Bandung (ANTARA) - Mahasiswa Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB) berhasil menciptakan sebuah aplikasi manajemen limbah makanan bernama "Smeal" yang merupakan kepanjangan dari surplus meal atau kelebihan bahan makanan.

"Smeal adalah singkatan dari surplus meal atau kelebihan bahan makanan, tujuan utama kami adalah ingin mengurangi food waste," kata Mahfudz Dzaki, salah seorang dari pengagas atau anggota Tim Smeal dalam siaran pers Humas ITB, Jumat.

Atas karyanya tersebut, aplikasi yang digagas oleh Pujangga Reogavi, Mahfudz Dzaki, dan Alfinza Willys Alfarizi (mahasiswa Kewirausahaan, SBM ITB angkatan 2020 yang tergabung dalam Tim Smeal berhasil tampil sebagai juara pertama dalam ajang Startup Idea Competition (Ideanation) 2021 yang diselenggarakan oleh BEM Sekolah Bisnis IPB pada 15 Oktober – 2 Oktober 2021 lalu.

Baca juga: Mengenal karakteristik 5G untuk percepat tranformasi digital Indonesia

Baca juga: Rektor ITB sebut atmosfer akademik tidak bisa tercapai dengan PJJ

“Perlombaan tahunan ini terdiri dari tiga tahapan. Pertama, kami mengirimkan Business Model Canvas (BMC). Selanjutnya, dipilih 42 tim terbaik untuk melaju ke babak kedua, yaitu tahap pembuatan proposal. Di tahap terakhir, 10 tim terpilih harus mengirimkan pitch deck dan video profil singkat,” kata Reo kepada reporter Humas ITB, Selasa (5/10/2021).

Dzaki menuturkan berangkat dari permasalahan food waste yang masih akrab terjadi di Indonesia, memantik semangat mereka untuk menciptakan sebuah startup bernama Smeal
​​​​​​
Food waste merupakan makanan yang terbuang mubazir dan menjadi limbah. Beberapa dampak yang ditimbulkan adalah mengurangi pasokan air, melepaskan gas metana yang memicu pemanasan global, bahkan merusak lahan.


Aplikasi mereka lahir dan diharapkan dapat mengatasi masalah sampah makanan yang terbuang percuma dan merugikan tersebut.

Aplikasi ini akan membantu dalam proses manajemen produk olahan makanan dan membantu banyak orang dalam hal pangan

Selain itu, aplikasi seluler ini akan menghubungkan pelanggan dengan berbagai gerai retail maupun grosir yang memiliki surplus makanan atau minuman yang tidak terjual dengan batas tanggal kadaluarsa yang sudah ditentukan.

Smeal akan memberikan pilihan gerai tersebut yang tersedia dalam radius dan batas waktu tertentu yang sesuai dengan lokasi dan kebutuhannya.

“Kami menjamin adanya layanan yang fleksibel dan efisien dengan memberikan keleluasaan bagi pelanggan untuk membayar melalui layanan e-money yang kompatibel dengan telepon," kata Pujangga Reogavi, anggota Tim Smeal.

Selanjutnya, pelanggan juga dapat memilih layanan take away mandiri atau layanan pesan antar.

Fitur ulasan setelah rangkaian order selesai juga ditambahkan untuk memberikan pelayanan yang maksimal bagi pengguna Smeal.

Reo menerangkan konsep kerja tersebut merupakan perwujudan aksi bagi Smeal untuk mengurangi limbah makanan di Indonesia.

Ide ini mereka garap setelah mendapatkan mentoring dari kegiatan Merdeka Belajar di jurusan Kewirausahaan.

Padatnya kesibukan di jurusan dan pemberian tenggat waktu perlombaan yang singkat membuat mereka harus pintar-pintar membagi waktu.

Tim Smeal juga menerima masukan dari berbagai teman yang sudah lebih dulu menjuarai perlombaan sejenis ini agar bisa memberikan hasil maksimal.

Meskipun baru sekali ini tergabung dalam sebuah tim, ketiganya tetap melakukan persiapan yang matang. Mereka melakukan riset melalui kepustakaan yang jelas dan data yang valid.

Materi pitching yang lebih variatif dan lengkap juga menjadi keunggulan yang mereka bawakan.

“Semoga ide kami dapat direalisasikan dan berjalan dengan lancar sehingga bisa mengentaskan masalah food waste di Indonesia,” kata Dzaki.

Baca juga: Pemkot Denpasar dukung riset ITB STIKOM Bali untuk atasi COVID-19

Baca juga: Alumni ITB buat platform solusi anak muda hadapi dunia kerja