Kupang (ANTARA) - Langka kaki lelaki bertubuh gumpal itu tampak gegas dengan mengenakan kaos orange bertuliskan kata "tahanan" yang mencolok di sisi punggungnya.
Ia dikawal aparat menuju kegiatan konferensi pers di halaman Kantor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus), Markas Komando Kepolisian Daerah(Polda) Nusa Tenggara Timur di Kupang.
Siang itu menjadi saat terakhir bagi pemilik nama Baharudin Badrun alias Adun itu untuk menikmati pundi-pundi keuntungan yang diperoleh dari hasil berinvestasi secara ilegal alias bodong.
Bersama perusahaan PT Asia Dinasti Sejahtera (ADS) yang dinakhodai sebagai direktur umum, Adun menghimpun dana dari masyarakat di Kabupaten Ende, Pulau Flores, sejak awal Februari 2019 hingga akhir Juli 2020.
Investasi yang ditawarkan berupa paket digital beraneka jenis seperti silver, gold, platinum, executive, deluxe, dan super deluxe dengan iming-iming profit dari simpanan jangka waktu tertentu sesuai paket yang dibeli.
Alhasil, banyak warga yang tergiur sehingga mengumpulkan uang pun tak main-main jumlahnya, hingga puluhan miliar.
Direktur Reskrimsus Polda NTT, Komisaris Besar Polisi Johannes Bangun menyebutkan sekitar 1.800 nasabah menyetor uang ke PT ADS dengan nilai setoran mencapai Rp28 miliar.
Praktik pengumpulan dana dari masyarakat itu tanpa izin resmi dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Namun seperti pepatah "sepandai-pandai tupai melompat, sekali waktu jatuh juga", begitulah nasib Adun yang harus terjerumus dalam jeratan hukum setelah praktik investasi ilegalnya berjalan mulus selama setahunan.
Ia disangka melanggar Pasal 46 ayat (1) Jo Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998.
Ancaman pidana penjara sekurang-kurangnya lima tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp10 miliar dan paling banyak Rp20 miliar, kata Johannes.
Tindakan hukum terhadap Ajun tak serta merta menuntaskan persoalan investasi ilegalnya. Di luar sana, ribuan warga cemas menanti agar uang mereka bisa kembali, hingga membuat Bupati Ende Achmad Djafar pun angkat bicara.
"Saya prihatin dengan nasib nasabah, warga kami yang terjerat investasi bodong ini. Saya harap uang nasabah dapat dikembalikan," katanya.
Achmad Djafar pun meminta PT ADS menjual aset-aset agar bisa melunasi atau mengembalikan uang nasabah yang terancam raib tanpa jejak.
SWI berperan
Terkuaknya kasus investasi ilegal PT ADS tak terlepas dari sinergitas antara pihak Kepolisian dengan OJK melalui Satgas Waspada Investasi (SWI) yang sebelumnya merilis bahwa kegiatan PT ADS termasuk investasi ilegal pada 3 Juli 2020.
Penindakan terhadap pelaku investasi bodong juga penting dalam penegkakan hukum sekalgus memberikan efek jerah bagi pelaku, kata Deputi Direktur Kebijakan Penyidikan OJK Akta Bahar Daeng dalam kegiatan rapat koordinasi di Kupang beberapa waktu lalu.
Namun, langkah preventif juga harus berjalan untuk membentengi masyarakat agar tidak terjerumus dalam tawaran investasi bodong yang bermunculan seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi.
Untuk itu lah SWI hadir mengawasi sekaligus membantu masyarakat menghadapi praktik-praktik investasi ilegal agar tidak terjerat di dalamnya, kata Akta Bahar Daeng yang juga menjabat Ketua Sekretariat SWI Pusat.
Saat ini, SWI bahkan telah memperluas unit kerja hingga ke daerah-daerah, termasuk 22 kabupaten/kota di NTT yang sudah dilengkapi Satgas Waspada Investasi Daerah (SWID).
Berbagai unsur dilibatkan dalam keanggotaan SWID di antaranya OJK, BI, Kepolisian Daerah, Kejaksaan Tinggi, kantor wilayah kementerian, serta organisasi perangkat daerah terkait.
Dengan unit kerja yang lengkap hingga daerah ini maka akses masyarakat lebih mudah untuk melaporkan ketika mendapat penawaran investasi ilegal, pinjaman daring dan sebagainya.
"Silahkan masyarakat bisa langsung ke anggota SWID ini dan akan ditindaklanjuti lewat koordinasi berbagai pihak di dalamnya," katanya.
Keberadaan SWID yang lengkap di NTT diharapkan mampu membantu penanggulangan kegiatan investasi ilegal dengan cepat.
Dengan begitu, praktik investasi ilegal seperti yang dijalankan PT ADS ke depan dapat dicegah sedini mungkin sehingga tidak merugikan masyarakat secara luas.
Pinjaman online
Praktik investasi dengan menghimpun dana dari masyarakat secara ilegal menjadi soal di satu sisi, namun fenomena tawaran pinjaman daring (online) yang kian marak menjadi tantangan sendiri di sisi lain.
Di NTT, OJK mencatat transaksi pinjaman online melalui fintech peer-to-peer lending telah menembus hingga Rp51 miliar, kata Kepala OJK NTT Robert Sinaipar dalam pertemuan triwulan III 2021 Perwakilan BI NTT, OJK NTT, dan Kanwil DJPb NTT secara virtual beberapa waktu lalu.
Dari sisi rekening lander, tercatat meningkat mencapai 2.365, sementara itu jumlah transaksi juga cukup besar mencapai 524.281 transaksi.
Pertumbuhan transaksi pinjaman online ini menunjukkan bahwa masyarakat tidak hanya meminjam atau mengakses keuangan dari industri jasa keuangan konvensional seperti bank, finance, tetapi melirik pembiayaan dari fintech.
Masyarakat memilih meminjam dana melalui fintech yang memiliki salah satu keunggulan adalah dari sisi kecepatan. Hanya dengan menggunakan aplikasi di telepon genggam (handphone), dana bisa dikirim ke peminjam.
Robert mengatakan meningkatnya fenomena transaksi pinjaman online ini pada satu sisi merupakan hal yang positif karena sejalan dengan upaya pemerintah membuka akses keuangan yang seluas-luasnya bagi masyarakat.
Namun di sisi lain, akses keuangan melalui teknologi ibarat pedang bermata dua, bisa memberikan kemudahan namun di sisi lain membawa resiko sehingga harus diwaspadai.
"Karena itu kami terus mengimbau masyarakat untuk menggunakan pendanaan fintech yang legal atau terdaftar dan diawasi oleh OJK," katanya.
Edukasi
Dari kasus PT ADS hingga marakanya fenomena pinjaman online, membawa pelajaran penting dalam memitigasi masyarakat NTT secara umum agar tidak terjerat dalam praktik layanan keuangan yang ilegal.
Langkah mitigasi yang penting itu adalah menggencarkan edukasi secara masif hingga ke berbagai kalangan masyarakat, kata Rober Sianipar.
Hal ini yang terus menerus dilakukan OJK NTT dalam berbagai kesempat seperti pertemuan virtual maupun secara langsung bersama berbagai elemen masyarakat seperti mahasiswa atau akademisi, guru, media massa, hingga pelaku UMKM dan masyarakat umum.
"Kami terus menggalakkan edukasi bagi masyarakat agar semakin paham dan tidak terjebak dalam berbagai tawaran investasi ilegal," katanya.
Rumus sederhana dalam menghadapi investasi bodong adalah memperhatikan aspek logis dan legal.
Masyarakat harus mencerna secara teliti apakah bunga investasi yang ditawarkan dapat masuk akal atau sebaliknya.
Hal yang tidak logis jika ada entitas investasi menawarkan model investasi dengan bunga yang tinggi, misalnya menghimpun dana dari masyarakat dengan bunga yang dipatok mencapai 10 persen.
Selain itu, legalitas entitas investasi harus ditelusuri dengan memeriksa status badan hukum serta sudah terdaftar di OJK atau belum.
"Jika sudah terdaftar maka bisa dipercaya, tetapi kalau belum maka hati-hati agar tidak terjerat dalam investasi ilegal," kata Robert. Edukasi seperti ini akan terus digalakkan bersama melalui SWID kepada seluruh lapisan masyarakat.
Dengan ddukasi yang memadai akan membentuk bangunan pemahaman dan kesadaran kolektif yang kokoh sehingga menjadi benteng yang tangguh menghadapi tawaran investasi bodong yang menggempur masyarakat di Tanah Flobamora (sebutan untuk gugusan sejumlah pulau besar di NTT yaitu Pulau Flores, Sumba, Timor, Alor).
Membentengi warga NTT dari gempuran tawaran investasi ilegal
Oleh Aloysius Lewokeda
2 November 2021 07:44 WIB
Seorang warga di Kota Kupang, NTT, saat mengakses berita berkaitan investasi ilegal menggunakan komputer, Senin (1/11/2021). ANTARA/Aloysius Lewokeda.
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2021
Tags: