BRIN perkuat fasilitas riset industri laut di Nusa Tenggara Barat
3 November 2021 13:51 WIB
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko menekan tombol sebagai tanda peresmian gedung Balai Bio Industri Laut di Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, Rabu (3/11/2021). (ANTARA/Martha Herlinawati Simanjuntak)
Lombok Utara, Nusa Tenggara Ba (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memperkuat fasilitas riset industri laut di Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, dengan meresmikan Gedung Balai Bio Industri Laut (BBIL).
"BBIL merupakan salah satu unit riset di BRIN yang memiliki keunikan sebagai pusat unggulan pengembangan produk dari sumber daya laut Indonesia," kata Kepala BRIN Laksana Tri Handoko dalam peresmian gedung BBIL di Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, Rabu.
BBIL Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Kebumian BRIN melakukan fungsi penerapan dan pengembangan teknologi budi daya dan pascapanen biota laut, terutama biota laut bernilai ekonomis tinggi seperti teripang dan abalon.
Baca juga: Seram Bagian Timur miliki sembilan dari 13 jenis lamun di Indonesia
Handoko menuturkan dengan pembangunan secara total terhadap laboratorium dan fasilitas riset di BBIL, diharapkan dapat memicu berbagai inovasi produk laut melalui riset terkini.
"Ke depan BBIL diharapkan dapat menjadi pusat dan acuan tidak hanya bagi riset nasional, tetapi juga regional dengan penambahan sumber daya manusia unggul berkualifikasi tinggi di bidangnya," ujarnya.
Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Kebumian BRIN, Ocky Karna Radjasa menuturkan hasil-hasil kajian budi daya dan pascapanen biota laut yang dikembangkan oleh BBIL sebagian telah siap untuk dimanfaatkan dan dikembangkan di masyarakat.
Ia berharap BBIL dapat menjadi media transfer teknologi, terutama di bidang budi daya dan pascapanen biota laut yang dapat dimanfaatkan untuk mendorong perkembangan dunia perikanan dan kelautan Indonesia, khususnya di wilayah Nusa Tenggara Barat.
Sementara itu, Kepala BBIL BRIN, Ratih Pangestuti mengatakan fasilitas riset di BBIL dapat dimanfaatkan sebagai salah satu upaya sosialisasi dalam rangka meningkatkan kerja sama antara BBIL dengan seluruh pemangku kepentingan terkait di masa yang akan datang.
Melalui kegiatan peresmian fasilitas riset tersebut, BRIN dapat memperoleh tanggapan dan masukan dari para pemangku kepentingan di lingkungan pemerintah daerah, akademisi, instansi terkait dan masyarakat umum dalam pengembangan peran Balai Bio Industri Laut ke depan.
Baca juga: Rektor IPB: Ekosistem laut tunjang sektor industri Indonesia
Baca juga: Pengamat: Pemerintah perlu perkuat regulasi industri perikanan Natuna
Sejak berdiri pada 1997, BBIL telah dan sedang melakukan kegiatan pengembangan dan penerapan teknologi budi daya berbagai biota laut ekonomis penting, seperti sotong buluh (Sepioteuthis lessoniana), siput mata bulan (Turbo Chrysostomus), dan teripang pasir (Holothuria Scabra).
Pengembangan dan penerapan teknologi budi daya biota laut bernilai ekonomis tinggi juga dilakukan pada lobster karang (Panulirus spp), teripang hitam (Holothuria atra), tiram mutiara (pincada maxima), abalon tropis (Haliotis Asinina), dan makroalga laut hijau (Ulva Lactura).
Selain itu, dikembangkan juga produk diversifikasi pangan dari biota laut seperti produk olahan teripang dan makroalga laut hijau.
"BBIL merupakan salah satu unit riset di BRIN yang memiliki keunikan sebagai pusat unggulan pengembangan produk dari sumber daya laut Indonesia," kata Kepala BRIN Laksana Tri Handoko dalam peresmian gedung BBIL di Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, Rabu.
BBIL Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Kebumian BRIN melakukan fungsi penerapan dan pengembangan teknologi budi daya dan pascapanen biota laut, terutama biota laut bernilai ekonomis tinggi seperti teripang dan abalon.
Baca juga: Seram Bagian Timur miliki sembilan dari 13 jenis lamun di Indonesia
Handoko menuturkan dengan pembangunan secara total terhadap laboratorium dan fasilitas riset di BBIL, diharapkan dapat memicu berbagai inovasi produk laut melalui riset terkini.
"Ke depan BBIL diharapkan dapat menjadi pusat dan acuan tidak hanya bagi riset nasional, tetapi juga regional dengan penambahan sumber daya manusia unggul berkualifikasi tinggi di bidangnya," ujarnya.
Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Kebumian BRIN, Ocky Karna Radjasa menuturkan hasil-hasil kajian budi daya dan pascapanen biota laut yang dikembangkan oleh BBIL sebagian telah siap untuk dimanfaatkan dan dikembangkan di masyarakat.
Ia berharap BBIL dapat menjadi media transfer teknologi, terutama di bidang budi daya dan pascapanen biota laut yang dapat dimanfaatkan untuk mendorong perkembangan dunia perikanan dan kelautan Indonesia, khususnya di wilayah Nusa Tenggara Barat.
Sementara itu, Kepala BBIL BRIN, Ratih Pangestuti mengatakan fasilitas riset di BBIL dapat dimanfaatkan sebagai salah satu upaya sosialisasi dalam rangka meningkatkan kerja sama antara BBIL dengan seluruh pemangku kepentingan terkait di masa yang akan datang.
Melalui kegiatan peresmian fasilitas riset tersebut, BRIN dapat memperoleh tanggapan dan masukan dari para pemangku kepentingan di lingkungan pemerintah daerah, akademisi, instansi terkait dan masyarakat umum dalam pengembangan peran Balai Bio Industri Laut ke depan.
Baca juga: Rektor IPB: Ekosistem laut tunjang sektor industri Indonesia
Baca juga: Pengamat: Pemerintah perlu perkuat regulasi industri perikanan Natuna
Sejak berdiri pada 1997, BBIL telah dan sedang melakukan kegiatan pengembangan dan penerapan teknologi budi daya berbagai biota laut ekonomis penting, seperti sotong buluh (Sepioteuthis lessoniana), siput mata bulan (Turbo Chrysostomus), dan teripang pasir (Holothuria Scabra).
Pengembangan dan penerapan teknologi budi daya biota laut bernilai ekonomis tinggi juga dilakukan pada lobster karang (Panulirus spp), teripang hitam (Holothuria atra), tiram mutiara (pincada maxima), abalon tropis (Haliotis Asinina), dan makroalga laut hijau (Ulva Lactura).
Selain itu, dikembangkan juga produk diversifikasi pangan dari biota laut seperti produk olahan teripang dan makroalga laut hijau.
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021
Tags: