Jakarta (ANTARA) - Lembaga kajian dan advokasi Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mendorong pasokan polymerase chain reaction (PCR) yang memadai di dalam negeri agar permintaan tes yang tinggi dapat terpenuhi.

"Kebijakan mematok harga hanya akan efektif kalau pasokan berlimpah dan semua komponen biaya diketahui oleh pemerintah," kata Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Andree Surianta melalui keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.

Andree mengatakan diperlukan tarif PCR yang ideal di pasaran sebab tarif yang terlalu tinggi berpotensi membatasi jumlah konsumen, sementara jika terlalu murah supplier bisa mundur dan terjadi kelangkaan atau bahkan terbentuknya pasar gelap.

Ia mengatakan Indonesia tidak memproduksi PCR sendiri dan ketersediaan PCR sepenuhnya berasal dari impor. "Perlu ditinjau apakah kondisi tingginya harga terjadi karena jumlah importir yang terlalu sedikit," katanya.

Dengan adanya dominasi swasta pada impor PCR, kata Andree, pelibatan BUMN sebagai importir bisa saja mengendalikan harga. Tetapi ini bukan solusi terbaik karena mengikuti harga patokan pemerintah tidak serta merta membuat mereka tidak merugi.

Baca juga: Kebijakan PCR bersifat dinamis

Baca juga: Epidemiolog: Penurunan tarif PCR jangan turunkan kualitas pemeriksaan


"Pengambilalihan oleh BUMN juga dapat meningkatkan risiko disrupsi dan 'bottleneck' karena jalur masuk pasokan menjadi sempit," katanya.

“Harga bisa saja kelihatan murah, tetapi tiba-tiba tidak ada stok kalau jalur yang cuma satu itu terdisrupsi. Malah kita perlu lebih banyak importir untuk mengurangi risiko disrupsi dan menekan harga," katanya menambahkan.

Andree menyebut pemerintah perlu terbuka tentang komponen yang ada di dalam harga karena ketiadaan informasi yang jelas tentang komponen harga akan mempersulit penilaian efektivitas kebijakan tarif baru PCR seharga Rp275 ribu untuk wilayah Jawa-Bali dan Rp300 ribu untuk luar Jawa-Bali.

Dikatakan Andree pemerintah perlu memperhatikan reaksi pasar. Jika setelah harga dipatok malah banyak laboratorium yang tidak menawarkan PCR lagi atau terjadi kelangkaan PCR, berarti harga tersebut tidak bisa menutupi biaya laboratorium.

"Solusi paling aman adalah menambah pasokan dengan memperbanyak jalur impor," katanya.

Untuk solusi jangka menengah dan panjang, katanya, dibutuhkan penarikan investasi pada manufaktur alat kesehatan dalam negeri. "Menarik minat investasi pada sektor ini, sebagaimana sektor lainnya, perlu diikuti reformasi regulasi dan birokrasi," katanya.

Baca juga: Kemendagri lakukan penyesuaian aturan PCR di Inmendagri terbaru

Baca juga: Epidemiolog: Penurunan tarif RT-PCR perlu diapresiasi