Jakarta (ANTARA) - Aktivis buruh Jumhur Hidayat berharap majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menjatuhkan vonis yang adil terhadap dirinya pada sidang pembacaan putusan yang dijadwalkan berlangsung di Ruang Sidang Oemar Seno Adji, PN Jaksel, Jakarta, Kamis.

Jumhur mengatakan putusan majelis hakim merupakan benteng terakhir pengawal demokrasi.

"Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan memutus perkara pidana saya, Moh Jumhur Hidayat terkait perlawanan terhadap UU Omnibus Law (Cipta Kerja) pada Kamis, 28 Oktober 2021 jam 10.00 WIB," kata Jumhur lewat pesan tertulisnya yang diterima di Jakarta.

Dalam pesannya itu, ia meminta doa kepada masyarakat agar majelis hakim dapat berpikir jernih sehingga dapat memutus perkara dengan adil.

Baca juga: Jaksa tuntut Jumhur Hidayat hukuman 3 tahun penjara

Baca juga: Jumhur kecewa jejaknya sebagai tahanan politik jadi pemberat tuntutan


'Mohon didoakan agar majelis hakim (benteng terakhir pengawal demokrasi) diberi kejernihan berpikir dan kebersihan hati sehingga dapat memutus/memvonis perkara dengan seadil-adilnya," ujar Jumhur.

Dalam kesempatan yang sama, aktivis demokrasi itu juga bersumpah akan mencurahkan waktu dan tenaganya untuk Indonesia.

"Di hari yang bersamaan dengan Sumpah Pemuda, saya pun bersumpah tetap menyumbangkan hidup saya dalam perjuangan menjadikan semua untuk satu Indonesia, dan satu Indonesia untuk semua, bukan hanya untuk elite oligarki asing maupun lokal yang menghalalkan segala cara termasuk menjerumuskan rakyat dalam penderitaan dan menyebabkan kerusakan lingkungan hidup," kata Jumhur.

Jaksa penuntut umum pada 23 September menuntut kepada majelis hakim agar menjatuhkan hukuman penjara 3 tahun terhadap Jumhur Hidayat.

Baca juga: Tim Advokasi untuk Demokrasi minta majelis hakim bebaskan Jumhur

Namun, Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) selaku penasihat hukum Jumhur meminta hakim membebaskan aktivis buruh itu, karena dia karena dia tidak terbukti menyebarkan berita bohong dan menerbitkan keonaran sebagaimana dituduhkan jaksa.

Jumhur terjerat kasus pidana setelah ia mengunggah cuitan yang mengkritik pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja di Twitter pada 7 Oktober 2020.