Jakarta (ANTARA) - Katib Aam Pengurus Besar (PB) Nahdlatul Ulama (NU) KH Yahya Staquf mengingatkan agar semua perguruan tinggi yang ada di lingkungan NU untuk mengembangkan kapasitas rohani mahasiswa.


"Kita tidak boleh mengabaikan apalagi meninggalkan dimensi rohani dalam pendidikan anak-anak kita," kata Gus Yahya untuk sapaan KH Yahya Staquf dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.
Penegasan itu juga disampaikan Gus Yahya saat memberi sambutan di sela-sela acara pelantikan Rektor IAINU Tuban Ahmad Zaini di Tuban Jawa Timur.

Gus Yahya menjelaskan dahulu, pesantren adalah lembaga pendidikan paling paripurna yang dimiliki umat Islam dan bangsa Indonesia. Di dalamnya diintegrasikan dimensi-dimensi kognitif dengan dimensi spiritual. Sehingga, santri bukan semata unggul secara akademis dan intelektual, namun juga mumpuni secara spiritual dan rohani.

Baca juga: Gus Yahya katakan NU perlu melakukan pembaruan memasuki abad kedua
"Dulu itu, nggak ada santri yang tidak "sakti." Kalau sudah jadi santri, hampir pasti juga sakti," jelas Gus Yahya.

Ia menyebut KH Wahab Hasbullah, Rais Aam pertama PBNU sebagai contoh. Dikatakan Gus Yahya, selain masyhur sebagai akademisi paripurna, intelektual sejati, Kiai Wahab juga dikenal sebagai seorang pendekar pilih tanding di zamannya.

Kandidat Ketua Umum PBNU itu menjelaskan lahirnya orang-orang sekaliber Kiai Wahab dikarenakan dari awal pendiriannya, pesantren tidak mengenal istilah pemisahan antara pendidikan berdimensi kognitif dengan dimensi spiritual. Di situlah, lanjut Gus Yahya, terletak inti dan tujuan dari pendidikan yang sebenarnya.

"Di situ jugalah muara semua ilmu pengetahuan. Yaitu, ilmu yang mendatangkan manfaat, bukan saja untuk dirinya, tetapi lebih dari itu juga berguna untuk masyarakat dan lingkungannya. Dengan ilmu yang bermanfaat, akan tercapai tujuan hidup orang beriman, yakni ketakwaan kepada Tuhan YME," jelas Gus Yahya.

Baca juga: Gus Yahya: Pembukaan UUD 1945 adalah jiwa dari visi tata dunia
Gus Yahya menekankan ketika ilmu manfaatnya tidak dirasakan oleh diri dan lingkungannya, maka tujuan dari pendidikan tidak tercapai.

"Jika IAINU gagal mengintegrasikan dua dimensi ini, maka gagal pula kita dalam menjaga dan meneruskan tradisi turots, warisan para pendiri NU, para kiai, ulama, dan guru-guru kita," pesan Gus Yahya.

Memanfaatkan momentum Hari Santri Nasional, Gus Yahya mengingatkan, bahwasanya ada tanggungjawab besar, khususnya di pundak para pemangku badan-badan pendidikan di NU, untuk menyukseskan misi pendidikan ini. Tanpa itu, anugerah Hari Santri Nasional hanya akan menjadi kebanggaan politik yang semu.

"Sebab, sebutan santri itu identik dengan kita, NU. Besar sekali makna penghargaan Hari Santri itu untuk kita. Tapi kalau setiap tahun kita menyikapinya dengak seremoni belaka, maka itu akan jadi sia-sia," jelas Gus Yahya.

Gus Yahya meminta, Hari Santri Nasional dijadikan sebagai kebanggaan bersama seluruh bangsa Indonesia.

Baca juga: Gus Yahya: Pengelolaan tatanan dunia harus diperkuat