Warga Rusun Petamburan pindah hambat pembayaran ganti rugi
28 Oktober 2021 15:14 WIB
Sejumlah warga berbelanja di Pasar Rusun Petamburan, Jakarta, Selasa (28/7/2020). Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat menjadi dua daerah pertama penerima dana program Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Daerah karena terdampak sangat besar oleh pandemi COVID-19 pada kesejahteraan dan ekonomi masyarakatnya. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj.
Jakarta (ANTARA) - Sebagian besar warga dari 473 kepala keluarga (KK) di Rusun Petamburan yang sudah pindah menjadi penghambat pembayaran ganti rugi sehingga tidak dapat segera direalisasikan meski anggaran sudah disiapkan.
"Anggaran ini tidak dapat direalisasikan karena warga yang menjadi penggugat sebanyak 473 warga, sebagian besar sudah tidak bertempat tinggal sana," kata Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) DKI Jakarta, Sarjoko di Jakarta, Kamis.
Dia menjelaskan Pemprov DKI berkomitmen mematuhi dan menjalankan putusan pengadilan yang memerintahkan pembayaran ganti rugi kepada 473 KK.
"Tidak benar, Pemprov DKI Jakarta tidak serius untuk menjalankan putusan pengadilan. Pemprov DKI Jakarta mempunyai komitmen untuk segera membayarkan ganti rugi kepada warga," ucapnya.
Sarjoko mengungkapkan permasalahan yang terjadi di Rusun Petamburan bukanlah permasalahan terkait ganti rugi atas tanah yang menjadi lokasi pembangunan rusun.
Baca juga: Ombudsman periksa DKI soal ganti rugi warga Rusun Petamburan
Permasalahan yang terjadi, lanjut dia, adalah terkait ganti rugi atau kompensasi biaya sewa rumah pada saat rusun dibangun.
"Awalnya, kepada warga diberikan biaya kontrak rumah selama satu tahun. Tapi ternyata pembangunan tersebut berlangsung selama lima tahun yang diakibatkan oleh kondisi keuangan Pemprov DKI Jakarta pada saat krisis moneter 1998," terangnya.
Kemudian, permasalahan tersebut digugat ke pengadilan dan berdasarkan Putusan Makhamah Agung RI Nomor 700/PK/PDT/2014 tanggal 19 Mei 2015 Pemprov DKI Jakarta dihukum untuk membayar ganti rugi.
Putusan pengadilan menyebutkan, Gubernur DKI Jakarta, Walikota Jakarta Pusat dan Kepala Dinas Perumahan DKI Jakarta membayar ganti rugi kepada 473 warga sebesar Rp4,73 miliar.
"Bukti keseriusan kami menjalani putusan pengadilan adalah langsung menganggarkan dana ganti rugi pada tahun anggaran 2015 dalam APBD Dinas Perumahan," ucapnya.
Baca juga: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan taat putusan pengadilan soal Petamburan
Sarjoko menambahkan, pada 2019, DPRKP DKI Jakarta mengadakan pendataan pemilik Rusun Petamburan dan sosialisasi pemberian ganti rugi sesuai Putusan Makhamah Agung RI Nomor 700/PK/PDT/2014 pada 19 Mei 2015.
Sosialisasi ini dilakukan di Aula Masjid Rumah Susun Petamburan.
"Tetapi dari pendataan dan sosialisasi tersebut ditemukan fakta bahwa sebagian besar warga yang menggugat sudah tidak bertempat tinggal di sana lagi. Bahkan, sebagian besar warga juga sudah menjual unitnya kepada orang lain tanpa melakukan kewajiban pembayaran kepada Pemprov DKI Jakarta," katanya.
Akibatnya, Pemprov DKI mengalami kesulitan untuk melakukan verifikasi terhadap warga yang akan menerima ganti rugi tersebut.
Padahal, verifikasi diperlukan untuk menjamin pemberian ganti rugi sesuai dengan ketentuan dan mencegah pemberian ganti rugi kepada orang yang tidak berhak.
Baca juga: Tempati tanah negara, Warga Kalijodo tak dapat ganti rugi
"Anggaran ini tidak dapat direalisasikan karena warga yang menjadi penggugat sebanyak 473 warga, sebagian besar sudah tidak bertempat tinggal sana," kata Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) DKI Jakarta, Sarjoko di Jakarta, Kamis.
Dia menjelaskan Pemprov DKI berkomitmen mematuhi dan menjalankan putusan pengadilan yang memerintahkan pembayaran ganti rugi kepada 473 KK.
"Tidak benar, Pemprov DKI Jakarta tidak serius untuk menjalankan putusan pengadilan. Pemprov DKI Jakarta mempunyai komitmen untuk segera membayarkan ganti rugi kepada warga," ucapnya.
Sarjoko mengungkapkan permasalahan yang terjadi di Rusun Petamburan bukanlah permasalahan terkait ganti rugi atas tanah yang menjadi lokasi pembangunan rusun.
Baca juga: Ombudsman periksa DKI soal ganti rugi warga Rusun Petamburan
Permasalahan yang terjadi, lanjut dia, adalah terkait ganti rugi atau kompensasi biaya sewa rumah pada saat rusun dibangun.
"Awalnya, kepada warga diberikan biaya kontrak rumah selama satu tahun. Tapi ternyata pembangunan tersebut berlangsung selama lima tahun yang diakibatkan oleh kondisi keuangan Pemprov DKI Jakarta pada saat krisis moneter 1998," terangnya.
Kemudian, permasalahan tersebut digugat ke pengadilan dan berdasarkan Putusan Makhamah Agung RI Nomor 700/PK/PDT/2014 tanggal 19 Mei 2015 Pemprov DKI Jakarta dihukum untuk membayar ganti rugi.
Putusan pengadilan menyebutkan, Gubernur DKI Jakarta, Walikota Jakarta Pusat dan Kepala Dinas Perumahan DKI Jakarta membayar ganti rugi kepada 473 warga sebesar Rp4,73 miliar.
"Bukti keseriusan kami menjalani putusan pengadilan adalah langsung menganggarkan dana ganti rugi pada tahun anggaran 2015 dalam APBD Dinas Perumahan," ucapnya.
Baca juga: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan taat putusan pengadilan soal Petamburan
Sarjoko menambahkan, pada 2019, DPRKP DKI Jakarta mengadakan pendataan pemilik Rusun Petamburan dan sosialisasi pemberian ganti rugi sesuai Putusan Makhamah Agung RI Nomor 700/PK/PDT/2014 pada 19 Mei 2015.
Sosialisasi ini dilakukan di Aula Masjid Rumah Susun Petamburan.
"Tetapi dari pendataan dan sosialisasi tersebut ditemukan fakta bahwa sebagian besar warga yang menggugat sudah tidak bertempat tinggal di sana lagi. Bahkan, sebagian besar warga juga sudah menjual unitnya kepada orang lain tanpa melakukan kewajiban pembayaran kepada Pemprov DKI Jakarta," katanya.
Akibatnya, Pemprov DKI mengalami kesulitan untuk melakukan verifikasi terhadap warga yang akan menerima ganti rugi tersebut.
Padahal, verifikasi diperlukan untuk menjamin pemberian ganti rugi sesuai dengan ketentuan dan mencegah pemberian ganti rugi kepada orang yang tidak berhak.
Baca juga: Tempati tanah negara, Warga Kalijodo tak dapat ganti rugi
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2021
Tags: