Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Sekjen Perhimpunan Fitopatologi Indonesia (PFI), Prof Dr Achmadi Priyatmojo mengemukakan bahwa penyakit yang menyerang tanaman bisa menurunkan produksi cukup signifikan, bahkan bisa merugikan petani antara 20 hingga 35 persen.
"Serangan berat bisa mematikan tanaman. Penyakit tanaman ini, antara lain disebabkan oleh jamur, bakteri, virus, mikroplasma dan lainnya. Selain itu, patogen atau penyakit bisa merusak tanaman karena faktor lingkungan," kata Prof Dr Achmad Priyatmojo dalam rilis Universitas Brawijaya (UB) yang diterima di Malang, Minggu.
Ia mencontohkan jika patogen (penyakit) menyerang tanaman atau bijian, seperti kacang tanah, jamur itu menghasilkan mikotoksin. Jika kacang tanah itu dimakan, racun itu akan masuk dalam metabolisme tubuh dan bisa menyebabkan kanker.
Di sela Konferensi dan Kongres XXVI PFI yang diselenggarakan secara virtual dan didukung oleh UB TV itu mengatakan digitalisasi, mekanisasi dan modernisasi juga menjadi tantangan utama dalam sektor pertanian.
Selain itu, lanjutnya, perubahan lingkungan dan sumber daya alam pertanian, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, ketahanan, keamanan dan diversifikasi pangan, sumber daya manusia hingga regulasi, juga menjadi tantangan tersendiri bagi sektor pertanian.
llmu pengetahuan, menurut dia, menunjukkan bahwa perubahan iklim memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan tanaman, terutama karena perluasan penyebaran patogen dan perubahan epidemi penyakit.
Upaya mitigasi dan adaptasi untuk mengatasi dampak ini akan menjadi tantangan besar bagi organisasi perlindungan tanaman nasional, regional dan internasional, termasuk di dalamnya adalah PFI.
Kongres dan seminar internasional PFI digelar pada 29-30 Oktober 2021, dengan tujuan memadukan dosen, peneliti, praktisi, pembuat kebijakan, mahasiswa dan komunitas tingkat nasional maupun internasional agar mendiseminasikan hasil-hasil penelitian dan pengetahuan yang berhubungan dengan patologi tumbuhan dalam rangka mewujudkan pertanian berkelanjutan dan keamanan pangan.
Dalam kongres dan seminar yang dihadiri sekitar 200 peserta dari anggota dan nonanggota PFI itu, menghadirkan pembicara Fadjry Djufry (Kepala Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian), Prof. Roger Koide (Brigham Young University USA), Prof. Wei Chiang Shen, PhD (National Taiwan University), Prof. Nick Talbot, Ph.D (The Sainsbury Laboratory, Norwich, UK), dan Dr SiwiIndarti (Universitas Gadjah Mada).
Hasil dari Kongres XXIV PFI adalah serah terima jabatan Ketua Umum PFI dari Prof. Dr. Ir. Abdul Latief Abadi, MS (2019-2021) kepada Dr. Ir. Joko Prasetyo, MS (Ketua PFI periode 2021-2023) sekaligus menjadi tuan rumah untuk Seminar dan Kongres PFI Tahun 2023 di Lampung.
PFI adalah organisasi profesi yang mewadahi para ahli ilmu penyakit tumbuhan di Indonesia. Perhimpunan ini didirikan pada 5 Agustus 1970, di perkebunan teh milik Fakultas Pertanian UGM di Pagilaran, Kabupaten Batang, Jawa Tengah.
PFI saat ini memiliki anggota aktif 417 dengan latar belakang pengajar, peneliti dan praktisi dari berbagai instansi pemerintah maupun swasta.
Anggota PFI tersebar di 28 komisariat daerah, yakni Aceh, Bali, Bandung, Bengkulu, Bogor, DKI Jakarta, Dulongmas (Kedu, Pekalongan, Banyumas), Jambi, Jawa Timur bagian barat, Jawa Timur bagian timur, Yogyakarta, Solo, Semarang.
Selain itu, juga di Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Lampung, Maluku, NTB, Papua, Riau, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan dan Sumatera Utara.
Pada tahun ini, Kongres dan Seminar Internasional PFI menjadi rangkaian Dies Natalis ke-61 Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, dilaksanakan di UB dengan tema Role of Phytopathology in Achieving Healthy Plants Towards Sustainable in Era of the Industrial Revolution 4.0.
Sekjen PFI: Kerugian petani akibat penyakit tanaman bisa 35 persen
31 Oktober 2021 12:12 WIB
Panitia Kongres XXVI Perhimpunan Fitopatologi Indonesia (PFI) mengadakan konferensi pers usai kegiatan (ANTARA/HO/UNIVERSITAS BRAWIJAYA/End)
Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021
Tags: