Jakarta (ANTARA News) - Ketua Tim Pengawasan Kebijakan Pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi, Anggito Abimanyu, mengatakan bahwa pelaksanaan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi akan memberikan dampak inflasi maksimal sebesar 0,6%.
"Ya kalau kita lihat maksimum 0,6% saja. Maksimum ya," ujarnya saat ditemui di Jakarta, Senin.
Ia memastikan kebijakan pembatasan tersebut tidak akan memberikan efek lanjutan (second round effect) terhadap inflasi.
"Tidak ada second round effect. Saya mungkin 0,3% hingga 0,5% tidak sampai 0,6% karena tidak ada second round effect-nya," ujarnya.
Untuk itu, ia menjelaskan, waktu pemberlakukan pembatasan paling ideal berdasarkan kajian yang telah dilakukan para akademisi dari Universitas Gajah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Indonesia (UI) adalah pada bulan-bulan yang memunculkan risiko inflasi rendah.
"Saya tidak mengatakan bulan apa. Kalau dilakukan pada inflasi tinggi itu akan terjadi ekspektasi inflasi. Tidak salah juga. Tujuan kita bukan inflasi saja, tapi kalau didiamkan saja, dampaknya akan lebih buruk. Jadi dilakukan meskipun itu kecil daripada tidak sama sekali. Opsinya mana nanti kita lihat," ujarnya.
Berdasarkan perkiraan Badan Pusat Statistik (BPS), bulan yang beresiko inflasi rendah dan memunculkan deflasi adalah Februari hingga April karena mulai memasuki panen raya, namun Anggito belum memastikan pemerintah akan memberlakukan rencana pada bulan tersebut.
"Pokoknya rekomendasi kita dilakukan pada saat deflasi, artinya inflasi rendah, tapi bukan berarti kalau inflasi tinggi tidak dilakukan. Artinya ada risiko lain. Tapi jangan diartikan bahwa inflasi (menjadi pertimbangan) satu-satunya," ujarnya.
(T. S034/S019)
Pembatasan BBM Sumbang Inflasi 0,6%
7 Maret 2011 17:41 WIB
Anggito Abimanyu. (FOTO ANTARA/Rosa Panggabean)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011
Tags: