Kemenkeu: RI penggerak pertama penanggulangan iklim berbasis pasar
2 November 2021 09:45 WIB
Arsip foto - Tangkapan layar Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu dalam “Sarasehan Virtual 100 Ekonom” yang dipantau di Jakarta, Kamis (26/8/2021). ANTARA/Sanya Dinda.
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK) menjadikan Indonesia sebagai penggerak pertama (first mover) penanggulangan perubahan iklim berbasis pasar di tingkat global untuk menuju pemulihan ekonomi berkelanjutan.
"Ini merupakan tonggak penting dalam menetapkan arah kebijakan Indonesia menuju target penurunan emisi karbon di 2030 dan 2060, sebagai bagian dari ikhtiar menuju Indonesia Emas tahun 2045," kata Febrio dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Selasa.
Ia menilai instrumen NEK akan menjadi bukti kolaborasi dan kerja sama multipihak yang sangat baik, sehingga diharapkan investasi hijau global akan berlomba menuju Indonesia, di samping kesempatan untuk mendapatkan pembiayaan berbiaya rendah hijau global.
Adapun Presiden Joko Widodo baru saja mengesahkan Perpres NEK dan ia juga menyampaikan pengesahan tersebut dalam Conference of the Parties (COP) 26 United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di Glasgow, Inggris.
Indonesia menetapkan ambisi yang cukup tinggi sebagai negara berkembang yakni penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan kemampuan sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional pada tahun 2030
Adapun sektor strategis yang menjadi prioritas utama yakni sektor kehutanan, serta sektor energi dan transportasi yang telah mencakup 97 persen dari total target penurunan emisi nationally determined contribution (NDC) Indonesia.
Bahkan pada dokumen terbaru NDC tahun 2021, melalui long term strategy – low carbon and climate resilience (LTS – LTCCR), Indonesia juga telah menargetkan untuk mencapai net zero emission (NZE) di tahun 2060 atau lebih awal dan menetapkan perlunya perhatian pada aspek adaptasi perubahan iklim sebagai salah satu target strategis nasional.
Dengan memanfaatkan first mover advantage, Febrio optimistis Indonesia akan menjadi acuan dan tujuan investasi rendah karbon di berbagai sektor pembangunan baik di sektor energi, transportasi, maupun industri manufaktur. Industri-industri berbasis hijau akan menjadi primadona investasi masa depan.
Industri kendaraan listrik, sumber-sumber energi terbarukan seperti tenaga surya, panas bumi, dan angin akan menjadi pendongkrak ekonomi dan mampu memberikan nilai tambah bagi bangsa Indonesia serta menyerap tenaga kerja yang berkeahlian tinggi.
“Ini merupakan kesempatan emas untuk mensejajarkan bangsa Indonesia dengan negara-negara lain dan di saat yang sama mampu menjaga warisan bumi Indonesia yang sehat dan berkelanjutan yang dipinjamkan oleh anak cucu kita”, pungkasnya.
Baca juga: Presiden Jokowi sampaikan komitmen tangani perubahan iklim di COP26
Baca juga: Biden berjanji AS akan penuhi tujuan pengurangan emisi
Baca juga: Ratu Elizabeth desak pemimpin dunia beraksi atasi pemanasan global
"Ini merupakan tonggak penting dalam menetapkan arah kebijakan Indonesia menuju target penurunan emisi karbon di 2030 dan 2060, sebagai bagian dari ikhtiar menuju Indonesia Emas tahun 2045," kata Febrio dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Selasa.
Ia menilai instrumen NEK akan menjadi bukti kolaborasi dan kerja sama multipihak yang sangat baik, sehingga diharapkan investasi hijau global akan berlomba menuju Indonesia, di samping kesempatan untuk mendapatkan pembiayaan berbiaya rendah hijau global.
Adapun Presiden Joko Widodo baru saja mengesahkan Perpres NEK dan ia juga menyampaikan pengesahan tersebut dalam Conference of the Parties (COP) 26 United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di Glasgow, Inggris.
Indonesia menetapkan ambisi yang cukup tinggi sebagai negara berkembang yakni penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan kemampuan sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional pada tahun 2030
Adapun sektor strategis yang menjadi prioritas utama yakni sektor kehutanan, serta sektor energi dan transportasi yang telah mencakup 97 persen dari total target penurunan emisi nationally determined contribution (NDC) Indonesia.
Bahkan pada dokumen terbaru NDC tahun 2021, melalui long term strategy – low carbon and climate resilience (LTS – LTCCR), Indonesia juga telah menargetkan untuk mencapai net zero emission (NZE) di tahun 2060 atau lebih awal dan menetapkan perlunya perhatian pada aspek adaptasi perubahan iklim sebagai salah satu target strategis nasional.
Dengan memanfaatkan first mover advantage, Febrio optimistis Indonesia akan menjadi acuan dan tujuan investasi rendah karbon di berbagai sektor pembangunan baik di sektor energi, transportasi, maupun industri manufaktur. Industri-industri berbasis hijau akan menjadi primadona investasi masa depan.
Industri kendaraan listrik, sumber-sumber energi terbarukan seperti tenaga surya, panas bumi, dan angin akan menjadi pendongkrak ekonomi dan mampu memberikan nilai tambah bagi bangsa Indonesia serta menyerap tenaga kerja yang berkeahlian tinggi.
“Ini merupakan kesempatan emas untuk mensejajarkan bangsa Indonesia dengan negara-negara lain dan di saat yang sama mampu menjaga warisan bumi Indonesia yang sehat dan berkelanjutan yang dipinjamkan oleh anak cucu kita”, pungkasnya.
Baca juga: Presiden Jokowi sampaikan komitmen tangani perubahan iklim di COP26
Baca juga: Biden berjanji AS akan penuhi tujuan pengurangan emisi
Baca juga: Ratu Elizabeth desak pemimpin dunia beraksi atasi pemanasan global
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021
Tags: