Di Forum ASEAN, Menteri ESDM: Transisi energi sesuai kebutuhan negara
26 Oktober 2021 15:06 WIB
Menteri ESDM Arifin Tasrif berbicara pada acara Singapore International Energy Week (SIEW) di Singapura, Senin (25/10/2021). ANTARA/HO-Humas Kementerian ESDM/aa. (Handout Humas Kementerian ESDM)
Jakarta (ANTARA) - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyampaikan kebijakan transisi energi yang tepat akan memudahkan suatu negara menekan laju perubahan iklim di kawasan regional seperti Asia Tenggara.
Saat memberikan pandangan pada acara Asia Clean Energy Summit (ACES) 2021 di Singapura, Selasa, Menteri ESDM mengatakan untuk itu setiap negara harus mempertimbangkan kemampuan berdasarkan potensi energi, kematangan teknologi, kelayakan ekonomi, peluang investasi, dan penciptaan lapangan kerja seperti green jobs.
"Proses transisi energi menuju energi bersih harus direncanakan berdasarkan kebutuhan negara masing-masing. Apalagi kita memiliki kepentingan dan tujuan bersama untuk memerangi perubahan iklim, kita perlu membuat perubahan penting terkait kebijakan keamanan ekonomi dan energi di kawasan seperti ASEAN," kata Menteri ESDM Arifin Tasrif, dikutip dari laman Kementerian ESDM di Jakarta.
Menteri ESDM mengungkapkan pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sebagai jalan keluar mengimplementasikan transisi energi harus tetap mempertimbangkan kondisi perekonomian domestik, daya saing pasar, hingga kemampuan industri.
"Kita harus memaksimalkan potensi lokal kita sendiri untuk memastikan pengembangan EBT selaras dengan kondisi ekonomi dan tantangan masa depan," jelas Menteri ESDM Arifin Tasrif.
Sebagai kawasan dengan pertumbuhan ekonomi tercepat, sambung Arifin, permintaan listrik di ASEAN naik enam persen setiap tahun dalam 20 tahun terakhir berdasarkan laporan Electricity Market dari International Energy Agency (IEA) pada Desember 2020.
"Kebutuhan energi (ASEAN) akan meningkat selaras dengan pertumbuhan ekonomi sebagai akibat dari membaiknya efek pandemi," ungkapnya.
ASEAN memiliki target regional mencapai 23 persen bauran EBT dalam Total Primary Energy Supply (TPES) di 2025 yang sejak 2019, kapasitas pembangkit listrik terpasang sebagian besar berasal dari air dan solar PV.
Kendati begitu Menteri ESDM Arifin Tasrif menyoroti pemanfaatan energi fosil yang masih menjadi penopang sumber energi.
"Kawasan ASEAN dalam beberapa hal masih bergantung pada batu bara sebagai sumber energi yang menyumbang 31,4 persen dari kapasitas daya terpasang pada 2020. Situasi ini harus dipertimbangkan dengan hati-hati ketika menetapkan jalan kita menuju netralitas karbon," tambah Arifin.
Guna mempercepat proses transisi energi dan netralitas karbon pada 2060 Menteri Arifin menyampaikan kebijakan energi yang ditempuh Pemerintah Indonesia. Di antaranya pengembangan EBT secara masif (termasuk solar PV, angin, biomassa, panas bumi, hingga sistem penyimpanan energi baterai (BESS), pembangunan interkoneksi transmisi dan smart grid, pengembangan kendaraan listrik, serta mengurangi pemanfaatan sumber daya energi fosil.
"Prinsip availability, accessibility, affordability, acceptability, sustainability, dan competitiveness harus diperhatikan dalam menjalankan proses transisi energi. Energi surya bisa memenuhi prinsip-prinsip tersebut meski isu intermiten jadi tantangan tersendiri. Apalagi, berdasarkan data IRENA, biaya pembangkitan listrik dari PLTS mengalami penurunan sebesar 82 persen selama 2010-2019," jelas Menteri ESDM Arifin Tasrif.
Optimalkan program ETM
Sebagai bagian dari pengembangan energi bersih, Pemerintah Indonesia juga mendukung program Energy Transition Mechanism (ETM).
Program ini dijalankan sebagai mekanisme untuk mempercepat pengembangan energi terbarukan melalui pemberhentian operasional PLTU batu bara lebih awal atau pensiun dini.
"ETM sebagai inisiatif dari Asian Development Bank (ADB) dan mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk Bank Dunia, Amerika Serikat dan Inggris. Studi Kelayakan saat ini sedang dilakukan di Filipina, Vietnam dan Indonesia," ungkap Menteri Arifin.
Dalam proyek percontohan itu, masing-masing negara akan mendirikan fasilitas ETM dan mempercepat pembelian PLTU guna mempercepat masa pensiun pembangkit.
ETM memiliki potensi besar sebagai mekanisme keuangan untuk program pengurangan karbon.
"Akan ada calon investor (ETM) dari bank multilateral, institusi sektor swasta domestik dan internasional, serta investor jangka panjang dengan cost of fund yang rendah," kata Arifin.
Di samping program ETM, terdapat tiga strategi yang disiapkan Pemerintah Indonesia dalam transisi energi. Pertama, transisi energi harus disesuaikan dengan kapasitas dan keadaan masing-masing negara.
Kedua, teknologi rendah emisi yang inovatif seperti teknologi CCS/CCUS dalam beberapa hal dapat diterapkan pada pembangkit listrik fosil yang ada untuk mempercepat pengurangan emisi sambil beralih ke energi yang lebih bersih dan lebih hijau.
Terakhir, kerja sama dengan negara-negara ASEAN dalam mengembangkan jalur transisi energi yang saling terhubung perlu digalakkan.
"Akselerasi (transisi energi) ini sangat penting untuk memastikan akses teknologi bersih lebih terbuka, mekanisme pembiayaan yang inovatif, perbaikan kerangka peraturan demi menciptakan iklim investasi yang lebih baik dan lebih menarik, hingga pengembangan infrastruktur energi yang terintegrasi seperti pembangunan super grid dan transmisi smart grid untuk memastikan stabilitas dan keandalan sistem listrik," ujar Menteri ESDM Arifin Tasrif.
Baca juga: Legislator sebut transisi menuju EBT menjadi sebuah keharusan
Baca juga: Wamenkeu sebut transisi ke EBT harus dilaksanakan ke depan
Saat memberikan pandangan pada acara Asia Clean Energy Summit (ACES) 2021 di Singapura, Selasa, Menteri ESDM mengatakan untuk itu setiap negara harus mempertimbangkan kemampuan berdasarkan potensi energi, kematangan teknologi, kelayakan ekonomi, peluang investasi, dan penciptaan lapangan kerja seperti green jobs.
"Proses transisi energi menuju energi bersih harus direncanakan berdasarkan kebutuhan negara masing-masing. Apalagi kita memiliki kepentingan dan tujuan bersama untuk memerangi perubahan iklim, kita perlu membuat perubahan penting terkait kebijakan keamanan ekonomi dan energi di kawasan seperti ASEAN," kata Menteri ESDM Arifin Tasrif, dikutip dari laman Kementerian ESDM di Jakarta.
Menteri ESDM mengungkapkan pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sebagai jalan keluar mengimplementasikan transisi energi harus tetap mempertimbangkan kondisi perekonomian domestik, daya saing pasar, hingga kemampuan industri.
"Kita harus memaksimalkan potensi lokal kita sendiri untuk memastikan pengembangan EBT selaras dengan kondisi ekonomi dan tantangan masa depan," jelas Menteri ESDM Arifin Tasrif.
Sebagai kawasan dengan pertumbuhan ekonomi tercepat, sambung Arifin, permintaan listrik di ASEAN naik enam persen setiap tahun dalam 20 tahun terakhir berdasarkan laporan Electricity Market dari International Energy Agency (IEA) pada Desember 2020.
"Kebutuhan energi (ASEAN) akan meningkat selaras dengan pertumbuhan ekonomi sebagai akibat dari membaiknya efek pandemi," ungkapnya.
ASEAN memiliki target regional mencapai 23 persen bauran EBT dalam Total Primary Energy Supply (TPES) di 2025 yang sejak 2019, kapasitas pembangkit listrik terpasang sebagian besar berasal dari air dan solar PV.
Kendati begitu Menteri ESDM Arifin Tasrif menyoroti pemanfaatan energi fosil yang masih menjadi penopang sumber energi.
"Kawasan ASEAN dalam beberapa hal masih bergantung pada batu bara sebagai sumber energi yang menyumbang 31,4 persen dari kapasitas daya terpasang pada 2020. Situasi ini harus dipertimbangkan dengan hati-hati ketika menetapkan jalan kita menuju netralitas karbon," tambah Arifin.
Guna mempercepat proses transisi energi dan netralitas karbon pada 2060 Menteri Arifin menyampaikan kebijakan energi yang ditempuh Pemerintah Indonesia. Di antaranya pengembangan EBT secara masif (termasuk solar PV, angin, biomassa, panas bumi, hingga sistem penyimpanan energi baterai (BESS), pembangunan interkoneksi transmisi dan smart grid, pengembangan kendaraan listrik, serta mengurangi pemanfaatan sumber daya energi fosil.
"Prinsip availability, accessibility, affordability, acceptability, sustainability, dan competitiveness harus diperhatikan dalam menjalankan proses transisi energi. Energi surya bisa memenuhi prinsip-prinsip tersebut meski isu intermiten jadi tantangan tersendiri. Apalagi, berdasarkan data IRENA, biaya pembangkitan listrik dari PLTS mengalami penurunan sebesar 82 persen selama 2010-2019," jelas Menteri ESDM Arifin Tasrif.
Optimalkan program ETM
Sebagai bagian dari pengembangan energi bersih, Pemerintah Indonesia juga mendukung program Energy Transition Mechanism (ETM).
Program ini dijalankan sebagai mekanisme untuk mempercepat pengembangan energi terbarukan melalui pemberhentian operasional PLTU batu bara lebih awal atau pensiun dini.
"ETM sebagai inisiatif dari Asian Development Bank (ADB) dan mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk Bank Dunia, Amerika Serikat dan Inggris. Studi Kelayakan saat ini sedang dilakukan di Filipina, Vietnam dan Indonesia," ungkap Menteri Arifin.
Dalam proyek percontohan itu, masing-masing negara akan mendirikan fasilitas ETM dan mempercepat pembelian PLTU guna mempercepat masa pensiun pembangkit.
ETM memiliki potensi besar sebagai mekanisme keuangan untuk program pengurangan karbon.
"Akan ada calon investor (ETM) dari bank multilateral, institusi sektor swasta domestik dan internasional, serta investor jangka panjang dengan cost of fund yang rendah," kata Arifin.
Di samping program ETM, terdapat tiga strategi yang disiapkan Pemerintah Indonesia dalam transisi energi. Pertama, transisi energi harus disesuaikan dengan kapasitas dan keadaan masing-masing negara.
Kedua, teknologi rendah emisi yang inovatif seperti teknologi CCS/CCUS dalam beberapa hal dapat diterapkan pada pembangkit listrik fosil yang ada untuk mempercepat pengurangan emisi sambil beralih ke energi yang lebih bersih dan lebih hijau.
Terakhir, kerja sama dengan negara-negara ASEAN dalam mengembangkan jalur transisi energi yang saling terhubung perlu digalakkan.
"Akselerasi (transisi energi) ini sangat penting untuk memastikan akses teknologi bersih lebih terbuka, mekanisme pembiayaan yang inovatif, perbaikan kerangka peraturan demi menciptakan iklim investasi yang lebih baik dan lebih menarik, hingga pengembangan infrastruktur energi yang terintegrasi seperti pembangunan super grid dan transmisi smart grid untuk memastikan stabilitas dan keandalan sistem listrik," ujar Menteri ESDM Arifin Tasrif.
Baca juga: Legislator sebut transisi menuju EBT menjadi sebuah keharusan
Baca juga: Wamenkeu sebut transisi ke EBT harus dilaksanakan ke depan
Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021
Tags: