidak sama di antara masing-masing proses, yaitu dalam penyelidikan yang dilakukan polisi, penuntutan yang dilakukan jaksa, dan pemutusan perkara oleh pengadilan.
“Ini harus bersinergi kapan sebuah restorative justice itu diterapkan. Kadang kala, kita di bawah (kepolisian) tidak pakai restorative justice, di atas (pengadilan) pakai restorative justice, atau di bawah pakai, di atas tidak,” jelas Mahfud MD.
Untuk itu, tambahnya, forum diskusi yang diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan terkait penyamaan persepsi aparat dalam penegakan hukum pidana melalui perspektif keadilan restoratif berperan penting dilakukan untuk meningkatkan sinergisitas mereka.
Baca juga: Akademisi: Penerapan keadilan restoratif mendesak untuk dilakukan
Mahfud mengamati keadilan restoratif semakin mendesak untuk diterapkan karena terjadi kepadatan penghuni lembaga pemasyarakatan (lapas) di Indonesia akibat penerapan tindak pidana berupa hukuman penjara.
“Di lapas sampai 8 September 2021, jumlah penghuni lapas di seluruh Indonesia mencapai 266.319 orang, sementara kapasitas lapas hanya 132.107 orang. Ada "over" kapasitas lebih dari dua kali lipat, yaitu 134.212 orang yang berarti 101,5 persen,” katanya.
Ia mengimbau agar seluruh aparat penegak hukum kembali menyadari pembentukan sistem pemasyarakatan untuk memanusiakan kembali manusia yang melakukan tindak pidana sehingga perlu rehabilitasi, bukan hukum dipenjara.
Baca juga: Jaksa Agung: Keadilan restoratif rawan disalahgunakan
Dengan demikian, menurut Mahfud MD, setelah penyamaan persepsi dan sinergisitas antara kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan diperlukan segera langkah konkret penerapan keadilan restoratif.
“Tidak hanya menyamakan persepsi, tapi juga melangkah ke arah yang lebih konkret,” tegasnya.
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021
Tags: