Beijing (ANTARA News) - Perdana Menteri China Wen Jiabao menolak pembandingan apapun Senin antara negaranya dengan Timur Tengah yang dilanda kerusuhan, namun mengatakan Beijing menghadapi ujian berat dalam mengatasi inflasi dan masalah-masalah kontroversial lain.

"Kami menghadapi tugas-tugas yang sangat menakutkan serta situasi domestik dan internasional yang kompleks," kata Wen kepada wartawan dalam keterangan pers tahunan sesudah penutupan sidang parlemen negara itu, demikian AFP melaporkan.

Partai Komunis China yang berkuasa sedang bergulat dengan serangkaian masalah seperti inflasi, korupsi pejabat, degradasi lingkungan parah, dan pencaplokan tanah-tanah oleh para pengembang properti yang mendepak warga yang ada.

Kepemimpinan oleh karena itu memantau dengan was-was kerusuhan-kerusuhan yang telah melanda sejumlah negara di Timur Tengah dan Afrika Utara, namun Wen menolak penyamaan antara China dengan negara-negara tersebut.

"Kami mengikuti dengan seksama turbulensi di sejumlah negara Afrika Utara dan Timur Tengah. Kami yakin tidak tepat menarik analogi antara China dan negara-negara tersebut," kata Wen kepada para wartawan.

Beijing telah menargetkan pembangunan yang lebih berimbang dan berkelanjutan dan pendistribusian kekayaan yang lebih adil berdasarkan rencana pertumbuhan baru untuk lima tahun mendatang yang menghendaki pertumbuhan ekonomi tahunan yang lebih moderat yakni tujuh persen.

Rencana tersebut disetujui oleh Kongres Senin.

Wen mengatakan pembangunan yang seimbang akan tetap menjadi prioritas pemerintah. Dia namun mengakui hal itu akan menjadi tantangan yakni menjaga pertumbuhan yang cukup cepat untuk menciptakan lapangan pekerjaan di ekonomi terbesar kedua dunia itu, tetapi cukup moderat untuk mencegah inflasi memburuk.

"Tidak akan mudah untuk mencapai target tujuh persen sementara juga memastikan kualitas pembangunan ekonomi yang bagus," katanya.

Pertumbuhan sangat panas yang bergantung pada ekspor selama puluhan tahun telah menjadikan perekonomian China sebagai kekuatan di dunia, namun Beijing tengah berupaya menyebarkan kekayaan secara merata diantara 1,3 miliar penduduknya.

"Selama lima tahun mendatang dan selama kurun waktu yang lama yang akan datang dalam arah pembangunan China, kami akan membuat transformasi pola pembangunan ekonomi China sebagai prioritas kami."

Inflasi menjadi pemuncak agenda pemerintah. Sementara Wen berjanji mengupayakan lebih jauh untuk mencegah kenaikan harga makanan, perumahan dan kebutuhan pokok lain, dia mengumpamakan pertarungan itu dengan tantangan mengandangkan seekor harimau.

"Inflasi berdampak besar terhadap China. Ini adalah faktor yang tidak mudah dikendalikan," katanya.

"Inflasi ibarat seekor harimau; sekali lepas, sulit mengandangkannya kembali."

Inflasi tetap tinggi -- 4,9 persen pada Januari dan Februari -- walaupun serangkaian langkah kebijakan termasuk tiga kenaikan suku bunga diambil belakangan ini.

Indeks harga konsumen naik lebih dari level tinggi dua tahun yakni 5,1 persen pada November. Inflasi punya sejarah memicu kerusuhan di China, dimana ratusan juta orang petani miskin dan pekerja berupah rendah mengais-ngais supaya bisa bertahan hidup.

Wen mengecam langkah-langkah moneter yang diambil Amerika Serikat, yang pada November melakukan pembelanjaan stimulus masif yang dikenal sebagai "quantitative easing" dalam upaya memantik perekonomian Amerika yang lemah.

"Sejumlah negara melakukan quantitative easing yang telah menimbulkan fluktuasi kurs sejumlah mata uang dan mempengaruhi harga-harga komoditas global," katanya.

Secara tahunan China menetapkan target pertumbuhan ekonomi delapan persen -- dianggap minimal yang diperlukan untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi cukup cepat untuk menghindari kerusuhan sosial.

Namun, sasaran tersebut secara rutin setiap tahun dilampaui. Pada 2010, ekonomi tumbuh 10,3 persen.

Wen juga berjanji, pemerintah akan melakukan upaya-upaya lebih besar untuk memacu pembangunan perumahan dengan harga terjangkau.

Kemendesakan untuk menenangkan konstituen-konstituen yang tidak puas telah menjadi fokus dalam dua minggu belakangan yang ditandai dengan seruan-seruan Internet misterius untuk demo "jalan-jalan" mingguan hari Minggu di sejumlah kota besar China.

Seruan-seruan tersebut sebagian besar melempem akibat pengamanan yang mencekik akan tetapi tanggapan polisi yang keras menyingkapkan kekhawatiran resmi terhadap ketidakpuasan publik.

Campuran masalah-masalah kontroversial serupa dengan yang dihadapi China -- dikombinasikan dengan ketiadaan demokrasi -- memicu pemberontakan-pemberontakan rakyat di Tunisia, Mesir, Libya dan berbagai tempat di dunia Arab. (ANT/K004)