London (ANTARA News) - Film layar perak "Laskar Pelangi" menceritakan tentang kehidupan 10 anak dari keluarga miskin yang belajar di Sekolah Dasar (SD) Muhammadiyah Belitung, diputar dan mendapat sambutan hangat dari para peserta didik di pesantren Maroko.

Pemutaran film yang diangkat dari novel karya Andrea Hirata itu dilakukan Kedutaan Besar RepublikIndonesia (KBRI) Rabat, Maroko, bekerja sama dengan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Maroko, ujar Sekretaris III/Pelaksana Fungsi Pensosbud KBRI Rabat, Rahmat Azhari, dalam keterangannya kepada ANTARA News London, Minggu.

Menurut Rahmat Azhari, film Laskar Pelangi yang diterjemahkan dalam teks berbahasa Prancis dan Arab itu diputar di Pesantren Madrasa Atika Imam Nafi di Kota Tangier, Maroko, setelah diputar di berbagai perguruan tinggi.

Pemilihan film bertema pendidikan yang cukup populer, merepresentasikan keanekaragaman budaya Indonesia dan mendapat respons positif, dibuktikan dengan hadirnya seluruh pelajar Maroko maupun asing, dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi dan komunitas kampus sebanyak 400 orang.

Cerita film yang didasari dari kisah nyata dan menonjolkan sisi pendidikan dan religius, membuat banyak penonton terharu, namun juga terhibur, ujarnya.

Penonton terlihat memperhatikan film dengan seksama dan terkadang menanyakan beberapa hal terkait film kepada mahasiswa Indonesia yang juga berada di antara penonton.

Di sela-sela pertunjukan film, penonton menikmati hidangan kuliner berupa risoles dan mie goreng yang disediakan panitia.

Dikatakannya pemutaran film Indonesia untuk publik Maroko, khususnya kalangan kampus, merupakan program rutin KBRI Rabat bekerja sama dengan PPI Maroko.

Masyarakat Maroko sangat antusias dan menyukai kegiatan pemutaran film di kampus, selain menghibur juga menambah wawasan mereka mengenai Indonesia.

Mereka mengharapkan kegiatan pemutaran film Indonesia dapat dilakukan secara rutin dalam berbagai kesempatan.

Madrasa Atika Imam Nafi mempunyai banyak kesamaan dengan lembaga pesantren di Indonesia, yaitu menggunakan sistem belajar tradisionil.

Dalam perkembangannya, lembaga pendidikan ini melakukan pembenahan dan mulai menambahkan materi umum lainnya, berikut perangkat modern pendidikan, seperti perpustakaan dan sarana teknologi informasi (TI).

Saat ini terdapat 750 mahasiswa yang terdaftar di lembaga tersebut dan tersebar di berbagai cabang, yang 12 di antaranya adalah mahasiswa Indonesia yang belajar melalui skema kerja sama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Kementerian Wakaf Maroko.
(T.H-ZG/P004/P003)