New York (ANTARA) - Harga minyak naik tipis ke level tertinggi sejak 2014 pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), didukung oleh kekurangan pasokan global dan permintaan yang kuat di Amerika Serikat, konsumen terbesar dunia.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Desember naik 41 sen atau 0,5 persen menjadi menetap di 86,40 dolar AS per barel.

Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Desember berakhir 89 sen atau 1,1 persen lebih tinggi di 84,65 dolar AS per barel.

Baca juga: Pasokan ketat, harga minyak global mencapai tertinggi multitahun

Itu adalah penutupan tertinggi untuk kedua acuan global sejak Oktober 2014.

Reli terjadi menjelang laporan persediaan AS dari American Petroleum Institute (API), sebuah kelompok industri, pada Selasa (26/10/2021) dan Badan Informasi Energi AS (EIA) pada Rabu waktu setempat.

Analis memperkirakan data persediaan mingguan minyak AS terbaru menunjukkan peningkatan 1,9 juta barel dalam stok minyak mentah.

"Krisis energi masih jauh dari mereda, jadi kami memperkirakan kekuatan besar pada harga minyak pada November dan Desember karena pasokan tertinggal dari permintaan dan karena OPEC+ tetap tidak bertindak," kata Louise Dickson, analis pasar minyak senior di Rystad Energy.

OPEC+, yang terdiri dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya seperti Rusia, saat ini meningkatkan produksi sebesar 400.000 barel per hari (bph) setiap bulan, tetapi telah menolak seruan untuk meningkatkan produksi lebih cepat dalam menanggapi lonjakan harga.

"Harga minyak mentah terus naik dan permintaan agar OPEC meningkatkan produksi terus diabaikan. Satu-satunya hal yang akan membuat OPEC+ termotivasi adalah jika operator swasta AS memberi sinyal, mereka akan meningkatkan produksi," kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA , mencatat "kemungkinan besar akan melonjak ke 90 dolar AS."

Baca juga: Harga minyak turun di Asia, dipicu aksi ambil untung dari reli

Goldman Sachs mengatakan Brent kemungkinan akan terdorong di atas perkiraan akhir tahun sebesar 90 dolar AS per barel, sementara Larry Fink, kepala eksekutif manajer aset terbesar di dunia BlackRock mengatakan ada kemungkinan besar minyak mencapai 100 dolar AS.

Dengan harga minyak dan gas di tertinggi multi-tahun, produsen serpih AS siap untuk memberikan laba terkuat sejak awal pandemi virus corona, selama mereka tidak mengunci penjualan terkait dengan harga yang jauh lebih rendah.

Sementara itu pasar tenaga listrik dan batu bara China agak mendingin setelah intervensi pemerintah, harga energi tetap tinggi di seluruh dunia ketika suhu turun dengan awal musim dingin di utara.

Konsumsi bensin dan sulingan di Amerika Serikat kembali sejalan dengan rata-rata lima tahun setelah lebih dari satu tahun penurunan permintaan, dan pasar akan mengamati dengan cermat tingkat persediaan AS.

Presiden AS Joe Biden akan membahas harga energi, program nuklir Iran dan masalah rantai pasokan selama perjalanannya ke Eropa minggu ini untuk menghadiri pertemuan para pemimpin G20.

Kargo 2,1 juta barel kondensat Iran, pengiriman terbaru dari pakta pertukaran antara negara Timur Tengah dan Venezuela, diperkirakan akan mulai dibongkar pada Rabu waktu setempat di pelabuhan PDVSA.

Avtar Sandu, manajer senior komoditas di Phillip Futures di Singapura, mengatakan para pedagang sedang menunggu kejelasan tentang hasil pembicaraan internasional tentang menghidupkan kembali perjanjian nuklir Iran 2015, setelah Amerika Serikat mengatakan upaya berada pada "fase penting" yang dapat membuka kembali jalan bagi ekspor minyak mentah Iran.

"Permintaan energi telah rebound tajam karena ekonomi dibuka kembali setelah pandemi COVID-19," kata Mark Haefele, kepala investasi di UBS Global Wealth Management, dalam sebuah catatan.

"Pada saat yang sama, pasokan telah dibatasi oleh berbagai masalah termasuk pemadaman terkait cuaca, tantangan integrasi dengan energi terbarukan, dan kemacetan rantai pasokan," tambahnya.