Ketum Kongres Wanita Indonesia desak DPR segera sahkan RUU PPRT
3 November 2021 11:29 WIB
Hasil tangkapan layar ketika Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) Giwo Rubianto Wiyogo memberi sambutan dalam seminar nasional bertajuk “Gerakan Ibu Bangsa untuk Perlindungan Pekerja Rumah Tangga” yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube Kongres Wanita Indonesia, dan dipantau dari Jakarta, Rabu (3/11/2021). ANTARA/Putu Indah Savitri
Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Ketum KOWANI) Giwo Rubianto Wiyogo mendesak DPR untuk segera menuntaskan pembahasan dan menyetujui untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).
"Walaupun Baleg (Badan Legislasi, red.) DPR RI sudah memutuskan RUU PPRT untuk ditetapkan sebagai RUU inisiatif DPR, namun hingga Oktober 2021 masih belum diagendakan," kata Giwo ketika memberi sambutan dalam seminar nasional bertajuk "Gerakan Ibu Bangsa untuk Perlindungan Pekerja Rumah Tangga" yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube Kongres Wanita Indonesia, dan dipantau dari Jakarta, Rabu.
Berdasarkan penjelasan Giwo, Undang-Undang Ketenagakerjaan tidak mengakomodasi perlindungan terhadap para pekerja rumah tangga karena wilayah kerja yang bersifat domestik dan pribadi. Wilayah kerja tersebut juga menjadi penyebab tidak adanya kontrol dan pengawasan dari pemerintah.
Baca juga: RUU Perlindungan PRT didesak segera disahkan setelah 17 tahun mandek
Baca juga: KOWANI desak pengesahan RUU PPRT jadi UU PPRT
Padahal, pekerja rumah tangga rentan mengalami diskriminasi, eksploitasi, dan kekerasan. Selain itu, para pekerja rumah tangga juga tidak dihitung dan dikecualikan dari semua jenis program subsidi pemerintah, sementara survei dari Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) menunjukkan bahwa 50-75 persen PRT mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan dengan pemotongan upah akibat COVID-19.
"PRT dengan keluarganya berada dalam situasi krisis pangan, papan, dan riskan terhadap jeratan utang," ucap dia.
Oleh karena itu, ia menekankan bahwa UU PPRT telah menjadi kebutuhan yang mendesak dan akan melahirkan sejarah baru dari penghapusan segala bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap PRT di Indonesia.
UU PRT akan mengatur mengenai ketentuan pengupahan, jam kerja, istirahat, batasan usia minimum boleh bekerja, hingga jaminan sosial dan hal-hal lain yang mampu menunjang kualitas hidup ART. Di sisi lain, pemberi kerja juga akan mendapatkan kepastian dan perlindungan hukum yang diatur dengan jelas di dalam UU PRT.
"Sebagai negara yang Pancasila, sebagai wujud kemanusiaan dan keadilan sosial, diperlukan adanya UU PPRT ini," ujar Giwo.
Baca juga: Organisasi perempuan desak RUU PPRT menjadi inisiatif DPR
"Walaupun Baleg (Badan Legislasi, red.) DPR RI sudah memutuskan RUU PPRT untuk ditetapkan sebagai RUU inisiatif DPR, namun hingga Oktober 2021 masih belum diagendakan," kata Giwo ketika memberi sambutan dalam seminar nasional bertajuk "Gerakan Ibu Bangsa untuk Perlindungan Pekerja Rumah Tangga" yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube Kongres Wanita Indonesia, dan dipantau dari Jakarta, Rabu.
Berdasarkan penjelasan Giwo, Undang-Undang Ketenagakerjaan tidak mengakomodasi perlindungan terhadap para pekerja rumah tangga karena wilayah kerja yang bersifat domestik dan pribadi. Wilayah kerja tersebut juga menjadi penyebab tidak adanya kontrol dan pengawasan dari pemerintah.
Baca juga: RUU Perlindungan PRT didesak segera disahkan setelah 17 tahun mandek
Baca juga: KOWANI desak pengesahan RUU PPRT jadi UU PPRT
Padahal, pekerja rumah tangga rentan mengalami diskriminasi, eksploitasi, dan kekerasan. Selain itu, para pekerja rumah tangga juga tidak dihitung dan dikecualikan dari semua jenis program subsidi pemerintah, sementara survei dari Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) menunjukkan bahwa 50-75 persen PRT mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan dengan pemotongan upah akibat COVID-19.
"PRT dengan keluarganya berada dalam situasi krisis pangan, papan, dan riskan terhadap jeratan utang," ucap dia.
Oleh karena itu, ia menekankan bahwa UU PPRT telah menjadi kebutuhan yang mendesak dan akan melahirkan sejarah baru dari penghapusan segala bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap PRT di Indonesia.
UU PRT akan mengatur mengenai ketentuan pengupahan, jam kerja, istirahat, batasan usia minimum boleh bekerja, hingga jaminan sosial dan hal-hal lain yang mampu menunjang kualitas hidup ART. Di sisi lain, pemberi kerja juga akan mendapatkan kepastian dan perlindungan hukum yang diatur dengan jelas di dalam UU PRT.
"Sebagai negara yang Pancasila, sebagai wujud kemanusiaan dan keadilan sosial, diperlukan adanya UU PPRT ini," ujar Giwo.
Baca juga: Organisasi perempuan desak RUU PPRT menjadi inisiatif DPR
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021
Tags: