Jakarta (ANTARA) - Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan uji materiil terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99/2012 tentang Tata Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Uji materiil yang dikabulkan adalah terhadap pasal 34A serta aasal 43 A PP Nomor 99/2012 yang mengatur soal pemberian remisi kepada narapidana kasus kejahatan luar biasa yaitu perkara korupsi, terorisme dan narkoba.
"Putusan, Kabul HUM (Hak Uji Materiil)," kata juru bicara MA Andi Samsan Nganro di Jakarta, Jumat. Vonis diputuskan pada 28 Oktober 2021 oleh majelis hakim Supandi sebagai ketua dan Is Sudaryono dan Yodi M Wahyunadi selaku anggota. Perkara dengan nomor 28 P/HUM/2021 itu diajukan Subowo dan kawan-kawan selaku mantan kepala desa yang kini sedang menjalani hukuman di LP Sukamiskin di Bandung.
Baca juga: KPK: Putusan MK dan MA tepis tuduhan penerapan TWK malaadministrasi
Dalam gugatannya, Subowo menggugat pasal 34A ayat (1) huruf (a) dan b, pasal 34A ayat (3), dan pasal 43A ayat (1) huruf (a), pasal 43A ayat (3) PP Nomor 99/2012 karena mereka menilai ketentuan dalam pasal-pasal tersebut bertentangan dengan UU di atasnya.
Sejumlah pertimbangan yang disampaikan hakim sehingga mengabulkan uji materiil itu adalah:
Pertama, fungsi pemidanaan tidak lagi sekedar memenjarakan pelaku agar jera, akan tetapi usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial yang sejalan dengan model restorative justice (model hukum yang memperbaiki).
Baca juga: Pemohon uji materiil UU tentang Pemilu sampaikan perbaikan ke MK
Kedua, narapidana bukan saja objek melainkan juga subjek yang tidak berbeda dengan manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kekhilafan yang dapat dikenakan pidana sehingga tidak harus diberantas namun yang harus diberantas adalah faktor-faktor yang menyebabkan narapidana berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum.
Ketiga, berdasarkan filosofi pemasyarakatan tersebut, maka rumusan norma yang terdapat didalam peraturan pelaksanaan UU Nomor 12/1995 sebagai aturan teknis pelaksana harus mempunyai semangat yang sebangun dengan filosofi pemasyarakatan yang memperkuat rehabilitasi dan reintegrasi sosial serta konsep restorative justice.
Baca juga: Pegawai KPK ajukan uji materiil terkait TWK
Keempat, sejatinya hak untuk mendapatkan remisi harus diberikan tanpa terkecuali yang artinya berlaku sama bagi semua warga binaan untuk mendapatkan hak-nya secara sama, kecuali dicabut berdasarkan putusan pengadilan.
Kelima, persyaratan untuk mendapatkan remisi tidak boleh bersifat membeda-bedakan dan justru dapat menggeser konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial yang ditetapkan serta harus mempertimbangkan dampak kelebihan jumlah penghuni di LP.
Baca juga: Pemohon sampaikan kerugian konstitusional buruh akibat UU Cipta Kerja
Keenam, syarat-syarat tambahan diluar syarat pokok untuk dapat diberikan remisi kepada narapidana, seharusnya lebih tepat dikonstruksikan sebagai bentuk (penghargaan) berupa pemberian hak remisi tambahan di luar hak hukum yang telah diberikan.
Hal ini karena segala fakta hukum yang terjadi di persidangan termasuk terdakwa yang tidak mau jujur mengakui perbuatannya serta keterlibatan pihak lain dijadikan bahan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan yang memberatkan hukuman pidana.
Sampai titik itu persidangan telah berakhir dan selanjutnya menjadi kewenangan LP.
Baca juga: MA kabulkan permohonan uji materiil jaksa KPK soal status ASN
Ketujuh, kewenangan untuk memberikan remisi adalah menjadi otoritas penuh lembaga pemasyarakatan yang dalam tugas pembinaan terhadap warga binaannya tidak bisa diintervensi oleh Lembaga lain apalagi bentuk campur tangan yang justru akan bertolak belakang dengan pembinaan warga binaan.
Kedelapan, lapas dalam memberikan penilaian bagi setiap narapidana untuk dapat diberikan remisi harus dimulai sejak yang bersangkutan menyandang status warga binaan dan bukan masih dikaitkan dengan hal-hal lain sebelumnya.
Baca juga: Jaksa KPK ajukan uji materiil ke MA terkait status ASN
Kesembilan, remisi diberikan kepada warga binaan dengan syarat warga binaan tersebut telah melakukan pengembalian kerugian uang negara terlebih dahulu.
Kesepuluh, warga binaan tidak menunjukan perilaku yang bertentangan dengan tujuan pembinaan di lembaga pemasyarakatan.
MA batalkan PP remisi, koruptor tak perlu dapat "justice collaborator"
29 Oktober 2021 18:13 WIB
Ilustrasi Gedung Mahkamah Agung di Jakarta. FOTO ANTARA/Rosa Panggabean
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2021
Tags: