Pemerintah tidak jadi menarik kembali kelebihan insentif nakes
1 November 2021 16:08 WIB
Konferensi pers terkait dana insentif tenaga kesehatan yang disampaikan Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin (kanan) dan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna di Gedung BPK RI Jakarta, Senin (1/11/2021). ANTARA/Andi Firdaus/aa.
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah urung menarik kelebihan dana insentif yang diterima 8.961 tenaga kesehatan (nakes) pada proses transfer periode Januari hingga Agustus 2021, kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
"Keputusan yang kami ambil, diskusi bersama teman-teman Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI adalah tidak menarik kembali (kelebihan transfer, red.) tapi melakukan kompensasi. Kalau ditarik kembali kasihan," kata dia saat konferensi pers di Gedung BPK RI Jakarta, Senin sore.
Ia mengatakan mekanisme kompensasi sudah melalui diskusi dengan Ketua BPK RI Agung Firman dengan pertimbangan bahwa para penerima kelebihan dana insentif masih terus bekerja di fasilitas layanan kesehatan.
Ia mengatakan ke depannya persoalan tersebut akan diselesaikan dengan tata kelola keuangan yang lebih baik melalui mekanisme sistem keuangan yang sudah dikembangkan oleh Kemenkes.
"Dengan adanya pengawasan BPK ini kita menjadi lebih tahu ada data yang salah sehingga terjadi duplikasi di laporan, jadi kita perbaiki dan ke depan jadi lebih baik," katanya.
Budi berpesan kepada seluruh nakes penerima kelebihan dana insentif untuk tidak perlu khawatir dengan persoalan itu.
"Buat para nakes, saya titip tidak perlu khawatir, duitnya tidak akan ditarik kembali tetap konsentrasi kerja dan semoga sehat selalu," katanya.
Baca juga: BPK temukan kelebihan pembayaran insentif 8.961 tenaga kesehatan
Ketua BPK RI Agung Firman mengatakan besaran dana insentif yang diterima 8.961 nakes bervariasi jumlahnya antara Rp178 ribu hingga Rp50 juta per orang. Para penerima insentif saat ini bertugas di rumah sakit pemerintah pusat, swasta, TNI-Polri, dan BUMN lewat penganggaran di Kemenkes.
Ia mengatakan BPK menemukan adanya kelebihan pembayaran atas insentif nakes akibat kesalahan teknis saat penarikan basis data usulan insentif nakes dari aplikasi insentif nakes yang dikelola oleh Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM (PPSDM) Kesehatan.
"Terjadi duplikasi data penerima insentif, dan data ini dijadikan dasar nakes sehingga terjadi kelebihan pembayaran untuk 8.961 nakes," katanya.
Atas permasalahan tersebut, Badan PPSDM Kesehatan telah melakukan kompensasi pembayaran masing-masing nakes selama periode 1 Januari 2021 sampai dengan 19 Agustus 2021. BPK merekomendasikan Menteri Kesehatan melalui Badan PPSDM Kesehatan untuk memproses sisa kelebihan pembayaran insentif nakes yang masih ada per September 2021.
Untuk faskes pelayanan COVID-19 yang dibiayai oleh APBD (RSUD dan puskesmas), kata Agung, sumber dana insentif nakes pelayanan COVID-19 dilakukan oleh masing-masing pemerintah daerah, bukan melalui DIPA Kementerian Kesehatan.
Hasil pemeriksaan BPK ini merupakan bagian dari pemeriksaan atas pengelolaan pinjaman luar negeri Indonesia Emergency Response to COVID-19 Tahun 2020-2021 pada Kementerian Kesehatan.
"Tujuan pemeriksaan ini adalah memberikan penilaian atas kepatuhan program dalam mencapai Disbursement Linked Indicator (DLI)/Disbursement Linked Result (DLR) pinjaman luar negeri Indonesia Emergency Response to COVID-19 Tahun 2020 sampai 2021," katanya.
Baca juga: Wamenkes sebut dobel transfer insentif nakes akibat kendala teknis
Baca juga: Kemenkes sebut nakes dobel insentif kooperatif kembalikan dana
Baca juga: Kemenkes sudah salurkan Rp6,4 triliun insentif tenaga kesehatan
"Keputusan yang kami ambil, diskusi bersama teman-teman Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI adalah tidak menarik kembali (kelebihan transfer, red.) tapi melakukan kompensasi. Kalau ditarik kembali kasihan," kata dia saat konferensi pers di Gedung BPK RI Jakarta, Senin sore.
Ia mengatakan mekanisme kompensasi sudah melalui diskusi dengan Ketua BPK RI Agung Firman dengan pertimbangan bahwa para penerima kelebihan dana insentif masih terus bekerja di fasilitas layanan kesehatan.
Ia mengatakan ke depannya persoalan tersebut akan diselesaikan dengan tata kelola keuangan yang lebih baik melalui mekanisme sistem keuangan yang sudah dikembangkan oleh Kemenkes.
"Dengan adanya pengawasan BPK ini kita menjadi lebih tahu ada data yang salah sehingga terjadi duplikasi di laporan, jadi kita perbaiki dan ke depan jadi lebih baik," katanya.
Budi berpesan kepada seluruh nakes penerima kelebihan dana insentif untuk tidak perlu khawatir dengan persoalan itu.
"Buat para nakes, saya titip tidak perlu khawatir, duitnya tidak akan ditarik kembali tetap konsentrasi kerja dan semoga sehat selalu," katanya.
Baca juga: BPK temukan kelebihan pembayaran insentif 8.961 tenaga kesehatan
Ketua BPK RI Agung Firman mengatakan besaran dana insentif yang diterima 8.961 nakes bervariasi jumlahnya antara Rp178 ribu hingga Rp50 juta per orang. Para penerima insentif saat ini bertugas di rumah sakit pemerintah pusat, swasta, TNI-Polri, dan BUMN lewat penganggaran di Kemenkes.
Ia mengatakan BPK menemukan adanya kelebihan pembayaran atas insentif nakes akibat kesalahan teknis saat penarikan basis data usulan insentif nakes dari aplikasi insentif nakes yang dikelola oleh Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM (PPSDM) Kesehatan.
"Terjadi duplikasi data penerima insentif, dan data ini dijadikan dasar nakes sehingga terjadi kelebihan pembayaran untuk 8.961 nakes," katanya.
Atas permasalahan tersebut, Badan PPSDM Kesehatan telah melakukan kompensasi pembayaran masing-masing nakes selama periode 1 Januari 2021 sampai dengan 19 Agustus 2021. BPK merekomendasikan Menteri Kesehatan melalui Badan PPSDM Kesehatan untuk memproses sisa kelebihan pembayaran insentif nakes yang masih ada per September 2021.
Untuk faskes pelayanan COVID-19 yang dibiayai oleh APBD (RSUD dan puskesmas), kata Agung, sumber dana insentif nakes pelayanan COVID-19 dilakukan oleh masing-masing pemerintah daerah, bukan melalui DIPA Kementerian Kesehatan.
Hasil pemeriksaan BPK ini merupakan bagian dari pemeriksaan atas pengelolaan pinjaman luar negeri Indonesia Emergency Response to COVID-19 Tahun 2020-2021 pada Kementerian Kesehatan.
"Tujuan pemeriksaan ini adalah memberikan penilaian atas kepatuhan program dalam mencapai Disbursement Linked Indicator (DLI)/Disbursement Linked Result (DLR) pinjaman luar negeri Indonesia Emergency Response to COVID-19 Tahun 2020 sampai 2021," katanya.
Baca juga: Wamenkes sebut dobel transfer insentif nakes akibat kendala teknis
Baca juga: Kemenkes sebut nakes dobel insentif kooperatif kembalikan dana
Baca juga: Kemenkes sudah salurkan Rp6,4 triliun insentif tenaga kesehatan
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2021
Tags: