Indonesia jamin implementasi pemulihan ekonomi laut berkelanjutan
3 November 2021 12:51 WIB
Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Basilio Dias Araujo yang mewakili Indonesia pada "Ocean Panel Leader Meeting, High Level Panel for a Sustainable Ocean Economy (HLP SOE)" dalam rangkaian agenda COP26 UNFCCC di Glasgow, Skotlandia, Selasa (2/11/2021). (ANTARA/HO-Kemenko Marves)
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) memastikan Indonesia berkomitmen pada implementasi Pemulihan Ekonomi Berbasis Laut yang Berkelanjutan.
Pernyataan itu disampaikan Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Basilio Dias Araujo yang mewakili Indonesia pada Ocean Panel Leader Meeting, High Level Panel for a Sustainable Ocean Economy (HLP SOE) dalam rangkaian agenda COP26 UNFCCC di Glasgow, Skotlandia, pada Selasa (2/11).
“Dua tantangan utama yang dihadapi saat ini, yaitu pandemi COVID-19 dan dampak sosial-ekonominya, sehingga perlu langkah strategis pemulihan yang konkret untuk menanganinya,” kata Basilio dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.
“Pertama, kita harus percepat pemulihan ekonomi melalui ekonomi berbasis laut yang berkelanjutan, ini ada di Sustainable Ocean Plans hingga tahun 2025,” kata dia.
Tantangan pemulihan ekonomi sungguh tidak mudah, kata Basilioo, sesuai perkiraan IMF bahwa pertumbuhan ekonomi dunia turun dari -3% menjadi -4.9% pada 2020.
“Kita harus kerja keras dan perkuat kerja sama sehingga (ekonomi) negara anggota Ocean Panel bisa bangkit lebih cepat,” katanya menambahkan.
Baca juga: Luhut serukan pentingnya target ambisius turunkan emisi karbon
Basilio juga menyampaikan bahwa Indonesia siap memimpin wujudkan agenda strategis Ekonomi Laut Berkelanjutan.
Hal itu, menurutnya, jelas akan didukung para pemimpin dunia dalam agenda G20 pada 2022 dan ASEAN pada 2023 ketika Indonesia menjadi pemimpin dan tuan rumah bagi kedua organisasi prestisius itu.
Kedua, Indonesia harus memperkuat kerja sama regional dan internasional, kata Basilio.
Indonesia berkomitmen melakukan transisi ke ekonomi rendah karbon melalui pendanaan untuk membangun pembangkit energi bersih.
Pemerintah pusat, kata dia, bekerja sama dengan pemerintah daerah dan sektor swasta untuk terus mengurangi penggunaan pembangkit listrik tenaga batu bara.
Menurut Basilio, penataan “transformasi” harus dilakukan secara hati-hati, terukur dan bertahap.
Baca juga: Indonesia mengedepankan aksi bersama kendalikan perubahan iklim
Dia meyakini serangkaian tindakan prioritas untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) akan berkontribusi signifikan bagi kesehatan laut dan ekonomi masyarakat pesisir dan nelayan yang bergantung pada sumber daya laut.
Basilio menilai pertemuan para pemimpin dunia tentang ekonomi laut itu menjadi momentum strategis dan berperan penting untuk menguatkan kerja sama antarnegara, memperbaiki pemulihan ekonomi, dan menjaga keberlanjutan laut sesuai target Sustainable Development Goals (SDGs).
“Deklarasi Statement by the High Level Panel for a Sustainable Ocean Economy di COP-26 tahun ini jelas memiliki nilai politis strategis. Pernyataan para pemimpin dari 14 negara anggota SOE ini akan jadi kekuatan baru, harapan baru bagi pemulihan ekonomi dan ketahanan laut kita pasca-COVID-19,” kata dia.
HLP SOE merupakan forum yang diinisiasi oleh PM Norwegia pada 2018 dan beranggotakan 14 negara, yaitu Norwegia, Palau, Australia, Kanada, Chili, Fiji, Ghana, Jamaika, Jepang, Kenya, Meksiko, Namibia, Portugal, dan Indonesia.
Baca juga: Menteri LHK: Indonesia tegaskan kerja nyata atasi perubahan iklim
Baca juga: Indonesia, 100 pemimpin dunia janji 2030 sudah hentikan deforestasi
Pernyataan itu disampaikan Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Basilio Dias Araujo yang mewakili Indonesia pada Ocean Panel Leader Meeting, High Level Panel for a Sustainable Ocean Economy (HLP SOE) dalam rangkaian agenda COP26 UNFCCC di Glasgow, Skotlandia, pada Selasa (2/11).
“Dua tantangan utama yang dihadapi saat ini, yaitu pandemi COVID-19 dan dampak sosial-ekonominya, sehingga perlu langkah strategis pemulihan yang konkret untuk menanganinya,” kata Basilio dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.
“Pertama, kita harus percepat pemulihan ekonomi melalui ekonomi berbasis laut yang berkelanjutan, ini ada di Sustainable Ocean Plans hingga tahun 2025,” kata dia.
Tantangan pemulihan ekonomi sungguh tidak mudah, kata Basilioo, sesuai perkiraan IMF bahwa pertumbuhan ekonomi dunia turun dari -3% menjadi -4.9% pada 2020.
“Kita harus kerja keras dan perkuat kerja sama sehingga (ekonomi) negara anggota Ocean Panel bisa bangkit lebih cepat,” katanya menambahkan.
Baca juga: Luhut serukan pentingnya target ambisius turunkan emisi karbon
Basilio juga menyampaikan bahwa Indonesia siap memimpin wujudkan agenda strategis Ekonomi Laut Berkelanjutan.
Hal itu, menurutnya, jelas akan didukung para pemimpin dunia dalam agenda G20 pada 2022 dan ASEAN pada 2023 ketika Indonesia menjadi pemimpin dan tuan rumah bagi kedua organisasi prestisius itu.
Kedua, Indonesia harus memperkuat kerja sama regional dan internasional, kata Basilio.
Indonesia berkomitmen melakukan transisi ke ekonomi rendah karbon melalui pendanaan untuk membangun pembangkit energi bersih.
Pemerintah pusat, kata dia, bekerja sama dengan pemerintah daerah dan sektor swasta untuk terus mengurangi penggunaan pembangkit listrik tenaga batu bara.
Menurut Basilio, penataan “transformasi” harus dilakukan secara hati-hati, terukur dan bertahap.
Baca juga: Indonesia mengedepankan aksi bersama kendalikan perubahan iklim
Dia meyakini serangkaian tindakan prioritas untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) akan berkontribusi signifikan bagi kesehatan laut dan ekonomi masyarakat pesisir dan nelayan yang bergantung pada sumber daya laut.
Basilio menilai pertemuan para pemimpin dunia tentang ekonomi laut itu menjadi momentum strategis dan berperan penting untuk menguatkan kerja sama antarnegara, memperbaiki pemulihan ekonomi, dan menjaga keberlanjutan laut sesuai target Sustainable Development Goals (SDGs).
“Deklarasi Statement by the High Level Panel for a Sustainable Ocean Economy di COP-26 tahun ini jelas memiliki nilai politis strategis. Pernyataan para pemimpin dari 14 negara anggota SOE ini akan jadi kekuatan baru, harapan baru bagi pemulihan ekonomi dan ketahanan laut kita pasca-COVID-19,” kata dia.
HLP SOE merupakan forum yang diinisiasi oleh PM Norwegia pada 2018 dan beranggotakan 14 negara, yaitu Norwegia, Palau, Australia, Kanada, Chili, Fiji, Ghana, Jamaika, Jepang, Kenya, Meksiko, Namibia, Portugal, dan Indonesia.
Baca juga: Menteri LHK: Indonesia tegaskan kerja nyata atasi perubahan iklim
Baca juga: Indonesia, 100 pemimpin dunia janji 2030 sudah hentikan deforestasi
Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2021
Tags: