Satgas IDI: PCR "gold standard" alat tes COVID-19
29 Oktober 2021 22:45 WIB
Tangkapan layar Ketua Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban dalam acara Anda Bertanya, IDI Menjawab di YouTube Kemkominfo RI yang diikuti dari Jakarta, Jumat (29/10/2021). ANTARA/Andi Firdaus
Jakarta (ANTARA) - Polymerase chain reaction (PCR) menjadi pengujian yang dinilai paling sensitif dan efektif untuk digunakan di masa pandemi COVID-19, kata seorang pakar kesehatan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
"PCR bisa dikatakan sebagai gold standard yang terbaik untuk mendeteksi COVID-19. Pasien yang dirawat sudah tidak ada keluhan, kalau dites PCR masih bisa positif karena walau virus hancur dan berkeping-keping masih ada bagian virus yang terdeteksi," kata Ketua Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban dalam acara Anda Bertanya, IDI Menjawab di YouTube Kemkominfo RI yang diikuti dari Jakarta, Jumat malam.
"PCR bahkan lebih akurat dibandingkan alat tes lainnya seperti antigen, G-Nose maupun antibodi. "Kita pernah pakai antibodi, ternyata tidak benar (hasilnya) kemudian kita hapus gak boleh lagi," katanya.
Kemudian pemerintah memberlakukan tes menggunakan G-Nose atau Gadjah Mada Electronic Nose COVID-19 sebagai alat tes diagnostik cepat berbasis kecerdasan buatan untuk mendeteksi COVID-19 melalui embusan napas yang dikembangkan oleh Universitas Gadjah Mada.
"Kita pernah pakai G-Nose yang murah meriah dan bagus. Ternyata laporannya menunjukkan amat tidak bagus, jadi kita hilangkan," katanya.
Saat ini alat tes COVID-19 yang direkomendasikan pemerintah, kata Zubairi, tinggal PCR dan antigen. "Antigen bagus sekali tapi masih kalah dengan PCR," katanya.
Zubairi mengatakan tes antigen saat ini sudah diperbolehkan untuk pelaku perjalan udara luar Pulau Jawa-Bali dengan pertimbangan jumlah orang yang melakukan perjalanan tidak lebih banyak dari tujuan daerah di Jawa Bali.
"Penerbangan Jakarta-Bali sekarang lagi penuh banget. Kalau luar Jawa-Bali seperti Palembang itu sepi sehingga tidak berisiko tinggi," katanya.
Sementara seluruh pelaku perjalanan domestik tujuan Jawa-Bali diwajibkan tes PCR sebab memiliki tingkat akurasi dan sensitivitas yang lebih tinggi untuk mendeteksi SARS-CoV-2 penyebab COVID-19.
"PCR bisa dikatakan sebagai gold standard yang terbaik untuk mendeteksi COVID-19. Pasien yang dirawat sudah tidak ada keluhan, kalau dites PCR masih bisa positif karena walau virus hancur dan berkeping-keping masih ada bagian virus yang terdeteksi," kata Ketua Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban dalam acara Anda Bertanya, IDI Menjawab di YouTube Kemkominfo RI yang diikuti dari Jakarta, Jumat malam.
"PCR bahkan lebih akurat dibandingkan alat tes lainnya seperti antigen, G-Nose maupun antibodi. "Kita pernah pakai antibodi, ternyata tidak benar (hasilnya) kemudian kita hapus gak boleh lagi," katanya.
Kemudian pemerintah memberlakukan tes menggunakan G-Nose atau Gadjah Mada Electronic Nose COVID-19 sebagai alat tes diagnostik cepat berbasis kecerdasan buatan untuk mendeteksi COVID-19 melalui embusan napas yang dikembangkan oleh Universitas Gadjah Mada.
"Kita pernah pakai G-Nose yang murah meriah dan bagus. Ternyata laporannya menunjukkan amat tidak bagus, jadi kita hilangkan," katanya.
Saat ini alat tes COVID-19 yang direkomendasikan pemerintah, kata Zubairi, tinggal PCR dan antigen. "Antigen bagus sekali tapi masih kalah dengan PCR," katanya.
Zubairi mengatakan tes antigen saat ini sudah diperbolehkan untuk pelaku perjalan udara luar Pulau Jawa-Bali dengan pertimbangan jumlah orang yang melakukan perjalanan tidak lebih banyak dari tujuan daerah di Jawa Bali.
"Penerbangan Jakarta-Bali sekarang lagi penuh banget. Kalau luar Jawa-Bali seperti Palembang itu sepi sehingga tidak berisiko tinggi," katanya.
Sementara seluruh pelaku perjalanan domestik tujuan Jawa-Bali diwajibkan tes PCR sebab memiliki tingkat akurasi dan sensitivitas yang lebih tinggi untuk mendeteksi SARS-CoV-2 penyebab COVID-19.
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021
Tags: