Yogyakarta (ANTARA) - Rektor Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta Prof Edy Suandi Hamid mengatakan masyarakat perlu mendapatkan edukasi untuk membangun rumah tahan gempa, karena Indonesia termasuk dalam kawasan wilayah Cincin Api Pasifik atau Ring of Fire.

"Masyarakat perlu diedukasi untuk membangun rumah yang bisa meminimalkan dampak dari gempa bumi," kata Edy saat sosialisasi Bangunan Rumah Rakyat Tahan Gempa di Universitas Widya Mataram Yogyakarta, Jumat.

Menurut dia, mengingat wilayah Indonesia berada dalam kawasan yang potensial terjadi gempa bumi, sudah sewajarnya memerlukan bangunan yang tahan gempa.

Baca juga: LIPI: Rumah dibangun sebaiknya dengan kaidah tahan gempa

Baca juga: Peneliti: Penggunaan bahan bangunan ringan lebih tahan gempa


Untuk mendukung bangunan rumah masyarakat yang tahan gempa, menurut dia, diperlukan dukungan berbagai pihak, tidak terkecuali kalangan akademisi, termasuk para mahasiswa.

Dalam acara sosialisasi itu, berlangsung pula penyerahan peralatan simulasi gempa dan prototipe bangunan tahan gempa dari Sarwidi Center, karya ahli gempa Prof Sarwidi kepada UWM.

Melalui peralatan simulasi gempa dan bangunan tahan gempa itu, Edy berharap memberikan nilai tambah bagi para mahasiswa, dan mendorong minat mereka untuk menciptakan rumah tahan gempa di Tanah Air.

"Kami berharap bisa mendorong minat mereka untuk mengembangkan peralatan simulasi maupun menciptakan rumah tahan gempa yang cocok dengan kemampuan dan situasi di Indonesia," ujar Edy.

Sementara itu, ahli gempa Prof Sarwidi menuturkan gempa bumi masuk kategori bencana misterius dan belum ada alat yang bisa mendeteksi kapan terjadi.

"Bencana selain gempa, kita bisa memprediksi, sementara gempa bumi belum ada ahli maupun peralatan yang bisa memperkirakan kapan gempa terjadi dan berapa skalanya," ujar dia.

Baca juga: Membangun rumah sederhana tahan gempa

Setiap negara atau wilayah, kata Sarwidi, memiliki karakter gempa yang sulit diperkirakan, termasuk Indonesia.

"Indonesia masuk kategori memiliki karakter khusus gempa yang tidak sama dengan kasus gempa di Jepang dan negara lain," kata dia.

Sarwidi berharap melalui alat simulasi gempa yang ia buat dapat membantu mahasiswa mendapat solusi memahami karakter goncangan yang ditimbulkan dari gerakan gempa.

"Para mahasiswa juga kami harapkan bisa mengembangkan prototipe baru bangunan tahan gempa," kata dia.