Lindungi Penyu Pulau Enggano
4 Maret 2011 20:51 WIB
Seekor penyu berjalan mencari laut, di konservasi penyu milik Kelompok Masyarakat Pelestari Satwa dan Lingkungan Tuloun, di Pantai Tuloun, Minahasa, Sulawesi Utara, Selasa (12/5). (ANTARA/Ismar Patrizki)
Enggano (ANTARA News) - Ketua Tim Patroli Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu Resor Pulau Enggano Rendra Regen Rais mengatakan perburuan penyu secara liar masih tinggi di Pulau Enggano.
"Masyarakat adat yang mendiami Pulau Enggano sudah lama menggunakan daging penyu sebagai menu khas dalam setiap upacara adat, termasuk upacara pernikahan sehingga perburuan terhadap penyu tetap ada," kata Regen di Enggano, Jumat.
Namun yang jauh lebih mengkhawatirkan terhadap populasi satwa tersebut, demikian Regen, adalah eksploitasi besar-besaran penyu untuk obyek perdagangan yang disebutnya sebagai penyebab utama menurun drastisnya populasi penyu.
"Kalau hanya untuk kepentingan adat dan pesta itu sudah dilakukan sejak dulu, tapi eksploitasi besar-besaran untuk diperdagangkan dengan cara diselundupkan menjadi ancaman terbesar terhadap eksistensi penyu yang ada di perairan Enggano," ucapnya.
Regen mengatakan, dari hasil patroli BKSDA Bengkulu Resor Enggano ditemukan adanya pembunuhan penyu untuk diperdagangkan dengan barang bukti kepala dan kerapas satwa penyu yang biasanya ditinggalkan pemburu di pinggir pantai.
"Beberapa hari lalu, kami juga menemukan bagian satwa itu di pinggir pantai dan dagingnya sudah diambil," tambahnya.
Ancaman terhadap keberadaan penyu, kata dia semakin tinggi sebab di pesisir pantai Pulau Enggano merupakan habitat bertelur beberapa jenis penyu.
Faktor lain menurunnya populasi penyu adalah babi hutan dan biawak yang sering memakan telur penyu.
Catatan BKSDA Bengkulu terdapat lima jenis penyu yang dilindungi di perairan Bengkulu, yaitu penyu lekang, penyu sisik, penyu hijau, penyu belimbing dan penyu tempayan.
KR-RNI/P004
"Masyarakat adat yang mendiami Pulau Enggano sudah lama menggunakan daging penyu sebagai menu khas dalam setiap upacara adat, termasuk upacara pernikahan sehingga perburuan terhadap penyu tetap ada," kata Regen di Enggano, Jumat.
Namun yang jauh lebih mengkhawatirkan terhadap populasi satwa tersebut, demikian Regen, adalah eksploitasi besar-besaran penyu untuk obyek perdagangan yang disebutnya sebagai penyebab utama menurun drastisnya populasi penyu.
"Kalau hanya untuk kepentingan adat dan pesta itu sudah dilakukan sejak dulu, tapi eksploitasi besar-besaran untuk diperdagangkan dengan cara diselundupkan menjadi ancaman terbesar terhadap eksistensi penyu yang ada di perairan Enggano," ucapnya.
Regen mengatakan, dari hasil patroli BKSDA Bengkulu Resor Enggano ditemukan adanya pembunuhan penyu untuk diperdagangkan dengan barang bukti kepala dan kerapas satwa penyu yang biasanya ditinggalkan pemburu di pinggir pantai.
"Beberapa hari lalu, kami juga menemukan bagian satwa itu di pinggir pantai dan dagingnya sudah diambil," tambahnya.
Ancaman terhadap keberadaan penyu, kata dia semakin tinggi sebab di pesisir pantai Pulau Enggano merupakan habitat bertelur beberapa jenis penyu.
Faktor lain menurunnya populasi penyu adalah babi hutan dan biawak yang sering memakan telur penyu.
Catatan BKSDA Bengkulu terdapat lima jenis penyu yang dilindungi di perairan Bengkulu, yaitu penyu lekang, penyu sisik, penyu hijau, penyu belimbing dan penyu tempayan.
KR-RNI/P004
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2011
Tags: