Jakarta (ANTARA News) - Upaya para kepala daerah mengeluarkan peraturan atau SK gubernur yang melarang penyebaran ajaran ahmadiyah di daerahnya masing-masing dianggap sebagai solusi terbaik saat ini untuk menghindari meluasnya konflik di masyarakat.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Jatim, Prof Istibsyaroh, di Jakarta, Minggu menjelaskan bahwa apa yang telah dilakukan Gubernur Jatim dengan mengeluarkan peraturan gubernur yang melarang Ahmadiyah tersebut sudah cukup sebagai solusi sementara menghindari benturan antarmasyarakat di daerah.
DPD, ia menambahkan, akan meninjau langsung bagaimana efektivitas penerapan peraturan itu di Jatim, apakah benar-benar mampu meredam keresahan masyarakat atas penyebaran paham Ahmadiyah itu.
"Rencananya nanti tanggal 10 Maret, saya dan pak Laode Ida (Wakil Ketua DPD) akan ke Jatim untuk melihat langsung seberapa jauh efektivitas pelarangan Ahmadiyah oleh gubernur itu sekaligus mencari data-data dimana saja mereka dan berapa jamaahnya," ujar Istibsyaroh.
Untuk saat ini dengan terbitnya pergub melarang Ahmadiyah di Jatim itu, senator Jatim itu menambahkan, paling tidak sudah ada kepastian tidak akan ada lagi penyerangan-penyerangan kepada jamaah Ahmadiyah yang masih ada di sana sehingga ketertiban bisa terjaga.
"Masyarakat sekarang bisa lebih tenang dan mereka (jamaah Ahmadiyah) juga tidak akan diganggu lagi karena sudah ada pembekuan bagi upaya penyebaran ajaran itu," ujar Istibsyaroh.
Namun demikian, ia menambahkan, untuk amalan-amalan yang dilakukan jamaah Ahmadiyah dari aliran Qadian tetap sulit untuk dilarang institusi negara.
Memang untuk solusi yang paling ekstrim adalah membubarkan jamaah Ahmadiyah itu, tapi itu tidak mungkin karena bagaimana amalan-amalan seperti sholat atau Jumatan yang mereka lakukan harus dilarang.
Sebelumnya sejumlah kepala daerah, diantaranya Gubernur Jatim, Jabar dan Banten telah mengeluarkan peraturan daerah yang melarang Ahmadiyah di daerahnya masing-masing.
Sementara itu Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ahmad Zainuddin menilai munculnya surat keputusan (SK) beberapa kepala daerah terkait pelarangan terhadap Ahmadiyah dapat dimaklumi, agar masalah Ahmadiyah tidak berlarut-larut.
Namun sebaiknya Pemerintah pusat membubarkan Ahmadiyah saja, tambahnya.
Undang Undang No 1/PNPS/1965 tentang Penodaan Agama menyebutkan, yang berhak membubarkan Ahmadiyah adalah Presiden Republik Indonesia dengan pertimbangan Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan Jaksa Agung.
"Pelanggaran yang dilakukan oleh organisasi atau sesuatu aliran kepercayaan, maka Presiden Republik Indonesia dapat membubarkan Organisasi itu dan menyatakan Organisasi atau aliran tersebut sebagai Organisasi/ aliran terlarang, satu dan lain setelah Presiden mendapat pertimbangan dari Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri," kata Zainuddin mengutip UU tentang Penodaan Agama.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Bakorpakem (Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat) telah meneliti dan menyatakan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) sebagai kelompok sesat dan merekomendasikan perlunya diberi peringatan keras agar Ahmadiyah menghentikan segala aktivitasnya.
Pemerintah juga telah mengeluarkan SKB 3 Menteri pada bulan juli 2008 agar Ahmadiyah menghentikan aktivitasnya. Kemudian menurut penelitian litbang kementerian agama bahwa Ahmadiyah telah terbukti melanggar SKB tiga Menteri.
"Alasan pemerintah sudah tepat jika ingin membubarkan Ahmadiyah. DPR mendukung langkah tersebut. Pemerintah harus segera merealisasikan pembubaran Ahmadiyah secepatnya," katanya.
(D011/B010)
Pergub Larangan Ahmadiyah Dinilai Sebagai Solusi Terbaik
6 Maret 2011 15:45 WIB
Seorang pengunjukrasa dari Forum Umat Islam (FUI) melakukan aksi di Bundaran Hotel Indonesia (HI) Jakarta (FOTO ANTARA/Prasetyo Utomo)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2011
Tags: