Jakarta (ANTARA) - Pemberlakuan tes cepat reaksi berantai polimerase (real time polymerase chain reaction/RT-PCR) pada penumpang pesawat dikarenakan mereka lebih berisiko tertular COVID-19 saat di dalam kabin kata pejabat Kementerian Kesehatan RI.

"Dasar pemerintah menggunakan RT-PCR sebagai syarat perjalanan udara itu bahwa kenyataan penumpang pesawat banyak. Hampir semua maskapai mengoperasionalkan pesawat dengan kapasitas lebih dari 90 persen," kata Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Prof Abdul Kadir dalam konferensi pers yang diikuti dari kanal YouTube Kemenkes RI, Rabu sore.

Abdul mengatakan upaya menjaga jarak di dalam kabin pesawat lebih sulit diterapkan daripada moda transportasi darat dan laut. Sehingga untuk menjamin pelaku perjalanan pesawat bersih dari potensi penularan COVID-19, maka diberlakukan tes RT-PCR.

Baca juga: YLKI: Syarat PCR penumpang pesawat diskriminatif

Baca juga: Pembuat petisi ingin tarif PCR setara antigen


"Itu tanggung jawab pemerintah dan swasta untuk menekan penularan. Tanpa PCR penumpang pesawat berisiko tertular makanya mereka harus dikarantina," katanya.

Abdul menambahkan Kemenkes RI terus berupaya menambah ketersediaan fasilitas laboratorium di berbagai daerah untuk mendukung pelacakan kasus COVID-19 melalui RT-PCR.

"Usaha pemerintah penuhi kebutuhan laboratorium di daerah sudah disiapkan 1.000 unit laboratorium PCR yang tersedia," katanya.

Namun Kemenkes terus mengidentifikasi daerah mana lagi yang sampai sekarang belum memiliki mesin RT-PCR. "Kita akan dorong mesin RT-PCR di daerah tersebut," katanya.

Baca juga: Luhut: Presiden Jokowi minta harga tes PCR turun jadi Rp300 ribu

Baca juga: Pakar sebut perlu penurunan harga tes PCR dengan tetap jaga kualitas